Oktober 29, 2019

Gua Rangko

Seperti yang saya ceritakan di postingan sebelum ini, semalam kami tidur jam 1 dini hari, besoknya harus bangun shalat Shubuh dan bersiap untuk ke destinasi berikutnya. Pukul 5:45 saja mobil yang kita sewa sudah menjemput, sedangkan kita masih bergantian cuci muka dan ganti baju. Pukul 6:05, kita sudah siap untuk berangkat ke Gua Rangko yang terletak di Desa Rangko, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Labuan Bajo, seraya membawa sarapan yang sudah disediakan oleh hotel.

Destinasi wisata Gua Rangko ini baru saja ngehits sejak banyak selebgram memposting keindahan warna air laut yang terdapat di dalam gua. Matahari baru saja terbit ketika kami menuju desa ini dan saya merasa ngantuk sekali. Dari Sylvia Resort ke Desa Rangko memakan waktu kurang lebih 30 menit. Sesampai di desa, supir kita menawar harga perahu kepada penduduk setempat dan kami mendapatkan harga Rp. 50,000 perorang.
Bersiap berlayar kembali
Untuk menuju ke Gua Rangko kita memang harus menempuh perjalanan menggunakan perahu. Baru saja udahan naik kapal kemarin, sekarang naik perahu (lagi). Belum pulih dari perasaan terombang-ambing, sekarang balik lagi rasa 'goyang' tersebut. Walaupun demikan, kami sangat antusias menuju Gua Rangko. Sepanjang perjalanan kita akan dimanjakan dengan hamparan laut jernih. Waktu tempuh perjalanan mungkin hanya 15 menit ditemani anak-anak yang mengendarai kapal. Tidak ada orang dewasa yang menemani kami ke Gua Rangko.
Selamat datang
Setelah sampai, seharusnya kita membayar tiket masuk terlebih dahulu. Tapi karena masih terlalu pagi dan objek wisata ini seharusnya belum buka, jadi kita bisa langsung masuk. Jangan salah, kita harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menelusuri jalan setapak dan mendaki bebatuan selama kurang lebih 5 menit untuk sampai ke mulut gua. Huft, mendaki lagiii... Sudah capek sekali. Saya sarankan untuk memakai alas kaki yang menggigit karena batu-batunya licin agar kita tidak terpeleset.
Jalan setapak
Mulut Gua
Ketika tiba di mulut Gua, saya teman-teman mulai merasa takut untuk turun karena suasana Gua gelap sekali😰. Ada perasaan takut menghinggap sampai kita bertanya sama anak kapal apakah Gua ini aman? Apakah ada binatang seperti ular atau buaya (mana ada buaya di laut)? Atau hiu mungkin? Anak itu bilang, "Tenang aja, aman!" Kami meyakinkan hati, baru turun ke dalam Gua yang masih gelap. Anak itu pun ikut turun dan bilang, "Kalau mau bagus dan masuk cahaya matahari, mending kesini diatas jam 12 siang." Mana mungkin kita kesini jam segitu karena sudah ada jadwal penerbangan kembali ke Jakarta.
Danau air asin di dalam Gua
Sesampai di dalam Gua, ada rasa sesak karena pengap. Seolah-olah jadi sulit bernafas. Tapi tubuh beradaptasi dengan cepat. Mulai bisa bernapas seperti biasa. Ada beberapa kelelawar yang hinggap di stalaktit yang memenuhi langit Gua. Ketika kita datang, mereka berterbangan. Untung jumlahnya hanya sedikit. Karena masih terlalu gelap di dalam Gua, kami memutuskan untuk naik dan sarapan terlebih dahulu selagi mengulur waktu agar matahari mulai naik. Hal ini termasuk pengalaman yang unik karena saya nggak pernah sarapan di mulut Gua sebelumnya.
Mari sarapan
Setelah 30 menit sarapan, matahari mulai sedikit lebih terang dari sebelumnya. Kami turun lagi ke dalam Gua dan mencoba menikmati suasana. Teman-teman turun terlebih dahulu ke danau air asin, sedangkan saya menjadi juru foto. Saya harus berpijak di stalagmit yang benar agar tidak terpeleset karena sangat licin. Bayangkan stalakmit begitu banyak bagian yang tajam dan saya harus berdiri diantaranya. Saya jadi harus terus waspada dan mempertahankan keseimbangan agar tidak terjatuh.
Berfoto di pinggir danau
Kita bergantian mengambil foto. Setelah itu semuanya turun ke danau untuk bermain air atau berenang. Awalnya kita takut karena sunyi sekali tempat ini. Suara cipratan air yang mengenai dinding Gua pun terasa menyeramkan. Masih merasa takut ada binatang misterius yang tiba-tiba muncul. Tetapi setelah beberapa menit berlalu, kita mulai menikmati suasana. Kita terus bermain air, tertawa, berfoto, merekam video, serasa Gua dan danau milik pribadi. Sampai tiba waktunya harus kembali karena kami mengejar jadwal penerbangan. Para wisatawan pun mulai berdatangan. Ada yang langsung turun, ada yang malah balik lagi karena cahaya matahari belum masuk.
Tempat membeli tiket masuk
Kami pun berjalan pulang. Sampai di dermaga, petugas menagih tiket masuk seharga Rp. 20,000 perorang. Saya kira karena udah masuk, nggak akan ditagih lagi😬. Gua Rangko adalah destinasi terakhir kita sebelum pulang ke Jakarta. Ada rasa sedih juga karena liburan telah usai. Seolah baru kemarin kita mendarat di Bandara Komodo dan langsung ke Wae Rebo, sekarang sudah harus kembali.
Mari pulang~
Berlayar pulang
Kita kembali ke hotel, mandi, dan bersiap untuk check out. Perjalanan dari Sylvia Resort ke Bandara Komodo memakan waktu 40 menit. Setelah tadi naik perahu, sekarang naik mobil, ada rasa pusing juga di kepala. Sepertinya sampai di Jakarta, saya bakalan tidur seharian untuk menyeimbangkan kepala yang rasanya trus bergoyang.

