Oktober 31, 2020

Foto-foto di Bandung

Sekitar 2 minggu yang lalu saya baru saja membeli kamera Fujifilm XT3 dan saya merasa sangat puas bisa sekalian eksplorasi teknik foto. Berikut saya posting foto-fotonya menggunakan Lensa Fujifilm Fujinon XF 56mm F1.2 R tanpa edit. Saya bakalan sering mengambil foto dan mempostingnya di blog. 











Oktober 24, 2020

Curug Malela

Curug Malela adalah air terjun yang ingin saya kunjungi sejak jaman kuliah. Dulu kalau mendengar teman di Geologi ITB cerita betapa kerennya curug ini😍, rasanya ingin sekali kesana. Sayangnya 10 tahun yang lalu akses ke curug ini sangat sulit. Kita harus naik ojek sampai ke desa (lupa namanya), dan dilanjutkan trekking lebih dari 6 jam. Memikirkan usaha kesana aja udah membuat saya mundur teratur. Belum lagi kalau teman-teman cewek biasanya malas kalau harus bercapek-capek kesana. Masa' pergi dengan cowok-cowok? Pasti susah ijinnya ke Papa. Ya sudah, mungkin suatu hari nanti saya bisa kesana dan ternyata baru punya kesempatan di tahun 2020.

Lokasi salah satu curug terbesar di Pulau Jawa ini berada di Kampung Manglid, Desa Cicadas, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Curug Malela terkenal karena bentuknya yang lebar mirip Air Terjun Niagara di perbatasan Amerika-Kanada, bahkan membuat curug ini populer dengan sebutan The Little Niagara. Walaupun Curug Niagara mungkin puluhan kali lipat lebih besar dari Curug Malela.

Waktu tempuh

Perjalanan saya dimulai dari Bandung. Kalau dilihat dari peta sih, lokasi Curug Malela bisa ditempuh dalam waktu 3 jam. Jauh juga yaaa😧😧😧. Tapi karena kami sudah berniat untuk kesana, jadi tetap pergi walaupun jaraknya jauh sekali. Kita keluar tol lalu diarahkan masuk ke Kota Baru Parahyangan (KBP). Sempat 'nyasar di KBP karena ternyata pintu keluar yang diarahkan Google Maps belum ada, jadi terpaksa memutar balik dan bertanya pada satpam KBP. Baru deh diarahkan ke jalan yang benar.
Jalan yang harus dilalui
Perjalanan pun dimulai. Awalnya sih jalannya masih lebar. Setelah satu jam kemudian, mulai deh kita masuk ke jalanan yang sepertinya baru beberapa bulan ini di aspal. Jalanannya lumayan seram, karena kiri kanan jurang😧. Mana teman saya yang nyetir cewek pulak, tapi dia berani banget dan tak gentar sama sekali. Setiap saya tanya, "Berani nggak?" Dia selalu jawab dengan tegas, "BERANI!" Oke, kalau dia sePeDe itu, saya jadi yakin juga. Sepanjang jalan pemandangan sangat indah karena kita masuk ke kampung-kampung antah berantah. Kayaknya memang Google Maps salah mengarahkan kita sampai masuk ke waduk yang sudah 5 tahun tutup. Terpaksa tanya satpam yang menjaga waduk dan akhirnya diarahkan ke jalan yang benar. Biasanya kalau udah ketemu Alfamart atau Indomaret, saya jadi yakin kalau kita berada di jalan besar yang sering dilalui orang-orang. Daritadi masuk ke jalan yang hanya bisa dilalui satu mobil saja. Kalau tiba-tiba ada mobil dari arah berlawanan, saya pasti deg-degan😨. Teman saya tetap santai aja karena katanya kalau orang sini lebih pinter mengelak minggir dan nggak ragu-ragu, sehingga kita bisa jalan pelan-pelan tapi nggak menabrak.

Cuma bisa dilewati satu mobil
Pemandangan indah

Saat melihat plang bertuliskan arah ke Curug Malela, disitu kami baru lega. Huff, akhirnya hampir tiba. Semakin mendekat ke curug, jalan juga semakin sempit. Alhamdulillah akhirnya tiba. Kami parkir mobil, lalu mulai trekking menuju curug. Sebenarnya kalian bisa naik ojek ke bawah, tapi mending jalan kaki aja karena kalau perjalanan turun 'kan seharusnya gampang. Memang agak licin karena Jawa Barat sering banget hujan.
Mulai trekking

Jalan licin

Trekking ke Curug Malela dari parkiran membutuhkan waktu sekitar 20 menit karena saya membawa anak-anak dan orang tua. Mungkin kalau saya jalan sendiri bisa memangkas setengah waktu. Dari kejauhan sudah terdengar suara air terjun sangat deras dan kami jadi sangat antusias, ingin cepat sampai jadinya. Kalau sudah mau dekat ke curug, jalanan jadi lebih bagus. Jadi bisa sekalian mempercepat langkah.

