September 28, 2019

Sailing Komodo Part 1 : Pulau Kelor

Hari ini saya dan tim Rancupid Travel akan memulai pengalaman seru yaitu berlayar ke pulau-pulau di sekitar Labuan Bajo, Flores. Sebenarnya hal ini adalah impian saya sejak masih bekerja di Metrodata dulu, tapi baru kesampaian sekarang. Nggak apa-apa, semua akan indah pada waktunya.

Karena kita sewa 1 kapal khusus untuk berlima saja, jadi kita nggak pakai kapal yang sejenis Phinisi karena kalau terlalu sedikit orang nanti jadi terlalu mahal. Awak kapal juga bilang kalau sewa kapal besar, mereka maunya kalau ramai minimal 20 orang. Walaupun kita sewa kapal ukuran sedang, tapi fasilitas di dalam kamarnya enak banget, ada AC juga. Belum lagi ranjang double bed kita pakai untuk satu orang biar luas. Cewek-cewek memilih kamar dibawah, sedangkan cowok-cowok di atas.
Kapal Phinisi dari jauh
Dari dekat
Kapal pun berlayar dan kami semua sangat antusias🤩🤩🤩. Bayangkan, udah 5 hari jalan darat berkelok-kelok, sekarang waktunya menjadi seorang pelaut🚢. Kita jadi bisa melihat kapal-kapal Phinisi yang diparkir agak jauh dari pelabuhan karena kapal sejenis itu dibuat dengan biaya mahal dan kayu berkualitas. Kalau parkir dempet-dempet di pelabuhan, nanti bisa lecet terkena kapal lain ketika digoyang ombak. Ini baru permulaan saja kita sangat antusias dan masih bersemangat. Tunggu sampai kita semua terserang mabok laut, hahaha😂.
Mas guide
Labuan Bajo ke Pulau Kelor
Sebagai kata sambutan, guide kami memberikan sedikit briefing kemana saja kita akan pergi, bakalan melihat apa saja, dan berenang dimana saja. Mas guide bisa menerangkan dengan jelas tempat-tempatnya sehingga untuk orang yang belum pernah Sailing Komodo sama sekali seperti kita jadi paham. Jadwal hari ini lumayan padat, dimulai hiking ke Pulau Kelor, berenang dan snorkeling di Manjarite, ke Pulau Rinca untuk mencari Komodo, menikmati pemandangan matahari terbenam di Pulau Kalong, dan bermalam di Pulau Padar. Jarak tempuh dari Labuan Bajo ke Pulau Kelor kira-kira 45 menit menggunakan kapal. Untuk mencegah mabok laut, saya dan teman-teman kompak untuk minum Antimo. 
Gaya dulu
Menghabiskan waktu foto seribu gaya
Untuk orang Jakarta yang sudah terbiasa dengan macet, waktu tempuh 45 menit sudah dianggap cepat. Kita menghabiskan waktu dengan naik ke deck untuk berfoto dengan seribu gaya. Pemandangan pulau-pulau dengan gunung-gunung berwarna coklat, langit cerah, laut biru, benar-benar perpaduan ciptaan Allah subhanahu wata'la yang sempura. Sungguh indah, sungguh menakjubkan🤩🤩🤩. Rasanya penat dan stres yang dibawa dari Jakarta hilang seketika.

