Januari 15, 2021

Mama Operasi Hernia

Sebenarnya agak kaget juga ketika mengetahui Mama sakit dan penyakitnya sudah lama. Mama memang nggak pernah bilang sama anak-anaknya. Mungkin karena enggak mau kita khawatir. Atau mungkin juga ada perasaan gundah di hati, kalau nanti Mama sakit, siapa yang bakalan jagain? Papa sudah tidak ada, dan semua anak-anaknya Mama sibuk. Mama juga teringat pada Kakaknya yang dulu setelah operasi, malah tidak pernah bangun lagi selamanya. Makanya Mama sengaja menyembunyikan hal ini dari kita.

Pernah sekali Mama sampai muntah sangat parah dan diare, sampai Yuni (adik saya yang dokter) panik setengah mati dan sampai harus menghubungi kakak sepupu saya dokter Spesialis Penyakit Dalam. Setelah obat diberikan pada Mama, Mama pun bisa lebih tenang dan tidur. Yuni sampai nge-Whatsapp saya dengan emoji menangis😭😭😭. Dan kalau sudah sampai begitu berarti memang Mama sedang dalam kondisi sangat parah. Saya tau Yuni dengan sangat detail, walaupun mukanya kadang tegar dan menyimpan kesedihan, dia agak mirip dengan saya yang cengeng. Mungkin level cengeng saya lebih tinggi, hehehe.

Setelah dibujuk sangat lama oleh abang dan adik-adik saya yang di Aceh, dan juga setelah saya menyetujui untuk pulang dari Jakarta ke Aceh demi menjaga Mama, akhirnya Mama mau dibawa berobat ke Spesialis Bedah. Sebenarnya Mama paham betul kalau ujung-ujungnya Hernia memang harus di operasi, maka dari itu Mama takut. Kalau sudah takut, pasti tekanan darah langsung naik.

Dokter Bedah bilang, kalau Mama bisa dioperasi kapan saja tergantung kesiapan mental saja. Secara fisik memang Mama sehat, Alhamdulillah. Setelah saya pulang ke Aceh, saya dan abang yang in charge membawa Mama masuk UGD untuk dioperasi. Sebelumnya Mama diperiksa dulu oleh dokter UGD, lalu kemudian dokter Bedah datang dan menjelaskan kepada saya bagian mana nanti yang akan di operasi dan apa yang akan dilakukan. Sebenarnya dokter Bedah akan bekerja sama dengan dokter Anastesi (Bang Zaki) yang merupakan abang sepupu saya sendiri. Disitu saya jadi agak lebih santai, karena tau ada Bang Zaki di dalam.

Mama kemudian dibawa ke kamar dulu untuk dipersiapkan sebelum operasi. Mama sudah harus puasa, sedangkan saya sudah kelaperan. Saya makan dulu secara bergantian dengan abang, sambil menjaga Mama. Kalau dilihat dari segi fisik sih Mama sangat sehat. Jadi teringat dulu Papa ketika akan operasi batu ginjal. Beliau sangat sehat, bahkan sewaktu dibawa naik kursi roda menuju kamar operasi pun, Papa masih bisa tersenyum. Ah, perasaan itu datang lagi. Padahal sudah belasan tahun yang lalu😢.

Mama di kamar
Akhirnya waktu operasi Mama tiba pada pukul 15:30. Mama dibawa menggunakan kursi roda ke lantai 4 dan saya bersama abang mengikuti dari belakang. Sampai akhirnya kami berada di pintu menuju lorong kamar operasi dan kita tidak boleh ikut ke dalam. Jadi kembali teringat Papa yang dulu sampai masuk ICU setelah operasi. Tapi tidak, ini operasi yang berbeda. Saya terus menguatkan hati bersama abang. Dulu sewaktu Papa sakit kanker, saya dan abang yang rela mengantri kontrol di Dharmais bersama dari jam 5 Shubuh. Sekarang seperti dejavu, sama abang lagi, tapi kali ini Mama. Ya Allah, semoga Mama baik-baik saja. Aaminnn🤲.
Lorong menuju kamar operasi
Saya dan abang duduk di kursi tunggu. Beberapa menit kemudian datang dokter bedah dan bang Zaki. Kami bersalaman dan menitip Mama ke bang Zaki, kemudian para dokter pun masuk ruang operasi. Yuni dan Reza kemudian datang dan kami berempat duduk manis menunggu Mama.

Setelah sejam, belum ada tanda-tanda Mama keluar. Awalnya saya menyangka ini adalah operasi kecil yang akan selesai mungkin 45 menit - 1 jam. Tapi belum ada tanda-tanda. Sampai jam 6 sore, masih belum ada tanda-tanda. Keluarga sudah mulai menelepon saya dan mengirim Whatsapp untuk bertanya kabar Mama. Abang saya mulai gelisah dan berjalan ke pintu lorong kamar operasi. Siapa pun yang keluar, pasti ditanya, "Apa yang operasi di dalam sudah selesai?" Dan jawabannya belum. Duh, jadi teringat semalem Mama sudah berwasiat ini itu pada saya dan saya nggak mau dengar. Saya takut wasiat-wasiat ini memang harus saya jalani dan membuat hati saya hancur. Walaupun akhirnya saya dengar juga😔. Takut hal buruk terjadi, walaupun saya selalu berdoa untuk hasil terbaik. Teringat lagi dulu selesai operasi, Papa malah harus dirawat di ICU dan hal ini sangat menghancurkan hati saya. Melihat Papa terbaring lemah. Pokoknya semua pikiran buruk mulai menghampiri dan saya tau ini semua adalah hanya bisikan setan. Saya beristighfar, bertawakkal, menyerahkan semua kepada Allah subhanahu wata'ala.

