Desember 21, 2020

Tebing Apparalang, Bulukumba

Hari ini kita bertujuan untuk menjelajah Kabupaten Bulukumba yang sangat terkenal akan keindahan pantai dan lautnya. Dari setelah shalat Shubuh saya nggak tidur lagi saking excitednya🤩, sarapan sebentar di rumah Dita, lalu sekitar pukul 7 pagi kita berangkat. Jarak tempuh dari Kota Makassar ke Kabupaten Bulukumba sekitar 200 km atau 4 jam perjalanan. Rezki yang menyetir, Dita duduk di sebelahnya dan bertidak sebagai navigator juga, sedangkan saya di jok belakang sambil tiduran bermain hp. 

Kincir angin

Jalanan menuju Bulukumba juga nggak berkelok-kelok, lurussss aja, sehingga nggak membuat saya mual. Jadi teringat perjalanan di Bajawa yang Subhanallah memusingkan😵. Sesekali saya bangun untuk melihat pemandangan sekitar, lalu tiduran lagi kalau merasa mulai tidak ada panorama yang menarik. Setelah 2 jam perjalanan, kami berhenti sebentar di sebuah Cafe pinggir pantai untuk beristirahat dan meluruskan kaki. Kita memesan cemilan es kelapa muda (khas minuman pinggir pantai), sekalian untuk berleyeh-leyeh bersantai menikmati pantai. Selain Pantai Losari, baru ini saya melihat pantai di Pulau Sulawesi. 

Pohon kelapa pinggir pantai dan angkot merah
Pantaiiiii🏖️

Tidak ada yang terlalu istimewa di pantai ini. Setelah menyegarkan tubuh sedikit, perjalanan dilanjutkan. Saya kemudian tertidur di jok mobil sampai akhirnya kami tiba di Bulukumba. Tidak terasa, kita ternyata sudah menempuh 4 jam perjalanan loh. Destinasi pertama kita di Bulukumba adalah Tebing Apparalang. Posisi tebing ini tepatnya ada di Desa Ara (sekitar 40 km lagi dari pusat kota Bulukumba), Kecamatan Bontobahari. Menurut artikel yang saya baca, tempat ini menawarkan panorama pantai sangat indah berupa tebing curam dan bebatuan karang berbaris membentuk formasi mempesona😍.

Nah, yang agak merepotkan adalah perjalanan menuju Tebing Apparalang memang harus melalui rute yang sedikit sulit karena jalurnya belum diaspal halus. Belum lagi kadang Google Maps suka memberikan arah tak jelas sehingga kita harus bertanya lagi kepada orang kampung atau membaca penunjuk jalan. Mengendarai mobil bolak-balik ditambah nyasar ntah kemana cukup menghabiskan waktu. Pastikan mobil kita dalam kondisi prima kalau mau ke tebing ini daripada ban meletus di jalan, ntah dimana ada tukang tambal ban disini.

Akhirnya kami sampai ke parkiran tebing. Kita parkir mobil, lalu duduk sebentar di warung untuk mengisi perut. Rasanya lapar sekali karena capek di jalan dan memang sudah masuk jam makan siang. Tidak ada menu yang spesial di warung, hanya bisa memesan pop mie dan pisang goreng saja disini. Lumayanlah untuk mengisi perut biar nggak lapar-lapar banget. Sejak pandemi memang banyak warung tutup sehingga sudah tidak banyak lagi pilihan makanan yang bisa kita santap. Setelah makan, kami berjalan menuju tebing yang Masya Allah indahnyaaaa😍😍😍. Lautan hijau muda membentang sejauh mata memandang dengan tebing yang sangat curam. Terbayarkan sudah kelelahan selama 4 jam lebih perjalanan. Oh ya, harga tiket masuk tempat wisata ini adalah Rp. 10,000 perorang dan biaya parkir Rp. 20,000 permobil.

Tebing yang sangat indah

Kami berjalan menelusuri tebing curam untuk mencari tempat berfoto. Kalian harus memakai sepatu dengan sol tebal disini karena banyak sekali bebatuan yang tajam. Untuk duduk di pinggiran tebing saja kita memilih bebatuan yang agak landai, walaupun hampir nggak ada. Jadilah harus duduk diantara bebatuan runcing-runcing yang membuat pantat sakit, ouch🤭! Demi foto terkece, ya udah ditahan sedikit deh sakitnya.

Sambil menahan sakit

Setelah berfoto di pinggir tebing yang lumayan bikin deg-degan, kami berpindah spot foto. Kali ini sambil berjalan di sisi tebing sambil menikmati debur ombak yang menghempas bebatuan dan desir angin yang sangat menentramkan. Melihat pemandangan lautan lepas dari tepi tebing memang selalu berhasil memberikan sensasi tersendiri. Ada rasa kagum, ada rasa takut (jatuh) juga. Tak jarang banyak yang menyebut Tebing Appalarang sebagai Raja Ampatnya kabupaten Bulukumba. Masya Allah😍!

Tebing sangat indah

Sebenarnya kalian bisa snorkeling atau berlayar dengan perahu di lautan yang berada di kaki tebing. Sayangnya sejak pandemi, banyak sekali aktivitas yang sudah tidak ada lagi disini. Kami hanya bisa turun sampai pinggir dermaga untuk berfoto, bukan untuk naik perahu. Dulu bahkan kalian bisa sekalian snorkeling disini karena (katanya) pemandangan di bawah laut tebing ini sangat memukau. Mungkin nanti suatu hari, ketika bumi sudah pulih sepenuhnya dan masih diberikan kesempatan oleh Allah, aminnn🤲!

Tangga curam menuju dermaga
Selesai berfoto-foto di tebing, kami berpindah ke spot sebuah kapal besar dan keren. Kami ingin berfoto di atas kapal. Sayangnya hujan deras pada saat itu dan kami harus berteduh dulu baru bisa naik ke kapal. Oh ya kalau mau berfoto di kapal, kita harus membayar Rp. 7,000 perorang. Agak seram juga naik ke kapal ini karena pemandangan di bawahnya langsung ke lautan lepas. Jadi kebayang kalau kapalnya jatuh, ya udah kita berlayar deh. Uggghhh astaghfirullah😱.

Sungguh tinggi😱

Kapal yang besar
Pose dulu
Awalnya objek wisata kapal ini sepi, nggak ada orang sama sekali. Giliran kita berfoto-foto disini, baru sadar udah banyak banget orang mengantri untuk menunggu kita selesai berfoto. Padahal tadi nggak ada orang deh, ntah sejak kapan orang-orang ramai berdatangan😅. Akhirnya kami mengalah dan bergantian dengan orang lain.

Karena sudah pukul 2 siang dan kami masih harus melanjutkan perjalanan ke Tanjung Bira, maka kita sudahi saja bermain-main di Tebing Appalarang. Yang terlupa adalah foto bareng Dita, padahal udah pakai baju kembaran, hahaha😂. Oh iya sebenarnya kita bisa juga belanja oleh-oleh disini, tapi balik lagi karena pandemi, sudah hampir semua toko tutup. Hiks sedih deh😢. Kita akhirnya melanjutkan perjalanan menuju Tanjung Bira yang berjarak hanya 30 menit dari Desa Ara.

Nanti saya akan melanjutkan cerita di Tanjung Bira dan Bara ya. Sampai jumpa!

0 comments:

Follow me

My Trip