Karena terlalu asyik berfoto, tanpa terasa kami sudah tiba di destinasi pertama yaitu Pulau Kelor. Berhubung sudah banyak kapal yang terlebih dahulu berlabuh di tepi pantai, mau tidak mau kami harus turun dengan jarak sekitar 10 meter dari bibir pantai. Agar tidak basah, Mas guide memesankan kapal kecil untuk mengantarkan kami ke pantai. Duh, jadi terasa anak manja yang nggak mau kena air laut😅. Walaupun demikian, kita tetap menikmati perjalanan singkat sampai ke pantai.
Naik speed boat
Berlabuh
Pulau Kelor terkenal dengan spot foto diatas bukit yang bisa menjangkau pemandangan sampai ke pulau-pulau sekitarnya. Untuk melihat pemandangan indah itu, kita harus mendaki bukit sangat terjal dan berbatu yang lumayan seram😖. Saya memperhatikan medan dengan seksama, berdoa, dan pendakian pun dimulai. Syarat utama kalau mau mendaki dengan medan berbatu dan terjal adalah sepatu yang mengigit agar kalian tidak terperosok. Awal-awal sih jalan setapaknya masih agak landai. Semakin ke atas semakin curam dan saya sempat gemetaran juga melihat ke bawah yang sudah sangat tinggi😖. Mas Guide dengan sigap menjaga kita untuk mendaki walaupun dia hanya pakai sendal jepit😅. Udah biasa kali ya. Untuk yang takut ketinggian, mending nggak usah menoleh ketika mendaki. Terus aja mendaki sampai ke tempat agak landai baru menoleh.
Pemandangan Masya Allah indahnya
Tim Rancupid Travel
Sampai ke atas dan di tempat yang agak landai, saya baru berani menoleh ke belakang dan melihat pemandangan yang Masya Allah indahnya😍😍😍. Kalian bisa melihat laut dengan gradasi warna dari bibir pantai sampai ke tengah, ditambah dengan kapal-kapal yang sedang berlayar. Belum lagi hamparan gunung berbaris panjang membentang di pulau-pulau sekitar. Indah sekaliiiii. Saya bahkan tidak tau lagi harus mendeskripsikan bagaimana, mendingan langsung datang sendiri kesini untuk membuktikannya.
Medan terjal dan berbatu
Setelah puas berfoto, masalah selanjutnya adalah berjalan menuruni bukit yang curam sekali. Saya nggak berani jauh-jauh dari Mas guide karena dia bisa memegangi saya ketika sedikit terperosok. Sebaiknya jalan sambil berjongkok agar mengurangi resiko terperosok pasir di jalan. Perjalanan menurun jauh lebih sulit daripada mendaki, apalagi harus melihat pemandangan dari ketinggian yang bikin gemetaran.
Bahagia
Alhamdulillah kita tiba di bawah dengan selamat. Rasanya capek banget dan keringat bercucuran. Selama perjalanan di Flores, baru kali ini kami keringetan. Biasanya kedinginan terus. Kita sampai meminum aqua langsung habis seraya duduk beristirahat di bawah pohon. Tanpa sengaja malah ketemu guide di Wae Rebo dan kita sempat mengobrol sebentar. Kebetulan sekali, beliau juga sedang membawa tamu. Oh ya, untuk yang mau membeli souvenir bisa juga di Pulau ini karena banyak sekali pedagang yang menjajakan barang dagangannya.
Pedagang souvenir
Setelah beristirahat, Mas guide memanggil kapal untuk menepi ke bibir pantai. Kali ini kita nggak naik kapal kecil lagi (speed boat) karena kapal yang berlabuh sudah agak sepi. Walaupun demikian, kapal kita nggak bisa terlalu mepet ke tepi pantai. Mau nggak mau harus buka sepatu dan masuk ke laut untuk naik ke kapal. Teman-teman sih bisa naikin celana, saya mana mungkin😅.

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Manjarite untuk snorkeling. Nanti saya posting lagi ya. Sampai jumpa!

September 26, 2019

From Ende to Labuan Bajo

Alhamdulillah trip overland Flores berakhir dan kami selamat, walaupun sangat terombang-ambing dengan jalan berkelok-kelok yang membuat saya muntah separah-parahnya🤮. Kami menyelesaikan pembayaran mobil sewa dan mengucapkan selamat tinggal kepada Bapak supir Gusri yang telah setia menemani selama perjalanan dan menyetir dengan kencang sekali😣, tapi seru juga sih kalau dipikir-pikir sekarang.

Saya dan teman-teman lalu check in pesawat Trans Nusa. Kami semua kelebihan bagasi (bagasi gratis hanya 10 kg), tapi hanya membayar Rp. 20,000/kilo. Masih murah banget dibandingkan Lion Air. Sewaktu panggilan boarding, kita masih sibuk merekam video dan jingkrak-jingkrak di landasan pesawat karena senang melihat gunung yang indah di sekitar bandara. Sampai-sampai petugas pesawat bilang, "Woi penumpang, naek sana!" Kami kaget karena diomelin😮, lalu berlarian masuk ke pesawat😂😂😂. 
Boarding pass
Sampai di dalam pesawat, saya dan Kakros duduk sebelahan. Ntah kenapa kita diam saja tidak mengecek hp dan baru sadar kita sudah di dalam pesawat, bukan di mobil lagi yang akan menelusuri Pulau Flores. Selama perjalanan di Flores, kita memang hampir tidak pernah main hp di mobil karena bisa mabok perjalanan seketika. Padahal saya bukan tipe mabok darat, malah saya-lah yang muntah paling parah😂. Benar-benar pengalaman berharga. Perjalanan dari Ende ke Labuan Bajo naik pesawat kecil hanya 50 menit saja. Selama di pesawat, saya mengobrol dengan Kakros dan nggak terasa akhirnya kita sampai di Banda Komodo (lagi). Alhamdulillah!

Kami menyewa mobil Innova seharga Rp. 250,000 untuk 4 jam (mahal menurut saya) yang sudah menjemput kita di bandara dan mengajak kami jalan-jalan. Ntah kenapa menurut saya sewa mobil di Labuan Bajo itu mahal-mahal. Berbeda dengan di Malang dan Yogyakarta. Supir mengantarkan kami ke Exotic Komodo Hotel untuk check in dan menaruh koper. Setelah itu kita nyari makan malam di sekitar pelabuhan. Labuan Bajo terkenal dengan seafoodnya dan disini kalian harus pintar menawar harga.