Sesampai di Bandara, kami check in bagasi, lalu mencari makan siang. Selayaknya bandara, harga makanan mahalnya nggak masuk akal. Padahal di kantin biasa dan cuma mau memesan ayam bakar saja Rp. 60,000😱. Akhirnya kami memutuskan makan siang di Exotic Komodo Resort (hotel tempat kita menginap sebelum berlayar) yang berlokasi pas di depan Bandara. Selain menunya banyak, makanan enak, tempatnya bagus, harganya juga nggak semahal kantin bandara. Kita makan sambil bermain Pokemon bareng-bareng, sampai akhirnya harus naik pesawat. Sampai jumpa lagi Labuan Bajo, semoga suatu hari bisa kesini lagi aminnn🤲.

Selama di pesawat, saya tidur sampai ke Jakarta. Setelah itu berpamitan pada teman-teman dan kita semua pulang ke rumah masing-masing. Saya seperti biasa naik bus bandara Hiba Utama menuju Depok. Di perjalanan menuju Depok saya tidur lagi. Sampai rumah, saya beberes sebentar, pesan makanan favorit, mandi, lalu tidur lagi. Sepertinya saya tidur selesai adzan Isya dan shalat (kira-kira jam 7 malam), dan bangun besok di waktu shalat Shubuh. Setelah itu tidur lagi sampai jam 8 pagi. Rasanya badan ini pegal sekali, tapi hati senang bukan kepalang. Alhamdulillah masih diberikan kesehatan oleh Allah subhanahu wata'ala untuk menyelesaikan perjalanan ini dengan baik, sehat, selamat pergi dan pulang.

Sampai jumpa di tulisan saya berikutnya mengenai Australia, Insya Allah 👋👋👋.

Sumber:

Oktober 26, 2019

Gugusan Bintang di Labuan Bajo

Alhamdulillah, akhirnya tiba juga di daratan setelah dua hari terombang-ambing di lautan. Guide Sailing Komodo kemudian mengantarkan kita ke Sylvia Hotel & Resort Labuan Bajo. Untung juga memilih hotel bagus di malam terakhir. Selain bisa beristirahat, kita juga bisa menikmati pemandangan di sekitar hotel. Hotel ini menghadap ke laut dan kita bisa menikmati matahari terbenam langsung dari lobi hotel.
Matahari terbenam, tapi tertutup awan mendung
Seperti biasa, saya, Kakros, dan Debby sekamar bertiga. Debby duluan mandi, sedangkan saya dan Kakros bekerja sejenak. Setelah itu saya mandi juga. Huff setelah berenang di beberapa laut dan belum membilas badan lagi, akhirnya bisa mandi air panas sampai puas🥰. Yang lucu adalah efek terombang-ambing di lautan masih terasa. Sewaktu saya memejamkan mata ketika air dari keran shower mengguyur, rasanya seperti bergoyang. Saya sampai pegangan di sisi dinding kamar mandi karena takut terjatuh dan perasaan 'goyang' itu terus-terusan ada sampai sudah pulang ke Jakarta.

Setelah saya mandi, Kakros yang terakhir. Rasanya segar banget sudah bisa mandi cantik. Setelah semua mandi, kita pakai sweater atau jaket anti angin (takut masuk angin karena di pinggir pantai), lalu keluar dari kamar menuju resto tanpa dandan ataupun pakai apa pun di muka. Biarkanlah muka tanpa makeup atau pelembab sekali-kali setelah kena air laut dan panas matahari. Teman-teman cewek juga nggak ada yang pakai apa pun di muka. Kita keluar cari makan dengan muka seadanya😅.

Ternyata bukan cuma saya doang yang merasa 'goyang' sewaktu sedang mandi, tetapi teman-teman juga merasa begitu. Bahkan udah duduk di kursi dan mau memesan makanan saja kita masih terasa goyang😅. Segini banget kah efek kapal di laut dan jalan berkelok-kelok di Flores😅? Nggak apa-apa, yang penting senang. Kita terus ngobrol selagi makan sambil tertawa ngakak (menertawakan ke-absurb-an selama berlayar). Bahkan nggak ada satu pun dari kita yang memotret makanan untuk dokumentasi saking serunya mengobrol. 