Curug semakin terlihat

Alhamdulillah akhirnya kami tiba di Curug Malela. Terlihat tulisan nama curug yang tampak baru dibuat dalam beberapa bulan belakangan ini. Saya langsung menyetel kamera dan melangkah menaiki jembatan untuk mendekat ke curug. Ternyata jembatan menuju curug sangat-sangat licin! Kalian harus super berhati-hati karena saya saja sampai melangkah sambil jongkok. Takut tiba-tiba terpeleset jatuh ke curug. Arus curug sangat deras, apalagi di musim hujan seperti ini. Kalian jangan coba-coba berenang, kecuali mau nama kalian tinggal kenangan.

Curug Malela
Licin banget

Saya mengambil beberapa foto di dua jembatan. Jembatan yang lebih tinggi tidak terlalu licin sih, tapi tetap harus hati-hati. Maunya bahan pembuat jembatan jangan kayu seperti ini karena rawan sekali terjadi kecelakaan. Pokoknya kalian harus hati-hati ya, kecuali kalian pergi di musim panas.
Pose dulu
Hati-hati ya berfoto disini

Setelah puas berfoto, kami pulang. Kali ini mau naik ojek aja ke atas karena anak-anak dan orang tua pasti tidak kuat menanjak. Kami memesan 3 ojek seharga Rp. 100rb. Jangan salah, naik ojek disini juga ada tantangan tersendiri. Ternyata seram sekali😱😱😱!! Bayangkan kalian harus naik ojek dengan jalan berlumpur dimana kiri dan kanan jurang😱. Roda sepeda motor saja sampai dipasangkan tali tambang agar menambah gesekan dan meminimalisir licin. Saya rasa naik ojek di jalan menanjak ini lebih seram dari rollercoaster. Saya sampai terdiam tak sanggup berteriak. Anak-anak malah senang, huff!
Roda sepeda motor dipasang tali
Menaiki tebing
Serammm 😱
Jalannya😱

Akhirnya sampai juga ke parkiran😮‍💨. Saya merasa encok karena mempertahankan badan agar tetap lurus. Kami pun akhirnya kembali ke mobil untuk pulang. Kali ini kita memutuskan untuk mengikuti plang hijau di jalan yang mengarahkan ke Bandung. Ternyata jelas-jelas jalannya sudah berbeda dari tadi pas pergi. Kami melewati jalan besar terus, bahkan tidak ada jalan kecil sama sekali. Saya dan teman-teman sempat makan di warung padang dan shalat di mesjid, baru melanjutkan perjalanan ke Bandung. Walaupun waktu yang ditempuh ketika pulang tetap 3 jam, tapi kita merasa lebih aman karena melewati jalan utama sampai tembus ke tol.

Desa tempat kami shalat

Semoga cerita perjalanan saya ke Curug Malela bisa menjadi pedoman kalian agar tidak nyasar ketika jalan-jalan kesana. Lebih baik bertanya pada "akamsi" (anak kampung situ) daripada ikut Google Maps. Beneran deh! Saya sudah membuktikannya.

Baiklah, sampai jumpa di cerita seru lainnya.

Oktober 15, 2020

Curug Ciherang

Dimulai dari kebosanan teman saya si Diana yang udah lama banget nggak kemana-mana selama beberapa bulan work from home. Sebenarnya Maret 2020 kita udah ada tiket ke Taiwan, tapi karena pandemi COVID19, terpaksa refund tiket deh kita. Tiba-tiba di hari senin tanggal 12 Oktober 2020, dia bilang pengen jalan-jalan ke alam. Saya sarankan sih ke Curug yang dekat-dekat aja, sekalian liat yang segar-segar. Diana langsung mau karena emang pengen pergi, kemana aja boleh😄.

Awalnya saya bingung mau ke Curug mana, secara Diana 'kan bakalan bawa anaknya. Jadi nggak mungkin pergi ke Curug yang harus trekking terlalu lama. Ya udah deh terpaksa googling cepat mau ke curug mana nih yang lumayan dekat dan saya belum pernah kesana. Ternyata daerah Bogor dan Sentul itu banyak banget Curug yang belum saya datangi. Akhirnya saya putuskan untuk menuju Curug Ciherang karena lumayan dekat dari Depok. 