Sebelumnya, kami jalan terlebih dahulu di sekitar pelabuhan untuk mencari makanan yang agak murah tapi tidak ditemukan. Memang sih kita belum menawar, tapi saya rasa semua kemahalan. Masa' mereka menawar lobster gede 900rb😱? Saya bertanya pada supir dimana tempat seafood enak dengan harga agak miring dan beliau mengantarkan kami kesana. Sayangnya karena sudah malam, lobster dan kepiting sisa sedikit, itu pun kecil-kecil. Akhirnya kami balik lagi deh ke Pelabuhan. Kali ini harus berusaha menawar sampai harganya murah. Sejak ada marketplace seperti Tokopedia dan Bukalapak, saya sudah hampir tidak pernah menawar barang seperti di Tanah Abang. Jadi agak kagok juga kalau mau menawar harga sekarang.
Lobster
Mantab
Akhirnya setelah proses tawar-menawar kurang lebih 15 menit dibantu dengan teman-teman, sampailah pada kesepakatan. Kami memesan 2 kepiting berukuran sedang, Lobster, ikan, cumi, jus buah-buahan, dengan total sejuta rupiah, jadi perorang 200rb. Tapi porsi kali ini banyakkkk banget sih. Mungkin kita balas dendam karena selama overland Flores nggak makan makanan enak karena khawatir tidak halal dan tidak sesuai selera. Jadilah makan kali ini sudah seperti orang kelaparan🤤🤤🤤. Mana sambalnya mantab bener lagi.
Ikan bakar
Lobster Bakar
Kepiting saos padang 
Selamat makannnn
Waktu yang dibutuhkan untuk makan kurang lebih sejam, saking banyak yang harus dihabiskan😋. Alhamdulillah kita kenyang bukan kepalang dan perut langsung buncit semua. Karena masih capek banget, kita tidak melanjutkan kemana-mana lagi setelah makan tapi langsung balik ke hotel. Sampai di hotel kita mandi dan bekerja sejenak, lalu tidur. 
Muka capek dan bahagia menemukan makanan enak
Besoknya kami bangun, mandi, dan harus sarapan sekitar jam 8an. Sengaja makan banyak di hotel karena sesuai selera. Pukul 9 tepat, kita sudah dijemput untuk Sailing Komodo. Sebenarnya badan ini masih capek banget, tapi rasa antusias untuk petualangan berikutnya mengalahkan rasa capek. Kita akan bermalam di kapal dan hal ini adalah pertama kali dalam hidup saya (tidak termasuk bermalam di kapal ketika dulu akan pergi ke Jakarta sekeluarga) untuk menjelajahi pulau nonstop. Uhhh rasanya nggak sabar! 😆

Baiklah, saya akan tulis tentang pengalaman Sailing Komodo di postingan selanjutnya. Sampai jumpa!

September 25, 2019

Danau 3 Warna Kelimutu

Semalam, kami baru tidur pukul 12 dan harus bangun lagi 3.5 jam kemudian. Jangan tanya betapa ngantuknya, pusingnya, dan linglungnya😵. Kaget dengan suara alarm yang sangat berisik, saya bangun, sikat gigi, lalu bersiap untuk melanjutkan perjalanan menanti matahari terbit di Puncak Gunung Kelimutu yang berlokasi di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Flores, NTT. Ketika itu, suasana diluar hujan deras, dan saya berpikir sepertinya tidak akan mendapatkan matahari. Walaupun demikian, kami tetap melanjutkan perjalanan.

