Tanggal 24 Juli 2020 kemarin, alhamdulillah saya berhasil pulang ke Aceh setelah keinginan pulang yang membuncah sejak Idul Fitri kemarin. Rasanya nggak bertemu Mama pada saat Lebaran itu sedih sekali😢. Mana orang tua tinggal satu-satunya, belum lagi Mama pasti kepikiran sama anak cewek yang tinggal sendiri dan jauh pulak.
Jujur aja saya masih ragu untuk melakukan perjalanan. Berpergian ke luar kota yang dekat saja seperti ke Bandung, belum saya lakukan. Apalagi ini mau ke Aceh dan harus naik pesawat✈️. Belum lagi berita yang menyebar di sosial media begitu simpang-siur kalau nanti di Bandara bakalan ribet, penerbangan belum normal, ada pengecekan macam-macan nanti seperti Surat Izin Keluar Masuk, Surat Keterangan Sehat, Surat COVID, Surat RT/RW, dan lainnya yang membuat saya lumayan takut untuk pulang kampung. Berhubung sudah kangen banget sama Mama, apalagi Jakarta sudah masuk dalam fase PSBB transisi yang "katanya" peraturan penerbangan lebih longgar, ya udah deh, saya coba untuk mengurusi dokumen agar bisa pulang. Bismillah...
Hal pertama yang saya lakukan adalah melakukan Rapid Test sebelum beli tiket karena katanya kalo "Reaktif" nggak boleh boarding dan tiket nggak bisa di refund😱. Saya pergi ke RS Mitra Keluarga seminggu sebelum terbang (tapi waktu itu belum tiket), dengan perasaan sangat dag-dig-dug. Saya sebenarnya sangat menghindari Rumah Sakit karena 'kabar'nya akan banyak virus-virus disana. Apalagi RS Mitra Keluarga 'kan RS pertama yang mengkonfirmasi kasus Corona pada bulan Maret kemarin. Tapi tetap saya nggak mau lagi terlalu percaya dengan sosial media dengan kabar yang berlebihan. Saya pergi ke RS dan sampai disana malah biasa aja. Tidak seseram 'kabar burung'. Prosedur kesehatan hanya cek suhu dan wawancara sedikit, lalu isi data pasien, bayar di kasir, langsung di ambil darah untuk Rapid Test. Suasana di RS juga seperti sebelum ada kasus Corona. Tidak ada yang terlalu aneh.
Sejam kemudian saya mengambil hasil Rapid Tes, alhamdulillah 'Non Reaktif'. Besoknya saya ke Lion Air Tower untuk melakukan redeem voucher tiket Batik Air yang sempat saya beli untuk Idul Fitri kemarin. Karena pada saat itu harga tiket Rp. 1,3jt dan sekarang naik jadi Rp. 1,5jt, jadi saya harus menambah 200rb lagi. Kalian bisa membeli voucher Rapid Test seharga Rp. 95rb juga di Lion Air dan ternyata kalau hasil Rapid Test kita 'Reaktif", boleh melakukan full refund kok😊. Huff! Oh iya untuk jaga-jaga, saya sampai minta surat keterangan RT bahwa saya benar adalah warga Tran Depok Cyber Village (nama komplek tempat saya tinggal di Depok) karena KTP saya masih domisili Aceh.
Penerbangan Batik Air pukul 07:45 pagi dan kata customer service di Lion Air Tower saya harus datang 4 jam sebelumnya yang berarti 2:45????? Ya Allah, pagi bangetttt! Saya bersiap-siap dari rumah pukul 1.30 pagi pakai Grab Car ke terminal bus Depok untuk naik bus Hiba Utama. Eh ternyata bus baru jalan jam 3 karena jadwal belum normal dan saya langsung panik. Gimana ini nanti sampainya telat dong😱?! Ada satu Bapak juga udah nongkrong di terminal yang sama kecewa dengan saya karena nggak ada bus. Akhirnya ada seorang Bapak yang nawarin perorang Rp. 150rb ke Bandara pakai mobilnya. Saya tanya ke Bapak yang mau ke bandara juga dan dia setuju. Maka kami pun bertiga (tambah supir) berangkat ke bandara. Pada saat itu ntah kenapa saya merasa percaya saja sama dua bapak-bapak itu kalau saya tidak akan diculik, padahal bisa saja kan? Apalagi itu jam 1:30 malam. Tapi setau saya memang mobil yang bisa mangkal di terminal nggak boleh sembarangan orang. Alhamdulillah aman pada saat itu.