Diana menjemput saya pukul 8:30 pagi. Kami lalu mengikuti Google Maps yang seperti biasa menunjukkan jalan masuk ke kampung atau desa mana yang membuat jalan jadi lebih panjang sebenarnya. Mungkin lebih baik GMaps baru dinyalakan ketika sudah di tol, jangan dari rumah supaya nggak diarahkan masuk ke kampung-kampung antah berantah. Berhubung anak Diana harus sekolah online dulu selama 30 menit, kita berhenti dulu di A&W untuk menyalakan zoom di laptop.

Curug Ciherang merupakan air terjun yang berlokasi di Desa Warga Jaya Kecamatan Sukamakmur, Bogor Jawa Barat. Sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumah saya, tapi karena harus masuk kampung ini itu baru deh sampai sana dua jam kemudian. Belum lagi jalanan yang harus kita lalui nggak begitu bagus, bahkan banyak yang rusak. Sampai di pintu masuk Curug juga sepi banget. Kata penjaga di loket, karena hari kerja jadinya agak sepi. Kalau weekend bisa antri masuknya. Bahkan pengunjung di weekend bisa seribuan orang😮. Harga tiket masuk Rp. 25,000 perorang.

Tiket Masuk

Saking sepinya, kami memarkir mobil di area parkir sepeda motor yang kebetulan lebih dekat ke air terjun. Sebelum sampai Curug, kalian bisa melihat jembatan gantung dan rumah pohon yang bisa dipakai untuk berfoto. Kami memutuskan untuk main ke Curug dulu baru ke jembatan gantung. Kita harus trekking sekitar 15 menit untuk menuju lokasi air terjun. Dari kejauhan sudah terdengar suara debit air deras pertanda Curug sudah semakin dekat.

Trekking

Curug Ciherang ini bertingkat 3 dengan tinggi kurang lebih 30 meter. Lumayan tinggi juga. Di kaki air terjun terbentuk kolam yang bisa untuk main air atau pun berenang. Berhubung saya tidak menyiapkan kostum untuk berenang, jadi saya kesana hanya untuk berfoto dan menikmati suasana yang menyejukkan. Sekalian jadi juru foto untuk Diana dan keluarganya.

Curug terlihat dari kejauhan


Tingkat 1 dan 2
Saya dan teman-teman bermain disekitar air terjun dan mengambil beberapa foto. Saat itu saya baru saja beli lensa Fujinon XF10-24mm jadi ceritanya sekalian 'ngetes lensa baru. Memang sih kalau kita suka travelling ke alam, alangkah lebih baiknya memiliki lensa wide angle dan harus sering dipakai supaya dapat feel-nya. Saya kemarin juga baru beli Fujifilm XT-3 dan belum terbiasa dalam mengoperasikannya.  Jadi lama deh proses memotret karena harus setting kamera dulu. Pokoknya perjalanan ke Curug Ciherang kemaren sekalian belajar menggunakan lensa dan kamera baru.

Curug tingkat 1
Wide angle potrait (jadi kelihatan semua air terjun dari atas)
Wide Angle Landscape
Setelah puas bermain di Curug, kami berfoto di rumah pohon. Sebenarnya rumah pohon ini memang sengaja dibikin untuk foto-foto doang sih, jadi lebih baik kalau kalian pakai lensa potrait. Saya langsung ganti lensa XF 56mm supaya bisa mendapatkan sensasi blur agar terkesan lebih dramatis. Oh iya, pemandangan di bawah rumah pohon juga indah untuk diabadikan dengan lensa wide angle karena bisa terlihat seluruh pemandangan pedesaan di sekitar Curug.
Rumah pohon
Pemandangan pedesaan
Karena sudah siang menuju sore (main di Curug kelamaan), kami mampir di restoran yang ada di seberang Curug Ciherang. Resto yang satu ini baru dibuka dan dilengkapi dengan kolam renang yang ada kapal gantung. Pemandangan disekitar kolam renang pun Masya Allah indahnya. Berhubung saya dan teman-teman udah laper banget, jadi kita kesini fokus untuk makan dulu. Untung makanan cepat disajikan dan porsinya banyak. Mungkin karena sepi. 
Pemandangan kolam renang dan kapal gantung
Setelah selesai makan, anaknya Diana si Echa, pengen berenang dulu. Padahal suhu udara saat itu mulai dingin dan datang kabut tebal. Echa tetep mau berenang bareng Ayahnya, jadi saya dan Diana mampir ke Mushalla untuk shalat dulu.
Kabut turun
Dingin
Sore itu kabut semakin tebal. Kami memutuskan untuk pulang saja daripada nanti susah dijalan kalau sudah gelap. Bisa nggak keliatan apa-apa kalau sudah malam dengan kabut setebal itu membuat jarak pandang semakin pendek. Ketika pulang pun kita masih nyasar gara-gara mengikuti Gmaps. Akhirnya jadi harus bertanya pada penduduk setempat. Bayangkan, pada saat itu kami sampai melewati perkebunan kol dan cabai, juga desa antah berantah yang signal masih EDGE😂😂. Hati-hati ya buat yang kesini pergi dan pulang pakai Gmaps. Mending bertanya pada penduduk saja.