Jarak tempuh dari penginapan ke pintu masuk Taman Nasional Kelimutu hanya sekitar 20 menit. Setelah membayar Rp. 7,000 perorang, mobil lalu parkir. Kami turun dari mobil disambut dengan hujan lumayan deras dan kabut super duper tebal. Bayangkan suasana hutan rindang, dengan kabut tebal seperti asap, dan hujan. Ntah kenapa waktu itu tidak terpikir sama sekali untuk takut ketemu hantu. Malah perasaan senang yang meluap-luap.
Selamat Datang
Kita semua bersiap dan berdoa (harus selalu berdoa ketika melakukan perjalanan di alam) sebelum mendaki, lalu saya mengeluarkan lampu emergency untuk menerangi jalan. Saking terangnya lampu, lumayan bisa membantu menerobos kabut yang tebal. Jangan tanya ada apa di kiri dan kanan karena tidak terlihat apa pun. Kita hanya terus berjalan tanpa berhenti. Alhamdulillah kami tidak merasa lelah, hanya udara dingin saja yang sangat menusuk ditambah hujan. 
Embun
Sarang laba-laba sampai beku
Sekitar pukul 5.30, suasana mulai sedikit terang. Saya bisa sedikit bisa melihat betapa tebal dan pekatnya kabut. Kami seperti sedang berjalan membelah asap ntah kemana. Alhamdulillah kita masih berada dalam lindungan Allah subhanahu wata'ala sehingga nggak salah jalan. Sebenarnya kiri kanan jalan yang ditutupi pavling block adalah jurang menuju ke danau. Kalau sudah berkabut setebal itu, kita harus lebih berhati-hati untuk melihat keadaan, jangan sampai terperosok ke jurang.
Kabut sangat tebal
Tiba di puncak
Sekitar 20 menit pendakian, akhirnya kami tiba di Puncak Gunung Kelimutu. Anginnya berhembus sangaaaat kencang dan kita berlima hampir beku kedinginan🥶. Tidak terlihat apa pun di sekitar karena kabut. Baru sadar kalau di puncak gunung ini banyak sekali turis mancanegara. Malah sepertinya warga lokal hanya kita saja dan beberapa pedagang cemilan. Danau Kelimutu memang sangat terkenal di dunia, alhamdulillah punya kesempatan untuk bisa mengunjunginya.
Berlindung dari angin dibawah terpal
Sudah pukul 7 pagi, tidak ada tanda-tanda matahari bersinar. Kita sudah sarapan, jalan mondar-mandir untuk menghalau rasa dingin, dan bersembunyi dibalik terpal biru untuk menghindari angin, tapi belum juga terlihat sinar matahari. Saya berpikir, kalau begini bisa-bisa kita rugi waktu. Saya mengajak teman-teman untuk balik dulu ke penginapan, mandi, check out, lalu kembali lagi kesini. Insya Allah di siang hari langit sudah cerah. Daripada menunggu disini tanpa hasil. Untung teman saya pada pengertian semua, jadi kita setuju untuk pulang ke penginapan baru nanti balik lagi.
Jalan pulang
Sebelum mandi dan check out, saya dan teman-teman sarapan terlebih dahulu di Resto penginapan sambil membersihkan kamera dan kacamata yang sudah basah karena hujan. Pemilik penginapan bilang kalau sekitar jam 10 juga sudah cerah langitnya sehingga kita bisa menikmati pemandangan 360 derajat dari puncak Gunung Kelimutu tanpa awan dan langit biru terang. Berhubung penerbangan kita dari Ende menuju Labuan Bajo hari itu pukul 16:50, jadi kita harus memperhitungkan waktu yang pas agar tidak telat ke Bandara karena dari Taman Nasional Kelimutu ke Bandara Hasan Aroeboesman memakan waktu satu jam.
Menunggu sarapan
Saya dan teman-teman harus mandi bergantian. Selagi menunggu, saya bahkan sempat bekerja sejenak untuk memanfaatkan waktu daripada bengong di kamar. Tepat pukul 11 siang, kami check out dan kembali ke Taman Nasional Kelimutu. Kami tidak usah membayar tiket masuk lagi, tinggal menunjukkan tiket yang dibeli tadi pagi saja. Kita berlima kemudian bersiap mendaki gunung (lagi). Kali ini kami tidak memakai jaket terlalu tebal karena sinar matahari bersinar sangat terik, takut kepanasan ketika mendaki.
Pahatan
Perjalanan mendaki
Spot indah untuk berfoto
Nama Kelimutu sendiri berasal dari gabungan kata “Keli” yang berarti gunung dan “Mutu” yang berarti mendidih. Gunung Kelimutu memiliki ketinggian 1.639 mdpl atau 5.377 kaki. Tidak heran kalau pagi cuaca disini sangat dingin🥶. Tapi kayaknya seluruh tempat di Flores yang saya datangi dingin semua, kecuali Labuan Bajo.. Gunung Kelimutu ini mempunyai keindahan yang berbeda dari gunung-gunung yang berada di Indonesia karena memiliki Tiga Danau yang terbentuk dari letusan Gunung beberapa tahun silam, dengan warnanya yang dapat berubah. Saya yakin kalian pernah melihat lukisan Danau 3 Warna di uang kertas Rp. 5,000 beberapa tahun silam. 
Salah satu Danau
Danau atau Tiwu Kelimutu di bagi atas tiga bagian yang sesuai dengan warna-warna danau. Danau berwarna biru atau "Tiwu Nuwa Muri Koo Fai" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Danau yang berwarna merah atau "Tiwu Ata Polo" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan/tenung. Sedangkan danau berwarna putih atau "Tiwu Ata Mbupu" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal. Para penduduk di sekitar Danau Kelimutu percaya, bahwa pada saat danau berubah warna, mereka harus memberikan sesajen bagi arwah orang-orang yang telah meninggal.
Tempat acara adat
Ntah karena berpacu dengan waktu, ataupun karena sudah biasa mendaki gunung dari hari pertama ke Flores, kami bisa sampai ke kawah 2 dan 3 hanya dalam waktu 15 menit. Sungguh, melihat danau super besar dengan 3 warna adalah hal yang paling menakjubkan, Masya Allah! Indah sekali🤩🤩🤩. Bayangkan perpaduan langit biru cerah dengan warna danau yang terang menambah keindahan tempat ini.
Masya Allah
Diambil dari angle lain
Danau Kelimutu memiliki luas kurang lebih 1.051.000 meter persegi dengan volume air 1.292 juta meter kubik, ketinggian dinding kawah antara 100 hingga 200 meter. Dinding Danau Gunung Kelimutu tergolong terjal dan curam karena memiliki kemiringan 60 sampai 70 derajat. Hati-hati kalau mau berfoto disini karena kalian bisa terperosok. Lebih baik menggunakan sepatu dengan alas yang menggigit biar langkahnya pakem. Sewaktu saya disana, banyak banget orang Flores yang mengambil foto dengan gaya-gaya ekstrim diluar pagar pembatas kawah. Saya tidak menyarankan kalian melakukan hal serupa demi keselamatan.
Danau satu lagi
Pada saat saya mengunjungi tempat ini, Danau Kelimutu sedang berwarna hijau tua, biru muda, dan biru langit. Perbedaan warna danau terjadi akibat perubahan molekul atau gas seperti ferum, natrium oksida dan lain-lain sehingga berwarna. Mana warna yang dominan itulah yang mencolok dari warna danau tersebut. Meski demikian, belum bisa dipastikan lagi penyebab utama perubahan warna karena penelitian masih terus berlanjut untuk mengetahui dan memastikan penyebab perubahan warna. Dikatakan juga kalau perubahan warna yang terjadi di Danau Kelimutu bisa dalam hitungan hari bahkan jam karena terkadang pada pagi hari warnanya hijau namun sore harinya sudah berubah warna lagi.
Wide Angle 
Tim Rancupid Travel
Ntah udah puluhan pose dan gaya untuk berfoto di Danau 3 Warna yang sungguh sangat indah ini. Rasanya tidak sia-sia meskipun kita harus kembali dua kali. Bayangkan kalau tadi pagi kita pulang ke penginapan dan lanjut ke bandara Ende, pasti sangat menyesal karena kapan lagi bisa kesini? 