Sampai akhirnya sudah pukul 10 malam, Kakros mengajak kita mencari Milky Way. Dia masih penasaran banget untuk mendapatkan foto Milky Way di Flores. Sebenarnya kami masih ada jadwal besok ke Rangko Cave jam 6 pagi🤪 yang membuat saya agak malas mencari Milky Way. Takut kurang tidur. Rezki sih sudah menyerah dan kembali ke kamar untuk tidur duluan. Sisa kita berempat. Kakros bilang, "Ya udah, kita nyari Milky Way-nya 15 menit aja, trus balik ke kamar deh." Saya rasa 15 menit waktu yang cukup untuk memotret bintang. Ngapain juga lama-lama 'kan?

Saya, Kakros, Debby, dan Satrio akhirnya pergi ke pinggir pantai. Saya memancangkan tripod dan mulai menghadap ke langit, mencari bintang-bintang yang berkerumunan. Sebagai informasi, tanda-tanda Milky Way terlihat adalah adanya kerumunan bintang di satu sisi yang bisa terlihat dengan kasat mata. Saya mulai memotret sekali, dua kali, dan melihat hasilnya dimana gugusan bintang ini Masyaaa Allahhh indah sekaliiii🤩. Sekalinya mendapat foto gugusan bintang yang indah, jadi ingin mencoba. Sekaligus mengajari teman-teman, lalu mereka masing-masing improvisasi sendiri sesuai dengan setting-an di kamera masing-masing.
Milky Way
Ada bintang jatuh, cobain lihat dengan seksama
Kita terus-menerus mengambil foto. Pindah posisi karena terkadang terkena lampu hotel, menyesuaikan cahaya yang masuk ke kamera, diskusi bareng-bareng, sampai-sampai tidak terasa sudah pukul 12.30 malam😱😱😱! Ya Allah, hal ini sangat mengasyikkan dan nggak terasa waktu berjalan begitu cepat. Apa juga tadi rencana mau 15 menit doang😱?? Kami langsung menyetop kegiatan mencari Milky Way dan membereskan peralatan. Kita kembali ke kamar masing-masing. Saya jadi merasa menemukan hobi baru semenjak mendapatkan foto Milky Way yang mungkin masih jauh dari kata sempurna. Jadi pengen banget ngetrip lagi ke tempat yang benar-benar nggak ada cahaya lampu, sehingga bisa mendapat foto lebih indah.
Betapa banyak bintang di langit
Sesampai di kamar, saya shalat dulu sedangkan Kakros dan Debby masih membahas keseruan mencari Milky Way tadi. Selesai shalat baru kami tidur. Bayangkan kita baru tidur jam 1 malam, lalu besok harus bangun jam 5.15 pagi untuk shalat Shubuh dan bersiap-siap ke Rangko Cave. Nanti akan saya posting lagi ya ceritanya. 

Sampai jumpa!

Oktober 22, 2019

Sailing Komodo Part 6 : Live on A Boat

Setelah bercerita panjang lebar tentang pulau-pulau di Kepulauan Komodo, pantai, dan tempat snorkeling, sekarang saya akan membahas bagaimana kehidupan selama menginap dua hari satu malam di kapal. Menjelajah Flores dan Kepulauan Komodo sebenarnya merupakan perjalanan saya bersama Rancupid Travel dalam rangka survey untuk mengetahui kondisi di lapangan bagaimana daerah Timur Indonesia dan memperkaya wawasan nusantara. Kita sudah riset (agar paham bagaimana medannya) selama kurang lebih 2 mingguan mengenai daerah ini sampai memutuskan untuk memulai perjalanan.

Untuk kapal, kita mencari-cari puluhan agen terpercaya dan me-lobi mereka untuk mendapatkan fasilitas yang oke dengan harga murah walaupun hanya terdiri dari 5 orang. Kebanyakan kapal mempunyai minimal penumpang, rata-rata 10 orang untuk kapal kecil dan 20 orang untuk kapal besar. Alhamdulillah kami mendapat agen kapal yang baik, murah, dan bisa hanya untuk 5 orang. Viro, guide yang menemani kita selama perjalanan pun sangat membantu. Bahkan mau membuatkan teh, kopi, dan mengambil foto-foto kita. Mereka juga menyediakan kue-kue🧁 untuk cemilan di kapal. Pokoknya kalian nggak akan kelaparan deh.