![]() |
Get ready |
Sesampai di Bandara, saya menyuruh Rezki untuk segera datang. Kami bakalan pulang ke Aceh bareng. Lumayanlah ada teman, jadi kalau kenapa-kenapa di Bandara bisa berdiskusi bersama. Bandara masih sepi kosong melompong. Tidak ada terlihat antrian sama sekali. Sewaktu Rezki datang, kami pun menuju tempat pengecekan Rapid Test. Pertama-pertama harus melalu monitor pengecekan suhu tubuh terlebih dahulu dan kita berdua ketakutan. Gara-gara gugup mungkin ya, kita merasa sedikit hangat badan ini. Jadi takut melewati alat pengecekan suhu. Saya menyuruh Rezki duluan, begitu juga sebaliknya Rezki menyuruh saya duluan. Saya dan Rezki mengipas-kipas jidat agar lebih dingin baru lewat alat cek suhu. Eh suhu kita berdua cuma 36.2 dan 36.3, ya elah normal banget😂.
![]() |
Sepiiii, ya iyalah masih pagi buta |
![]() |
Antri rapid tes |
![]() |
Antri cek in |
![]() |
I miss this view a lot |
![]() |
Antri naik pesawat |
![]() |
Suasana di dalam pesawat |
![]() |
Board the aircraft |
![]() |
Form HAC |
Saya mengambil bagasi, lalu keluar bandara dan dijemput oleh adik saya. Alhamdulillah semua berjalan mulus tanpa ada ketakutan atau peraturan yang berlebihan. Sampai di rumah Banda Aceh, saya menyuruh adik menyemprotkan desinfektan ke tas dan koper saya. Saya juga langsung mandi karena di rumah ada bayi, takut kena virus dari bandara.
Bagaimana ketika pulang kembali ke Jakarta?
Karena saya berada di Aceh selama 19 hari, jadi saya harus Rapid Test lagi. Saya Rapid Test di Bio Lab Banda Aceh karena harganya murah cuma Rp. 140,000 ditambah Rp. 25,000 surat keterangan sehat dari dokter umum. Karena sudah pengalaman terlalu cepat datang ke bandara Soekarno Hatta, pada hari keberangkatan saya jalan dari rumah 2 jam sebelum jadwal penerbangan ke Bandara SIM. Saya bahkan sempat beli oleh-oleh ayam tangkap dulu, beli jeruk nipis, baru jalan ke bandara. Oh ya saya tidak memfotokopi hasil Rapid Tes lagi, jadi cuma bawa 1 dokumen saja untuk diperiksa di bandara SIM. Berbeda dengan bandara Soeta, di bandara SIM kita diwajibkan untuk mengunduh aplikasi HAC untuk diisi agar keluar barcode dan dapat di scan di bandara kedatangan.
![]() |
Belanja oleh-oleh |
![]() |
Bandara sepi |
Sesampai di bandara Soekarno-Hatta, kami hanya tinggal scan barcode dari aplikasi HAC, lalu langsung bisa mengambil bagasi. Untuk yang tidak mengunduh aplikasinya, bisa juga mengisi form secara manual. Jangan lupa bawa pulpen sendiri. Tidak ada pengecekan surat RT dan SIKM juga. Kalau tidak salah SIKM hanya berlaku pada masa PSBB saja. Sekarang sudah tidak berlaku lagi. Pokoknya semua proses nggak ribet dan cepat.
Baiklah, semoga postingan ini bisa memudahkan kalian apabila ini bepergian menggunakan pesawat. Saya jadi ingin jalan-jalan ke Bali tapi sepertinya masih belum bisa. Semoga tulisan ini bermanfaat, sampai jumpa!
4 comments:
Saya pas bulan lalu juga mendampingi mertua yang mau pulang ke Makassar. Prosesnya persis sama, rapid test dan kalau negatif bisa berangkat. Untungnya pas di bandara Terminal 2, saya diizinkan mendampingi mereka masuk untuk proses check in dan mengantar mereka ke tempat boarding.
Syukurnya Meutia bisa berkumpul bersama dengan keluarga lagi di Aceh. Cuma pas balik ke Jakarta ga diminta SWAB ya Mut, soalnya katanya ada beberapa kota di Indonesia yang mewajibkan SWAB untuk pendatang, termasuk Jakarta
Ngga ada SWAB cipu.. sampe bandara soeta ga ada diminta apa2
Ya ampuuuun kangennya aku terbang lagiiii -_- . Kangen Aceh juga :). Dulu aku 18 THN di sana, tp di Lhokseumawe sih, bukan Banda Aceh, sblm akhirnya merantau ke JKT :D.
Aku kalo mau naik pesawat, wajib PCR mba, udh ga bisa rapid. Krn bareng suami pernah positif Agustus kemarin. Sekarang sih udh negatif, tp jadinya antibody udh terbentuk, dan bakal reaktif trus kalo pake rapid :). Mau ga mau kalo bepergian pake transport umum, ya hrs PCR.mahalan tes nya dr tiket pesawat wkwkwkwkwkw. Makany kalo memang ga mendesak, ya udhlah, ga usah pergi aja :D
fanny_dcatqueen : iya saya juga di lhokseumawe dulu. sejak Papa pensiun, uda tinggal di matang glp dua dan banda aceh.
anyway, emang iya ya klo antibodi uda terbentuk jd reaktif terus? sayang jg ya PCR kan masih lumayan mahal walaupun uda ada HET
Posting Komentar