Sekitar jam 2 siang, kami memutuskan turun gunung dan melanjutkan perjalanan ke Bandara. Sudah cukup puas menikmati keindahan ciptaan Yang Maha Kuasa. Semoga suatu hari bisa kembali kesini, aminnn🤲.

Selanjutnya saya akan memposting beberapa cerita di Labuan Bajo. Stay tuned!

Sumber:

September 23, 2019

Obrolan Dengan Tukang Bakso

Postingan ini ditulis setelah obrolan ringan dengan tukang bakso ketika saya sedang pusing menghadapi kondisi perusahaan. Perlu diketahui bahwa cerita ini sudah dibumbui banyak penyedap, tetapi tidak mengurangi esensi dari inti cerita. Mari disimak!

***

Aku membuka dompet. Hmmm, sisa 100rban untuk seminggu ke depan karena tidak mungkin mengambil uang lagi. Uang cash memang sisa sedikit, tapi jangan tanya jumlah asetku yang sangat banyak itu tidak akan membantu kalau sedang butuh uang cash. Cuma bisa melihat laporan-laporan keuangan dari beberapa perusahaan dan menarik napas dalam.

Beginilah nasib pemilik perusahaan. Cicilan perbulan untuk properti sudah besar, membayar operasional rumah dan perusahaan juga besar, belum lagi biaya maintain diri sendiri mulai dari kesehatan dan kecantikan juga tidak murah. Ambisi untuk ekspansi perusahaan datang terus, berbagai tawaran rumah, apartemen, mobil, tiket pesawat, hotel mewah, semua menggiurkan. Belum lagi tawaran investasi di saham dan asuransi yang kadang langsung aku setujui tanpa memikirkan kalau duit sekarang sedang tidak ada. 

Aku sempat sangat kaya raya, sering malah, dan pusing tujuh keliling ketika sedang diuji. Begitu terus sampai saat ini. Bahkan beberapa penasehat keuangan yang sudah dipekerjakan juga malah menambah beban, beban keuangan dan beban untuk terus berekspansi.

Diantara kepusingan yang terus melanda, aku memilih untuk makan bakso di tempat yang dulu sering aku datangi ketika masih ngekos. Si abang bakso sudah mengenalku dan terlihat sangat senang sekali karena sudah lama aku tidak mampir. Beliau langsung menawarkan untuk meracik bakso tanpa micin dan menemaniku mengobrol.