Pelayaran pun dimulai. Karena agak trauma dengan muntah parah banget di jalan menuju Bajawa, saya dan teman-teman minum antimo. Kita jadi nggak mabok sih, tapi bawaannya ngantuk sekali😴. Kakros bahkan tertidur pulas dalam kondisi terjemur dan baru bangun ketika makan siang. Cowok-cowok udah pada snorkeling di Manjarite pun Kakros nggak sadar😄. Kita memang kurang tidur, ditambah antimo malah bikin teler banget😴.
Mari makan guys
Habiskan semua
Waktunya makan siang. Kita disuguhi nasi, sayuran tumis, ikan, udang, dan terong. Tidak lupa pisang dan semangka sebagai makanan penutup. Menunya sederhana, tapi enak banget. Karena kita kecapekan mendaki di Pulau Kelor, dan cowok-cowok kecapekan berenang, jadilah kita makan dengan lahap. Memang sih saya dan teman-teman paling pantang menyisakan makanan. Semua makanan bisa kita makan sampai habis dan bersih. Awak kapal pun senang sekali karena makanan mereka bisa kita nikmati dengan lahap. 
Sambil mengobrol seru
Biasanya sesi makan adalah waktu yang tepat untuk ngobrol dan melihat-lihat foto yang baru diambil, seraya kapal terus berjalan ke Pulau selanjutnya. Destinasi kita setelah makan siang adalah Pulau Komodo dan Pulau Kalong. Baru kemudian kapal kembali berlayar menuju Pulau Padar untuk bermalam disana. Oh ya, setiap kapal menyediakan air tawar untuk mandi dan cuci muka, sedangkan air laut untuk toilet. Saya sempat salah membuka keran dan berwudhu dengan air laut. Duh aneh banget rasanya kumur-kumur dengan air laut. Mulut jadi kebas dan lidah keasinan😩.

Kami mengira bermalam di laut pasti bakalan kepanasan. Ternyata masalah yang kita hadapi adalah angin laut yang berhembus begitu kencang. Awalnya kita masih bertahan dengan memakai baju biasa, baru beberapa menit kemudian mulai nggak tahan. Kita semua sampai mengambil sweater atau jaket anti angin agar tidak kedinginan.
Kedinginan
Seperti biasa sesi makan adalah waktu mengobrol. Karena malam di kapal dengan suasana gelap gulita dan banyak bintang, yang bisa kita lakukan hanya mengobrol. Mau menikmati pemandangan udah nggak mungkin karena suasana gelap gulita. Kita masing-masing bercerita, bercanda, curhat, untuk mempererat pertemanan, tanpa gadget. Alasan sebenarnya nggak mau main hp karena sinyal agak susah dan kapal terlalu goyang. Mau melihat layar hp takut muntah. Mending ngobrol sama teman-teman sambil makan.
Makan malam
Setelah makan, karena kami semua berbisnis online, maka tiba waktunya untuk bekerja. Kita sudah mengecas laptop masing-masing sebelumnya dikamar ketika makan malam, supaya bisa dibawa ke dek kapal tanpa kabel-kabel yang bikin berantakan. Oh iya, untuk koneksi internet, yang paling kencang adalah Telkomsel. Provider lainnya nggak ada yang kuat di atas laut. Awalnya kita bekerja di atas meja, tapi karena harus konsentrasi membaca banyak hal di laptop, malah bikin pusing. Ombak pun mulai kurang bersahabat dan kita jadi harus buru-buru menyelesaikan pekerjaan sebelum pada muntah nantinya🤢.
Masih duduk awalnya
Akhirnya saya dan Satrio udah nggak kuat karena pusing😵, dan kami mulai berbaring sambil menaruh laptop diatas perut. Posisi tiduran lumayan meredakan mabok laut, tapi kita jadi sulit bekerja. Kalau mau mengetik dengan dua tangan, laptop harus disandarkan ke meja. Tidak jarang saya mengetik dengan satu tangan dan jadilah lama sekali pekerjaan kita selesai.
Posisi bekerja
Serius!
Akhirnya kami pun menyerah dan menutup laptop. Kita menaruh laptop di kamar masing-masing, lalu mengambil kamera. Bintang banyak banget dan beberapa ada yang membentuk rasi bintang. Mending belajar memotret bintang aja daripada ngerjain kerjaan😅. Kita juga mau sekalian belajar mengambil Milky Way. Sayangnya, memotret bintang di atas kapal tidak akan pernah berhasil. Mau sehebat apa pun fotografernya, memotret bintang harus diatas tanah datar tanpa ada goyangan sedikit pun. Pukul 12 malam lebih, kita masuk kamar dan tidur. Debby sepertinya udah ketiduran sejak jam 9 malam, sedangkan saya dan Kakros pasti tidur telat. Sempat agak pusing tidur dalam kondisi goyang-goyang, tapi rasa ngantuk mengalahkan semua itu.
Kamar cowok
Susah mengambil semua ruangan karena nggak difoto pakai GoPro
Kamar cewek-cewek
Besoknya, kami sarapan nasi goreng dan telur dadar sebelum mendaki bukit di Pulau Padar untuk mengisi tenaga. Kita makan banyak untuk sarapan karena tau bakalan mendaki ratusan anak tangga (lagi). Ketika turun dari bukit di Padar, kami membeli kelapa muda dan terheran-heran dengan rasa air kelapanya yang manissss banget. Sepertinya ini air kelapa termanis yang pernah saya minum selama saya hidup dengan daging buah yang lembut, sehingga gampang dimakan pakai sendok.
Menu sarapan
Menikmati kelapa manisssss banget
Setelah puas bermain dan berenang di Taka Makassar, kita pulang ke Labuan Bajo. Ntah karena terlalu lelah dan ombak tinggi, perjalanan 2 jam itu sangat membuat saya mabok laut. Saya sampai harus shalat sambil tiduran saking pusingnya karena kapal berayun.  Beberapa teman masih pada berfoto di atap kapal, sedangkan saya sudah terlalu pusing. Sempat minum antimo sih sewaktu makan siang, tapi efeknya bikin jadi ngantuk banget. Setelah shalat, saya ambil handuk dan menyelimuti diri sambil tiduran di dek kapal. Saya tidur sejenak dengan sangat nyenyak. Mana suasana di laut mendung, jadi enak banget tidurnya.
Mendung di tengah laut
Sekitar pukul 6 sore, kami merapat di Labuan Bajo. Alhamdulillah, akhirnya ketemu daratan juga. Barang-barang kita diturunkan semua dan kita berpamitan pada awak kapal juga Viro yang telah melayani dan menjaga kita selama perjalanan. Terima kasih banget untuk pelayanan yang kalian berikan😉. Kita juga bilang sama mereka bakalan ngeganti alat snorkeling yang sudah tenggelam di Pink Beach.