Baiklah, semoga cerita perjalanan saya ke Curug Ciherang bisa menjadi alternatif untuk jalan-jalan ke tempat yang terdekat di kala pandemi seperti ini. Sampai jumpa!

Oktober 11, 2020

Gigi Atas dan Bawah Masih Miring

Sudah lama tidak menulis blog, tapi tenang saja karena blog ini terlalu saya cinta jadi nggak akan ditinggalkan. Baiklah, saya akan mengupdate kontrol gigi yang biasanya saya lakukan 4-6 minggu sekali (tergantung jadwal dokter di masa pandemi seperti ini). 

Karena saya datang ke klinik pada masa PSBB total, maka saya diwajibkan untuk menggunakan APD. Ini pertama kalinya saya pakai APD sampai baju hijau dan sarung kaki. Biasanya hanya masker saja. Tapi demi melindungi para tenaga medis di OMDC, saya rela deh. Kan untuk melindungi saya juga. Cuma agak ribet aja pakainya.

Pakai APD
Sewaktu kontrol gigi, Orthodentist bilang kalau gigi bawah saya pun ikutan miring. Sebenarnya sudah sebulan pengait kawat gigi saya copot dan saya rasa hal ini menyebabkan tarikan gigi tidak lurus. Akhirnya dipasang lagi sama dokter, lalu ditariklah gigi saya. Rasanya seperti ditarik ke pojokan agar rahang saya ikut berubah.

Bagaimana dengan gigi atas? Masih tetap miring. Dokter sampai mengubah lagi susunan kawat agar bisa mencengkram rahang saya. Yang terlalu tinggi, diturunkan. Yang terlalu rendah, dinaikkan. Selesai kawat gigi dipasang, duh rasanya nyut-nyutan banget😫😫😫. Seolah-olah gigi ditarik ke belakang, kiri, dan kanan. Saya rasa fokus proses penarikan ini di bagian rahang kanan, sehingga mengusik gigi tidur yang ada paling pojok. Saya curiga gigi ini merupakan salah satu biang kerok yang membuat rahang saya tidak kunjung lurus. Apakah ini saatnya untuk dioperasi saja? Oh tidak!😱
Masih miring kan?
Kalian bisa lihat di foto kalau kawat indikator gigi saya tampak miring banget kan? Malah menurut saya nggak ada perubahan. Abaikan kulit wajah saya yang terkelupas karena sedang memakai krim dari Dermatologist.

Sebenarnya gigi saya sudah rapat, strukturnya sudah bagus, tapi secara horizontal masih miring. Mana ketika menuliskan blog ini sudah semakin berdenyut rahang sebelah kanan. Dokter menyuruh saya untuk buka tutup mulut dalam kondisi lurus di pagi, siang, dan malam hari sebanyak 10 kali untuk melatih otot rahang. Saya juga disuruh mengunyah kiri dan kanan, dan juga tidur lurus (ini yang susah). Saya tidak nyenyak kalo tidur lurus, apalagi kadang saya harus kerja sampai larut malam dan tidur lurus bisa menjadi hambatan untuk saya. 

Doakan semoga urusan behel ini segera berakhir bahagia dan saya dapat segera Perfect Smile.