"Gimana perusahaan, dek?" tanyanya. Beliau selalu menyapaku dengan "adek", karena aku selalu memanggilnya "abang". Romantis juga kami ini😅.
"Pusing Bang. Baru buka perusahaan baru, berarti menambah masalah baru, dan hutang baru."
Abang bakso pun diam menatapku, dan aku mulai menyeruput kuah bakso.
"Lebih enak mana, jadi anak kos, kerja tiap jam 8 pagi dan pulang jam 5, trus nongkrong di tukang bakso seperti ini. Atau, jadi pemilik bisnis, kaya raya, tapi banyak masalah?"
Aku jawab, "Pengen kaya raya tanpa hutang dan masalah. Hehehe."
Abang bakso tertawa, "Bahkan untuk pilihan seperti ini saja kamu menawar ya."
Aku tertawa, tapi getir. Bingung sebenarnya.
"Itulah manusia, dek. Tidak ada pilihan seenak itu sebenarnya di dunia. Adek dari awal sudah keluar dari pekerjaan yang banyak orang anggap "enak", dan mencoba berbisnis agar hidup lebih "enak". Kaya raya, banyak properti, berubah jadi cantik banget karena perawatan kecantikan dan kesehatan ekstra, itu keinginan semua orang."
Aku diam sambil mengaduk-aduk kuah bakso.
"Tapi selalu ada harga yang harus dibayar. Ada tangisan, ada putus asa, ada cibiran, semua pasti ada. Tergantung adek mau milih yang mana."
"Kalau abang ya, mau aman aja. Jualan bakso, pelanggan banyak, hidup tenang, nggak ada hutang. Itu hanya kelihatannya saja."

Aku kemudian menatap abang bakso dalam-dalam.
"Abang juga pernah mau digusur, didatangi mafia, warung dibongkar paksa sama preman sehingga abang kehilangan penghasilan selama dua bulan. Belum lagi anak istri bahkan mertua harus dikasih makan."
"Biaya operasional kehidupan abang sebenarnya murah. Abang cukup dengan uang 5 juta sebulan, bisa kasih makan anak istri dan mertua. Sudah bayar uang sekolah dan les. Alhamdulillah anak abang pinter-pinter jadi sering dapat beasiswa."
Aku masih diam.
"Tapi abang merasa kurang berguna bagi masyarakat kalau dibandingkan dengan adek. Teringat dulu adek pernah bercerita ke abang kalau baru saja melatih petani dan pengrajin untuk bisa melakukan ekspor, sehingga kehidupan mereka lebih baik. Abang juga ingat kalau adek pernah bercerita kalau sedang mengumpulkan para pengusaha untuk bersama-sama menembus pasar Amerika dan Inggris.  Agar sama-sama menaikkan hajat hidup masyarakat kecil. Belum lagi adek adalah pelanggan bakso yang paling dermawan yang pernah abang temukan. Abang tidak menyangka, anak kosan yang dulunya lusuh, sekarang mulai berpengaruh di dunia."
Enterpreneur Quote
Aku mulai tercekat dan air mataku menetes sambil terus mengaduk bakso. Abang bakso memberikanku es jeruk dan aku langsung meminumnya.
"Manusia tidak akan pernah berhenti dilanda masalah, dan juga tidak akan pernah puas. Masalah akan berhenti ketika kita mati, dan kepuasan hanya akan dinikmati ketika kita masuk surga seperti yang Allah firmankan di Al-Qur'an." 
"Selagi masih hidup dek, kita masih bisa terus berusaha dan berdoa. Abang juga berdoa agar tidak ada lagi preman yang datang mengobrak-abrik warung, cukup makan, dan punya anak sholeh-sholehah. Mungkin abang merasa cukup hanya dengan doa begitu. Berarti adek harus lebih dari itu berdoanya. Mungkin adek bisa meminta seisi dunia, insya Allah dikabulkan."

"Cukup bang, nanti adek nangis terisak-isak nih!" kataku sambil mengelap air mata dengan tisu. Aku merasa tertohok dengan semua perkataan beliau.
Abang bakso tertawa. "Paling kalau ada yang nanya, abang jawab aja kamu pake cabe kebanyakan, hahaha."
Aku ikut tertawa, kemudian jadi diam berpikir. Abang bakso meminta ijin sejenak untuk membantu anak buahnya yang sedang meracik bakso karena pembeli mulai membludak. Aku merenung, rasanya memang selalu ingin menyerah, tapi balik lagi aku harus selalu berusaha. Menjadi pengusaha sukses adalah hal yang aku sudah cita-citakan dari kecil, dan ternyata sulit sekali untuk mewujudkannya. Terkadang aku berpikir, seandainya memang sesulit ini, aku ingin berhenti saja bahkan tidak akan mau memulai. Sebuah kegalauan yang terus datang menghinggapi kalau permasalahan sedang banyak.

Aku melihat abang bakso yang dengan cekatan meracik bakso, tampaknya sangat gampang, lebih gampang dari membayar hutang dan berekspansi bisnis. Tapi, benarkah hal itu lebih gampang? Selalu ada harga yang harus dibayar...

5 bulan kemudian...