Malam ini kita akan menginap di SYLVIA HOTEL & RESORT. Nanti saya akan menuliskannya lagi ya. Sampai jumpa!

Oktober 17, 2019

Sailing Komodo Part 5 : Snorkeling and Pink Beach

Agak pusing memikirkan antrian postingan blog masih mengular naga panjangnya. Kalau nggak ditulis takut lupa. Kalau mau nulis, terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan yang akhirnya ngeblog jadi tertunda. Semoga semua postingan selesai di tahun 2019 juga supaya nggak menumpuk lagi di tahun depan. Belum lagi banyak rencana yang akan terealisasi dan 'harus' ditulis di blog juga. Ahh, memikirkannya saja sudah pusing😵😵😵.

Setelah puas membahas pulau-pulau di Kepulauan Komodo, sekarang waktunya membahas perairan. Sejak pertama kali naik kapal sampai besoknya saya nggak mandi karena berpikir bakalan mandi di beberapa laut. Lagian saya agak malas mandi di kapal dengan suasana goyang-goyang dan terombang-ambing. Masih bertahan untuk nggak mandi sampai hotel aja nanti. Walaupun demikian, saya tetap cuci muka dan sikat gigi kok. Hehehe😬. Baiklah, mari disimak beberapa spot snorkeling dan berenang berikut ini.

1. Pulau Manjarite
Manjarite merupakan nama sebuah pulau tak berpenghuni dan pulau kedua yang kami kunjungi setelah Pulau Kelor. Pulau tersebut memiliki tepi laut yang amat jernih, arus tidak terlalu kencang, dan hanya sedikit gelombang. Namanya memang belum terkenal bila dibandingkan Pink Beach, Batu Bolong, atau Taka Makassar, yang juga terdapat di Kepulauan Komodo. Mungkin karena Manjarite lebih ramah untuk snorkeling pemula, dibanding yang lain. 

Karena masih hari pertama dan agak ribet harus ganti baju renang, jadinya saya dan teman-teman cewek lainnya memutuskan untuk nggak snorkeling. Kalau cowok-cowok kan enak tinggal buka baju langsung masuk ke laut. Kalau cewek, apalagi yang menggunakan jilbab seperti saya harus banyak bongkar pasang. Mana baju renang cuma satu lagi yang saya bawa. Saya memberikan kamera GoPro kepada Rezki dan Satrio. Terserah deh mereka mau memotret atau merekam video sebanyak apa. Mereka udah siap-siap loncat dan berenang bersama Viro (guide). Viro sudah membawa beberapa helai roti yang katanya untuk memberikan makan ikan. Jadi teringat sewaktu snorkeling di Belitung dimana kita juga memberikan makan ikan.
Diserbu ikan
Lautnya tenang
Dari laporan teman-teman cowok, Manjarite merupakan spot yang banyak ikan. Walaupun terumbu karangnya agak sepi, tapi ikannya sangat banyak. Kalau mengeluarkan roti, semua ikan langsung menyerbu tangan kita. Bahkan tangan pun jadi digigit ikan😅. Saya dan Debby hanya melihat cowok-cowok dari kapal. Kalau Kakros sedang tidur dengan nyenyak sambil berjemur. Mungkin karena efek antimo, hahaha😂.

