Dimulai dari kebosanan teman saya si Diana yang udah lama banget nggak kemana-mana selama beberapa bulan work from home. Sebenarnya Maret 2020 kita udah ada tiket ke Taiwan, tapi karena pandemi COVID19, terpaksa refund tiket deh kita. Tiba-tiba di hari senin tanggal 12 Oktober 2020, dia bilang pengen jalan-jalan ke alam. Saya sarankan sih ke Curug yang dekat-dekat aja, sekalian liat yang segar-segar. Diana langsung mau karena emang pengen pergi, kemana aja boleh😄.
Awalnya saya bingung mau ke Curug mana, secara Diana 'kan bakalan bawa anaknya. Jadi nggak mungkin pergi ke Curug yang harus trekking terlalu lama. Ya udah deh terpaksa googling cepat mau ke curug mana nih yang lumayan dekat dan saya belum pernah kesana. Ternyata daerah Bogor dan Sentul itu banyak banget Curug yang belum saya datangi. Akhirnya saya putuskan untuk menuju Curug Ciherang karena lumayan dekat dari Depok.
Diana menjemput saya pukul 8:30 pagi. Kami lalu mengikuti Google Maps yang seperti biasa menunjukkan jalan masuk ke kampung atau desa mana yang membuat jalan jadi lebih panjang sebenarnya. Mungkin lebih baik GMaps baru dinyalakan ketika sudah di tol, jangan dari rumah supaya nggak diarahkan masuk ke kampung-kampung antah berantah. Berhubung anak Diana harus sekolah online dulu selama 30 menit, kita berhenti dulu di A&W untuk menyalakan zoom di laptop.
Curug Ciherang merupakan air terjun yang berlokasi di Desa Warga Jaya Kecamatan Sukamakmur, Bogor Jawa Barat. Sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumah saya, tapi karena harus masuk kampung ini itu baru deh sampai sana dua jam kemudian. Belum lagi jalanan yang harus kita lalui nggak begitu bagus, bahkan banyak yang rusak. Sampai di pintu masuk Curug juga sepi banget. Kata penjaga di loket, karena hari kerja jadinya agak sepi. Kalau weekend bisa antri masuknya. Bahkan pengunjung di weekend bisa seribuan orang😮. Harga tiket masuk Rp. 25,000 perorang.
 |
Tiket Masuk |
Saking sepinya, kami memarkir mobil di area parkir sepeda motor yang kebetulan lebih dekat ke air terjun. Sebelum sampai Curug, kalian bisa melihat jembatan gantung dan rumah pohon yang bisa dipakai untuk berfoto. Kami memutuskan untuk main ke Curug dulu baru ke jembatan gantung. Kita harus trekking sekitar 15 menit untuk menuju lokasi air terjun. Dari kejauhan sudah terdengar suara debit air deras pertanda Curug sudah semakin dekat.
 |
Trekking |
Curug Ciherang ini bertingkat 3 dengan tinggi kurang lebih 30 meter. Lumayan tinggi juga. Di kaki air terjun terbentuk kolam yang bisa untuk main air atau pun berenang. Berhubung saya tidak menyiapkan kostum untuk berenang, jadi saya kesana hanya untuk berfoto dan menikmati suasana yang menyejukkan. Sekalian jadi juru foto untuk Diana dan keluarganya.
 |
Curug terlihat dari kejauhan |
 |
Tingkat 1 dan 2 |
Saya dan teman-teman bermain disekitar air terjun dan mengambil beberapa foto. Saat itu saya baru saja beli lensa Fujinon XF10-24mm jadi ceritanya sekalian 'ngetes lensa baru. Memang sih kalau kita suka travelling ke alam, alangkah lebih baiknya memiliki lensa wide angle dan harus sering dipakai supaya dapat feel-nya. Saya kemarin juga baru beli Fujifilm XT-3 dan belum terbiasa dalam mengoperasikannya. Jadi lama deh proses memotret karena harus setting kamera dulu. Pokoknya perjalanan ke Curug Ciherang kemaren sekalian belajar menggunakan lensa dan kamera baru.
 |
Curug tingkat 1 |
 |
Wide angle potrait (jadi kelihatan semua air terjun dari atas) |
 |
Wide Angle Landscape
Setelah puas bermain di Curug, kami berfoto di rumah pohon. Sebenarnya rumah pohon ini memang sengaja dibikin untuk foto-foto doang sih, jadi lebih baik kalau kalian pakai lensa potrait. Saya langsung ganti lensa XF 56mm supaya bisa mendapatkan sensasi blur agar terkesan lebih dramatis. Oh iya, pemandangan di bawah rumah pohon juga indah untuk diabadikan dengan lensa wide angle karena bisa terlihat seluruh pemandangan pedesaan di sekitar Curug. |
 |
Rumah pohon |
 |
Pemandangan pedesaan |
Karena sudah siang menuju sore (main di Curug kelamaan), kami mampir di restoran yang ada di seberang Curug Ciherang. Resto yang satu ini baru dibuka dan dilengkapi dengan kolam renang yang ada kapal gantung. Pemandangan disekitar kolam renang pun Masya Allah indahnya. Berhubung saya dan teman-teman udah laper banget, jadi kita kesini fokus untuk makan dulu. Untung makanan cepat disajikan dan porsinya banyak. Mungkin karena sepi.
 |
Pemandangan kolam renang dan kapal gantung |
Setelah selesai makan, anaknya Diana si Echa, pengen berenang dulu. Padahal suhu udara saat itu mulai dingin dan datang kabut tebal. Echa tetep mau berenang bareng Ayahnya, jadi saya dan Diana mampir ke Mushalla untuk shalat dulu.
 |
Kabut turun |
 |
Dingin |
Sore itu kabut semakin tebal. Kami memutuskan untuk pulang saja daripada nanti susah dijalan kalau sudah gelap. Bisa nggak keliatan apa-apa kalau sudah malam dengan kabut setebal itu membuat jarak pandang semakin pendek. Ketika pulang pun kita masih nyasar gara-gara mengikuti Gmaps. Akhirnya jadi harus bertanya pada penduduk setempat. Bayangkan, pada saat itu kami sampai melewati perkebunan kol dan cabai, juga desa antah berantah yang signal masih EDGE😂😂. Hati-hati ya buat yang kesini pergi dan pulang pakai Gmaps. Mending bertanya pada penduduk saja.
Baiklah, semoga cerita perjalanan saya ke Curug Ciherang bisa menjadi alternatif untuk jalan-jalan ke tempat yang terdekat di kala pandemi seperti ini. Sampai jumpa!
0 comments:
Posting Komentar