Aku kembali lagi ke warung bakso seraya membawa banyak hadiah. Abang bakso sangat gembira ketika menerimanya.
"Melihat senyum seperti ini, abang tebak kalau perusahaan sedang baik-baik saja ya?" tanya abang bakso seraya menerima hadiah dengan senyum lebar.
Aku mengangguk dan tertawa.
"Ah iya, abang baca di majalah 2 minggu yang lalu," beliau menaruh hadiah, masuk ke bilik warung, dan membawa majalah seraya membolak-balikkan halaman. Si abang berhenti dihalaman yang ada fotoku, "Ini."
Aku tersenyum. Sebulan yang lalu aku memang pernah di wawancara eksklusif oleh sebuah majalah bisnis. "Berkat semangat dari abang waktu itu. Adek jadi kerja keras lagi."
"Alhamdulillah. Semua pasti ada balasannya ya."
"Yah, walaupun ntah apa yang akan terjadi nanti, tapi adek akan terus berusaha. Tidak akan menyerah. Kalau pun mau menyerah, nanti adek datang lagi ke warung abang. Abang kasih nasehat lagi ya!"
"SIAP!" katanya sambil memberikan jempol.

Pada akhirnya, konsistensi, pantang menyerah, mau belajar, dan berdoa 🤲 kepada Pemilik langit dan bumi, akan menyelesaikan semua masalah. SEMANGAT!

September 19, 2019

Kontrol Gigi

Tidak banyak yang dilakukan oleh Orthodentist saya ketika kontrol kemarin. Hanya mengecek celah gigi yang lebih rapat dari bulan sebelumnya. Fokus sekarang memang hanya merapatkan celah dan menjaga gigi saya tetap sehat selama masa pemasangan kawat gigi. Kondisi gigi saya alhamdulillah sehat walaupun sempat gusi berdarah sewaktu menyikat gigi, dan rahang gigi pun baik-baik saja.
Sudah lurus
Sebenarnya memakai karet gigi berwarna bening itu lebih sulit perawatannya. Kalau mau makan nasi padang dimana kuahnya banyak mengandung kunyit yang berwarna kuning, pasti akan berdampak pada warna karet. Untuk mengurangi warna kuning tersebut, saya sudah bisa dipastikan menggunakan pasta gigi yang mengandung pemutih. Biasanya setelah sikat gigi, warna kuning pada karet gigi akan berkurang dan saya jadi lebih percaya diri.

Teman-teman saya menyarankan untuk memakai kawat gigi berwarna hitam saja😆😆 supaya nggak sulit dirawat. Yakaleee pakai warna hitam😅. Kalau di foto nanti malah aneh banget, seperti nggak bersih menyikat gigi. Hahahaha! Tapi ternyata banyak lho orang-orang yang pakai kawat berwarna hitam. Mungkin karena malas mempertimbangkan perubahan warna karetnya.

Oke deh, berikut harga yang saya bayar:
Konsultasi dan kontrol Orthodentist Rp. 275,000
Karet Elastis Rp. 40,000
Servis Rp. 25,000
Total Rp. 340,000

Saya bingung harganya sering berubah-ubah😅. Ya sudahlah.

September 13, 2019

From Bajawa to Ende

Selesai berendam di Air Panas Malanage, kami kembali melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya yaitu kota Ende, tempat dimana Danau Kelimutu berada. Dibutuhkan waktu lebih dari 4 jam untuk menuju kota tersebut. Huft, kita sudah terlalu lelah di perjalanan tapi masih berusaha untuk kuat sampai di kota terakhir. Kepala masih puyeng 😵😵, mungkin karena kekurangan cairan akibat muntah parah banget semalam dan diare tadi pagi. Seharusnya bawa oralit nih untuk mencegah kehilangan cairan tubuh. Alhamdulillah saya tetap sehat sampai waktunya pulang.
Kabutttt
Sepanjang perjalanan, turun kabut sangat tebal seperti asap. Jangan tanya betapa dinginnya udara disitu sampai-sampai kami lebih baik berada di dalam mobil. Belum lagi angin membuat suasana terasa seperti saya sedang berada di luar negeri. Ini Indonesia apa Sydney😅? (Perbandingannya dengan Sydney karena ketika menulis blog ini saya baru pulang dari Australia.

1. Manulalu Bed and Breakfast
Pengalaman dari beberapa hari sebelumnya dimana kita nggak boleh telat makan (baik siang maupun malam) daripada nanti malah masuk angin dan muntah-muntah lagi. Kali ini bapak supir mengajak ke sebuah resto mewah yang (seharusnya) memiliki pemandangan alam nan indah. Sayangnya, kemarin kabut terlalu tebal, sehingga kami tidak bisa melihat gunung sambil makan siang.
Interior ruangan
Setelah memesan makanan, saya masih harus ke toilet karena perut masih mules. Sekalian bersih-bersih sebelum shalat. Enak banget toiletnya karena bersihhhh. Teringat tadi di Kampung Bena😣 kotor banget. Maunya tempat wisata yang terkenal harus diperhatikan kebersihan toilet karena akan dinilai oleh wisatawan.
Shalat diantara kabut
Saya minta tempat untuk shalat pada karyawan resto dan katanya saya boleh memilih tempat dimana saja. Mereka menyarankan shalat diatas (roof top) karena lebih tenang. Sewaktu saya keatas, memang suasananya tenang sih, tapi kabutnya teballll banget. Sudah seperti asap yang mengelilingi saya ketika sedang shalat. Karena ini adalah pengalaman unik, sekalian saya menyuruh Rezki untuk mengambil foto ketika saya shalat agar bisa mengenang suasananya.