2. Pantai Merah Muda (Pink Beach)
Setelah dari Pulau Padar, tujuan wisata selanjutnya adalah Pink Beach. Sesuai namanya, pantai disini memiliki warna merah muda. Kalau kalian pernah ke Pink Beach di Lombok NTB, mungkin bisa sekalian mengunjungi pantai pink di Kepulauan Komodo, NTT. Selain itu, pantai ini juga termasuk salah satu dari 7 pantai di dunia yang memiliki pasir berwarna merah muda. Pantai-pantai lainnya adalah di Bahama, Bermuda, Filipina, Italia, Kepulauan Karibia dan Yunani. Tentunya kita tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk menyaksikan keindahan pantai berpasir pink karena ada di negara kita tercinta. Tampilannya persis sama seperti pantai-pantai merah muda di negara-negara lain tersebut.
Kegirangan di pantai pink
Santai🏖️
Sebagian orang mengatakan bahwa warna pasir pantai disebabkan oleh salah satu hewan mikroskopik bernama foraminifera yang hanya bisa diamati dengan mikroskop. Hewan ini menyebabkan warna merah pada terumbu karang. Namun ada pula yang mengatakan bahwa hal ini disebabkan terumbu karang merah yang hancur atau cangkang hewan laut. Kalau menurut saya, penyebabnya adalah terumbu karang merah karena kami sempat menemukannya beberapa kali. Hanya saja sewaktu snorkeling, nggak keliatan dimana terumbu karang merah di dasar laut. Mungkin harus menyelam lebih dalam lagi.
Butiran-butiran pink di pasir
Pantai Pink ini relatif sepi dan tenang, sehingga terasa seperti pantai milik pribadi. Hal ini dikarenakan pantai ini tak berpenghuni dan termasuk kawasan liar tempat tinggal para komodo. Karena itu kalian perlu berhati-hati ketika mengunjungi pantai ini jangan sampai bermain terlalu jauh, takutnya ketemu komodo. Saya hanya bermain disekitar pantai. Bahkan teman-teman serta awak kapal pada melompat dari atas dek kapal, dan saya dipercaya menjadi juru kamera😅. Kalau saya melompat juga, siapa yang ngambil foto nantinya? 
Bermain di sekitar kapal
Meloncat dari kapal
Selesai melompat sana-sini, waktunya snorkeling. Kalau dibandingkan di Pulau Menjangan Bali, terumbu karang di Pink Beach tidak begitu bagus. Tidak terlalu banyak variasi warnanya. Ikan-ikan pun agak sedikit, masih lebih banyak di Pulau Manjarite. Mungkin memang Kepulauan Komodo lebih bagus untuk para penyelam atau free diving di kedalaman 10-15 meter. Duh, ntah karena faktor usia dan pernah beberapa kali hampir tenggelam dan terbawa arus, jadi agak serem mau free diving. Padahal dulu di Kepulauan Derawan, saya nggak capek-capek berenang😆😆.
Terumbu karang
Variasi warnanya sedikit
Oh ya, sewaktu selesai berenang, Satrio menaruh alat snorkeling di pinggir pantai dan ntah kenapa tiba-tiba menghilang. Mungkin terbawa ombak. Jadilah teman-teman serta awak kapal berusaha mencari sebisa mungkin. Sebenarnya saya udah mau bilang, nggak usah dicari lagi, biar kita ganti aja. Tapi Viro tetap bersikeras untuk mencari dan berakhir nihil. Kan jadi buang-buang energi. Terlalu sulit mencari benda sekecil alat snorkeling dibanding lautan seluas ini. Akhirnya mereka nggak nyari lagi dan naik ke kapal.

3. Taka Makassar
Destinasi berenang terakhir adalah Pulau Taka Makassar masih di Kepulauan Komodo, bukan di Makassar😀. Pulau kecil ini memiliki struktur berupa hamparan pasir putih yang diselingi dengan rerimbunan ilalang di bawah laut. Karena ukurannya yang sangat kecil, pulau ini hanya muncul ketika air laut tengah surut. Sementara itu, ketika air pasang, permukaannya bakal tertutupi oleh permukaan air laut. Saya agak takut ketika kapal parkir agak jauh dari pulau. Pas waktu saya masuk ke laut, ternyata arusnya kencang banget membuat saya jadi tambah takut. Memakai pelampung pun bukan solusi kalau arus deras. Malah kebawa arus barengan sama pelampung.
Air sangat jernih
Akhirnya Kakros meyakinkan saya untuk turun dan dia akan menemani saya seraya berenang. Viro juga ikutan berenang bersama saya. Barulah saya mencoba turun dan beberapa kali saya terbawa arus, tapi tetap berpegangan pada Viro dan Kakros. Sampai akhirnya Viro keram dan minta tolong😨😨😨😨. Saya dan Kakros terdiam, sedangkan Viro dengan sekuat tenaga berenang ke kapal lain. Awak kapal langsung sudah bersiap untuk menolong Viro sampai dia akhirnya bisa naik ke kapal dan beristirahat. Saya jadi tambah takut deh😨. Tapi akhirnya Rezki datang membantu Kakros membawa saya ke Pulau. Duh, kalau diingat-ingat, sangat dramatis pada saat itu.
Taka Makassar
Taka Makassar biasa disebut juga Pulau Gosong atau pulau yang tidak jadi. Rumput dan ilalang merupakan satu-satunya penghuni pulau kosong ini. Sebenarnya kalian bisa snorkeling lebih dalam bahkan bertemu dengan Pari Manta. Hanya saja karena arus laut yang kencang dan Pari Manta baru bisa ditemui di kedalaman diatas 5 menter, kami tidak boleh berenang disana. Kita menuruti saja apa kata Viro daripada nanti terjadi hal-hal tidak diinginkan seperti terbawa arus.
Mari berenang
Walaupun sudah duduk-duduk cantik di Pulau, arus laut tetap kencang di pinggir pantai. Saya berusaha berenang untuk mengalahkan takut. Ehh, tanpa sadar selalu terbawa ke tengah laut. Duh, udahan deh berenangnya. Saya main di pantai aja sambil luluran, hehehe🤭. Saya dan teman-teman beberapa kali menemukan terumbu karang merah yang belum hancur. Sepertinya memang terumbu ini yang menyebabkan pantai menjadi berwarna pink.
Serpihan terumbu karang pink
Kejernihan air laut
Setelah puas bermain, sudah waktunya kembali ke kapal. Saya langsung merasa takut lagi karena harus berenang lagi. Untungnya awak kapal akhirnya bisa menjemput kami ke bibir pantai tanpa harus berenang jauh. Fiuhhh, lega banget rasanya. Kayaknya saya harus menjadwalkan waktu untuk belajar berenang di laut lagi seperti dulu. Kayaknya sekarang sudah merasa takut banget snorkeling ntah kenapa. Padahal di Menjangan Bali dua tahun yang lalu masih berenang tanpa pelampung. Mengapa oh mengapa😱😱😱! Tapi hal ini tidak akan membuat saya gentar. Tunggu saja sampai saya jago berenang dan free diving lagi. Aminnnn🤲.