Kontrol Sapphire Braces Rp. 275,000
APD Rp. 95,000
Charge Pasien Lama Rp. 40,000

Oktober 04, 2020

Menghilangkan Freckles dan Electric Cauter Tahi Lalat di ZAP Premiere

Berhubung Jakarta sedang menerapkan PSBB total kembali dan nggak akan masuk kantor dulu selama 2 minggu, jadi saya memutuskan untuk menghilangkan noda-noda hitam yang membandel di wajah😉. Seperti yang pernah saya bahas sebelumnya kalau wajah saya udah nggak mulus lagi, ntah karena faktor malas pakai sunscreen, terlalu sering beraktivitas di luar ruangan, dan faktor usia.

Saya berkonsultasi dulu dengan Dermatologist favorit saya, Nessya Sp.DV di ZAP Premiere tentang semua permasalahan di wajah. Dokter menyarankan saya untuk melakukan 2 laser, yaitu ND:YAG untuk mencerahkan seluruh wajah dari belang-belang karena efek terkena sinar matahari, dan laser KTP untuk noda-noda hitam yang membandel. Lalu saya minta ke dr. Nessya untuk sekalian melakukan cauter tahi lalat yang masih tersisa. Dokter lalu bilang kalau sekalian 3 laser begitu bisa membuat wajah lebih terluka tapi kalau memang nggak kemana-mana dan saya tahan sakit ya nggak masalah sih. Ya sudah, lakukan saja dokter! Biar cepat selesai dan cepat cantik paripurna, hehehe😆😆😆.

Karena masih dalam PSBB total, saya di rapid test dulu. Selagi menunggu hasil rapid test, wajah dibersihkan, lalu diberikan anastesi yang lumayan tebal agar proses laser yang panjang nantinya tidak menimbulkan rasa sakit yang signifikan. Saya menunggu sekitar 30 menit agar wajah jadi kebas dan hasil rapid test non reaktif keluar. 

Oles krim anastesi dulu

Non reaktif

Siap dilaser
Hal pertama yang dilakukan dokter adalah melakukan chemical peeling pada wajah saya. Setelah itu baru laser ND:YAG seluruh wajah, dan laser KTP. Untuk laser KTP, banyak banget juga noda hitam di wajah yang khusus ditembak agar hilang. Bahkan ditembaknya sampai berkali-kali. Untung nggak terasa apa-apa karena sudah dianastesi. Setelah laser KTP selesai, baru wajah saya di electrocauter. Nah, proses ini agak lama karena memang ternyata banyak banget tahi lalat di wajah saya, ugh😖! Sampai-sampai saking lamanya di cauter, pengaruh anastesi mulai berkurang dan saya jadi merasa agak sakit.
Kompres NaCL dulu
Satu jam kemudian setelah semua laser selesai, akhirnya wajah saya dikompres NaCL agar luka-luka di wajah lebih cepat membaik. Saya langsung bercermin dan melihat kondisi wajah yang cerah dan banyak luka-luka hasil cauter. Dokter memberikan resep obat yang harus dipakai selama seminggu atau sampai bekas luka menghilang.
Wajah cerah

Banyak luka-luka
Seminggu kemudian, luka-luka di wajah sudah mulai menghitam dan seharusnya bisa dikelupas (dikopek) sendiri. Tapi dokter bilang jangan dikopek karena takutnya mengundang luka lainnya. Cuma terkadang saya gemes, jadi saya kopek sedikit aja, hihihi😬😬. Kalau dilihat dari foto-foto sih, noda hitam masih banyak di wajah karena memang harus rajin memakai krim untuk pengelupasan. Jangan lupa untuk Photo Facial sebulan dua kali agar noda hitamnya lebih cepat lagi memudar. Sebenarnya Photo Facial itu mahal (kalau nggak salah harga sekarang 997rb), tapi karena saya udah beli paket sebulan 2x hanya 700rban (beli sewaktu PSBB Total awal pandemi), jadi saya sudah berhemat berapa juta tuh🤔.
Luka sudah mulai memudar
Masih banyak noda di bagian atas hidung
Sudah mulai memudar
Baiklah, nanti saya tuliskan lagi proses perawatan apa lagi yang saya coba di ZAP Premiere ya. Tujuan saya pokoknya ingin banget punya wajah mulus seperti sewaktu masih ABEGE😆. Sampai jumpa lagi!

  • Dermatologist - Konsultasi SPKK 1 Rp150.000
  • Dermatologist - Chemical Peeling 2 Rp600.000
  • Dermatologist - Laser KTP Nd:Yag I Rp1.000.000
  • Dermatologist - Q Switch Nd:Yag 1 Rp1.000.000
  • Dermatologist - Electric Cauter 3 Rp1.000.000
  • Rapid Test - Clungene Rp150.000

Follow me

My Trip