Selesai shalat, makanan pun dihidangkan. Ntah karena saya lapar, jadi rasa makanannya menjadi enak banget. Menunya mie goreng, nasi goreng, gado-gado, dan lainnya versi restaurant, sehingga harganya diatas 50rban semua. Maklumlah, tempatnya aja mewah, makanya harga makanan dan minuman agak mahal. Yang penting masih sesuai dengan selera saya.
Mie Goreng
Gado-gado
Harga makanan
Saya sempat mengobrol dengan karyawan resto yang katanya beliau juga mantan tur guide Waerebo. Katanya, Manulalu ini milik orang lokal yang dulunya suka berpergian ke luar negri. Makanya resto ini sangat memperhatikan kebersihan, rasa makanan, pemandangan, yang disukai para turis asing. Kalau dilihat sih memang desain interior dan dekorasi restonya saja keren banget. Kalian harus datang kesini deh.

2. Pantai Penggajawa
Setelah berkendara dua jam lebih dari Manulalu, sudah tertidur, terbangun, tidur lagi, bangun lagi, akhirnya sampai ke sebuah Pantai. Sebenarnya pantai ini sudah tutup karena menjelang magrib, tapi bapak supir memaksa untuk buka😅 dan akhirnya dibuka. Awalnya mau menikmati matahari terbenam disini, tapi mendung banget. Jadi hanya bisa menikmati pantainya saja.

Yang menarik dari Pantai Penggajawa ini adalah memiliki batu dengan warna gradasi biru muda yang sangat indah. Sayangnya karena sudah malam dan suasana mendung, saya jadi tidak bisa memotret keindahan batunya. Sempat melihat foto di internet di siang hari ketika batu-batu baru terhempas ombak dan basah, sungguh indah gradasi warnanya😍. Bahkan ada yang berwarna pink dan hijau botol.
Gradasi batu
Biar lebih jelas
Beberapa sumber yang saya baca kalau batu-batu ini berasal dari dalam laut yang dibawa ombak menuju pantai. Makanya warnanya indahhh banget😍. Batu-batu ini juga diperjualkan ke Bali seharga Rp. 25,000-Rp. 30,000 per kilo. Murah banget ya! Kasihan pengepul batu dan saya jadi khawatir juga batu-batu ini bisa habis.
Menikmati pantai
Warna batu
Hijau botol
Tidak ada lagi kegiatan yang bisa dilakukan di pantai selain mengambil foto bebatuan. Setelah itu suasana mulai semakin dingin yang membuat kita semua harus memakai jaket. Berhubung masih harus menempuh jarak 2 jam lagi menuju Ende, kami memutuskan untuk ngemil gorengan dulu sebelum melanjutkan perjalanan.
Pisang goreng sambal penyet 😂😂😂
Ubi goreng sambal penyet
Kita memesan pisang dan ubi goreng, serta kelapa muda yang berwarna oranye. Dulu di rumah saya di komplek PT PIM, saya punya pohon kelapa oranye tapi sudah lupa rasanya 'gimana. Ternyata air dan daging buah kelapa oranye ini enakkkk banget ya🤤🤤. Oh ya, orang Flores suka memakan gorengan dengan sambal yang kalau di Jakarta menjadi teman untuk menikmati ayam penyet😆. Agak aneh, tapi kita tetap suka kok.
Kelapa Oranye
Foto Bareng
Setelah menyantap cemilan, kita melanjutkan perjalanan menuju Ende. Yang paling menyeramkan adalah jalan tertutupi kabut super tebal sampai-sampai jarak pandang hanya 1 meter. Bapak supir menyetir mobil sampai harus fokus melihat jalan apalagi kiri dan kanan jurang😱😱. Saya berdoa sepanjang jalan agar Allah menjaga kita dalam perjalanan. Kebayangkan seolah-olah menuju tempat di film-film horor, padahal nggak horor juga sih.

Alhamdulillah kami sampai di penginapan Ende jam 8an malam. Kita menaruh koper di kamar, lalu kembali ke ruang makan dengan laptop masing-masing. Kata siapa jadi pengusaha enak? Padahal tetap harus bekerja dimana-mana dan banyak kerjaan yang harus diselesaikan hari itu juga.

Beberapa teman-teman turis sampai heran memperhatikan kita semua memainkan laptop, padahal besok kita harus bangun jam 4 pagi untuk mengejar sunrise di puncak Danau Kelimutu. Kita berada di ruang makan sampai jam 11 malam, baru masuk kamar. Saya bahkan sempat mandi dulu baru tidur, sedangkan Debby dan Kakros udah tidur duluan.

Baiklah, besok kita akan berangkat ke Danau yang paling terkenal di Indonesia, Kelimutu. Sampai jumpa!

Follow me

My Trip