Oktober 15, 2019

Masih Ada Celah Gigi

Kalau dilihat dari kasat mata, memang tampaknya gigi saya udah rapi-rapi aja. Palingan masih menyesuaikan rahang yang kadang miring ke kiri, atau kadang miring ke kanan (tergantung lebih banyak mengunyah di bagian mana). Belum lagi karena gigi pojok sudah dioperasi, jadi barisan gigi bawah masih dalam proses pengaturan kembali. Kali ini giliran gigi pojok bawah sebelah kanan yang jadi sering nyut-nyutan. Apakah harus dicabut juga?😱

Ternyata celah taring gigi saya susah sekali rapat. Udah ditarik sekuat tenaga dengan kawat yang dililit-lilit ke gigi tapi tetap saja masih bercelah. Seharusnya gigi geraham atas sudah dibantu penarikannya menggunakan karet elastis, tapi masih enggak maju-maju juga. Dokter aja sampai bilang, "Duh, lama banget ya celahnya rapat." Padahal saya sudah cukup menuruti saran dokter untuk tidak makan yang keras-keras dan selalu pakai karet elastis.
agak miring ke kanan
Kali ini Orthodentist melilitkan kembali kawat gigi dengan lebih kencang, sampai saya merasa agak kesakitan. Lalu menambah karet elastis dua kali lipat. Setelah saya coba pasang karet, tambah kencenglah gigi saya. Mau buka mulut aja jadi agak susah, apalagi makan makanan keras. Tapi seperti biasa, saya selalu menurut saran dokter jadi pasrah saja. Dokter pasti lebih tau yang terbaik.

Doakan celah di gigi saya cepat rapat ya. Sampai jumpa!

Service Charge Rp. 25,000
Konsultasi dan kontrol Orthodentist Rp. 275,000
Karet Elastis Rp. 120,000

Oktober 11, 2019

Sailing Komodo Part 4 : Pulau Padar

Dulu saya pernah menginap di kapal besar ketika akan berpergian dari Medan ke Jakarta, tapi menginap di kapal kecil (kalau dibandingkan kapal layar antar pulau yang bisa mengangkut ribuan orang) baru kali ini. Guide bilang kalau kita akan menginap di lautan sekitar Pulau Padar karena ombaknya lebih tenang. Tapi setenang apa untuk orang-orang seperti kita yang baru pertama kali menginap dan harus bekerja diatas kapal😵.

Oh ya, banyak cerita seru selama di kapal. Hanya saja supaya postingan saya terfokus, jadi akan saya tuliskan nanti walaupun sebenarnya ada juga bagian cerita di Pulau Padar. Saya ingin membahas cerita pulau-pulaunya terlebih dahulu, baru nanti akan menuliskan tentang cerita-cerita seru selama perjalanan.

Awalnya Viro (guide) mengajak kami untuk melihat matahari terbit di puncak Pulau Padar jam 4 shubuh. Berdasarkan pengalaman ke Gunung Kelimutu untuk mengejar sunrise dan berakhir dengan suasana kabut dan hujan, belum lagi kurang tidur di malam hari terus harus bangun di pagi hari itu rasanya capek banget, dan juga susah nantinya mau shalat Shubuh dimana, maka kami memutuskan untuk tidak mengejar sunrise. Udah hari-hari terakhir menjelang kepulangan ke Jakarta dimana energi sudah hampir habis terkuras, lebih baik memanfaatkan banyak waktu tidur daripada bangun terlalu pagi.

Malam itu juga kami tidur terlalu larut sekitar pukul 12 malam karena keasyikan belajar memotret Milky Way (walaupun mana mungkin bisa memotret bintang di atas kapal). Keesokan paginya sekitar pukul 5, saya bangun shalat Shubuh. Teringat semalem saya tidur dengan posisi menghadap ke kanan dan terkapar tanpa menggunakan selimut (padahal AC pada suhu 16), lalu bangun dengan posisi yang sama. Seraya mengumpul nyawa dulu untuk berwudhu, saya merasa kapal mulai terlalu goyang. Saya berjalan ke kamar mandi dengan berpegangan, berwudhu, lalu kembali ke kamar untuk shalat sambil duduk. Itu pun sudah pusing sekali. 

Selesai shalat, saya berusaha untuk tidur lagi tapi nggak bisa. Matahari pun sudah terik diluar sana dan kapal lebih yahud goyangannya. Akhirnya saya ke kamar mandi lagi, sikat gigi dan cuci muka, lalu saya membangunkan Kakros dan Debby. Saya ganti baju dan dandan (padahal belum mandi) agar wajah terlihat segar. Nanti siang kita berencana akan snorkeling di beberapa tempat, jadi saya memutuskan untuk nggak mandi hari itu😄.
Selamat pagi
Kalau mau sunrise pun agak mendung
Pulau Padar adalah pulau ketiga terbesar di kawasan Taman Nasional Komodo, setelah Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Mungkin keberadaan Pulau Padar tidak se-terkenal Pulau Komodo ataupun Pulau Rinca, namun keindahan Pulau Padar tidak kalah cantiknya dengan kedua pulau tersebut. Letak Pulau Padar cenderung lebih dekat dengan Pulau Rinca dibandingkan dengan jarak ke Pulau Komodo dan dipisahkan oleh Selat Lintah.

Sebelum merapat ke Pulau Padar, kami sarapan terlebih dahulu karena bakalan berjalan mendaki menaiki ratusan tangga terjal (lagi). Duh, masih harus terus mendaki membuat otot-otot saya jadi kencang. Mau makan sebanyak apa pun kalau aktifitas diluar sebanyak dan semelelahkan ini pasti nggak akan gendut. Yang ada juga kalian bakalan berotot💪🏻.  Setelah sarapan, kapal merapat ke Pulau Padar. Kita harus membayar tiket masuk Rp. 100,000 perorang. Mahal juga ya? Sepertinya semua tiket masuk pulau-pulau di Kepulauan Komodo mahal-mahal. Untung Pulau Kelor nggak bayar.
Jalur pendakian
Mari mendaki!
Hal yang pertama saya lakukan sebelum mulai mendaki adalah mencari-cari puncak Pulau Padar yang jauh berada diatas sana untuk memperkirakan bakalan secapek apa perjalanan kali ini. Ah, ternyata jauh dan banyak sekali anak tangga yang harus dinaiki. Baiklah, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, saya memulai pendakian. Yakin deh setelah pulang dari sini badan saya udah saingan sama Captain Marvel😆😆. 
Masya Allah😍
Foto dulu
Kapal tampak atas
Pulau Padar juga termasuk sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, karena berada dalam wilayah Taman Nasional Komodo, bersama dengan Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Gili Motang. Meskipun berada di dalam kawasan Taman Nasional Komodo, namun Pulau Padar tidak dihuni oleh komodo dikarenakan rantai makanan yang terputus. Sudah tidak ada hutan juga disini. Pulau ini memiliki keunikan sendiri yaitu pemandangan bukit berkelok-kelok diselingi dengan pantai dan laut sejauh mata pemandangan. Subhanallah indahnya😍😍😍.
Selalu bersama tim Rancupidtravel
Ala boy band part 1
Di sekitar pulau ini terdapat pula tiga atau empat pulau kecil yang memiliki keunikan panorama masing-masing. Semakin mendaki ke atas, walaupun semakin capek dan ngos-ngosan, maka kalian akan melihat pemandangan yang benar-benar indah. Sungguh indah sampai-sampai saya jadi betah berlama-lama menikmati pemandangan dan mengambil banyak foto. Rasanya penat dan stres tentang pekerjaan langsung lenyap seketika.
Ala boy band part 2
Pose lagiii
Saran saya sebaiknya kalian menggunakan sepatu dengan alas menggigit agar tidak terperosok ketika mendaki bebatuan terjal ketika berada di puncak bukit. Memang sih jalan menuju bukit sudah bagus, sehingga bisa meminimalisir untuk terjatuh. Tetapi musti diingat kalau mencari spot bagus untuk berfoto dengan pemandangan indah, kalian harus menaiki beberapa batu tinggi dan terjal. Hati-hati juga untuk orang-orang yang takut ketinggian karena bukit ini tinggiiiii banget dan langsung menghadap ke laut.

Setelah puas berfoto, kami pun turun. Mungkin kami menghabiskan waktu sekitar 2 jam disini termasuk foto-foto dan perjalanan pergi-pulang. Pokoknya kalau kalian berlibur ke Kepulauan Komodo, jangan lupa mampir ke Pulau Padar ya. Hanya saja harus bersabar mengantri untuk berfoto di spot keren karena banyak banget orang yang ingin berfoto juga. Mayoritas pengunjung Pulau Padar (dan Kepulauan Komodo) adalah wisatawan mancanegara. Jarangan banget ketemu orang lokal selama saya di Kepulauan Komodo. Saran saya pergilah berlibur di hari kerja kalau mau agak sepi (walaupun nggak sepi juga), sehingga lebih mudah (sedikit) untuk berfoto.

Nanti saya akan menulis tentang spot snorkeling dan pantai. Sampai jumpa!

Sumber:

Follow me

My Trip