Ketika waktu Magrib tiba, abang dan Reza pergi shalat ke mesjid. Saya berdua dengan Yuni duduk menunggu sambil melihat orang-orang yang shalat di depan kami. Pukul 7 kurang, bang Zaki nge-Whatsapp dan bilang kalau Mama sudah selesai. Alhamdulillah. Kami langsung berjalan ke lorong kamar operasi dan melihat Mama keluar. Bang Zaki bilang, "Tenang, tenang, semuanya bagus. Cuma memang lebih lama aja operasinya karena besar yang harus diangkat." Saya melihat hasil operasi Mama dan merinding seketika. Haduh, seram sekali😵‍💫.

Saya dan Yuni mengikuti suster yang membawa Mama kembali ke kamar. Mama ntah berapa kali bilang, "Mama nggak apa-apa kok. Mama nggak takut," terus berulang kali. Sampai ntah berapa kali kami menjawab iya Ma, iya... Beberapa saat kemudian, bang Zaki masuk untuk mengecek kondisi Mama. Katanya memang akibat bius walaupun cuma spinal saja, akan membuat kita berkata ngawur sebentar. Tapi nggak akan lama, nanti juga kembali seperti semula. 

Bang Zaki menunjukkan proses operasi dan beberapa foto ke Yuni, sedangkan saya melayani Mama yang ingin menelepon kakak-kakak dan adik-adiknya (para tante saya). Saya yang membantu Mama Video Call. Seluruh keluarga menyambut bahagia karena operasi berjalan lancar walaupun berlangsung sangat lama. Yang penting sekarang Mama sudah kembali ke kamar. Amad juga akhirnya datang, istri abang saya juga. Bahkan Yuni membawa anak-anak juga. Seharusnya agak bahaya bawa bayi, tapi khusus hari ini aja. Besok dan seterusnya sudah nggak dibawa lagi.

Karena operasi Mama lancar, kami bersuka cita seolah-olah tidak ada yang sakit. Mama memang masih terbaring lemah, tapi karena kami anak-anak dan menantu Mama pada ngumpul, jadi bisa makan bareng dan bercanda juga. Rasa khawatir yang tadi sangat membuncah sudah lewat. Alhamdulillah operasi berjalan lancar. Sesekali Mama masih bertanya, "Eh, Mami udah ditelpon belum? Cek Ni kayaknya belum di telpon deh." Padahal semua orang sudah ditelpon sama Mama tadi, cuma ya karena biusnya belum hilang sepenuhnya, jadi Mama belum kembali normal.

Malam ini saya yang kena giliran menjaga Mama. Saya terpaksa tidur beralaskan tikar saja karena kamar ini nggak ada sofa. Sudah request upgrade kamar tapi baru bisa pindah besok. Ya sudahlah, bersabar saja. Toh saya bisa tidur dalam kondisi apa pun sebenarnya. Tapi karena lampu sangat terang, ditambah suster terus datang silih berganti, jadi terganggu juga. Lagian kalau menjaga orang sakit mana bisa tidur pules. Nanti malah kebablasan. Saya juga harus memastikan kalau infus Mama sudah diganti yang baru apa belum.
Nggak bisa tidur
Akhirnya saya mematikan lampu agar bisa tidur dan Mama enggak terbangun terus. Kalau memang nanti suster mau masuk, kan bisa nyalain lampu kembali. Setelah lampu mati dan keadaan gelap gulita, saya baru bisa tidur sebentar, walaupun masih ada cahaya lampu dari luar yang pas ke mata saya. Saya terbangun untuk shalat Shubuh. Awalnya ingin tidur lagi setelah shalat karena sepertinya saya baru tidur 3 jam, tapi nggak bisa. Cleaning Service datang dan saya harus melipat karpet. Selesai dibersihkan, karpet saya gelar lagi dan berencana mau tidur. Eh, makanan diantar dan saya harus menyuapkan mama sarapan agar bisa minum obat. Setelah itu adik saya datang membawakan sarapan untuk dimakan bareng. Duh, kapan saya mau tidur nih?
Mama sudah selesai sarapan
Setelah sarapan, saya mencoba berbaring. Mama bilang kalau keluarga dari Matang mau datang menjenguk dan mereka semua sudah dalam perjalanan. Ya Allah, sepertinya saya memang nggak bisa tidur lagi. Mau nggak mau, terpaksa mandi dulu. Masa' mau menyambut tamu belum mandi? Selesai saya mandi, semua saudara-saudara datang dengan ramai menyerbu kamar kami. Selama pandemi COVID19 di Jakarta, saya tidak pernah melihat lagi pengunjung orang sakit di Rumah Sakit seramai ini. Semoga kita semua dijauhkan dari wabah Corona, aaminnn🤲.

Karena terlalu rame, AC dikamar udah nggak mempan lagi. Padahal saya baru selesai mandi, tapi jadi keringetan lagi. Akhirnya kamar VIP sudah tersedia dan Mama dipindahkan kesana. Keluarga yang berkunjung pun pulang karena sudah siang. Makan siang datang dan saya kemudian menyuapi Mama lagi. Saya juga makan, shalat, dan rasanya udah nggak sanggup lagi bergerak saking ngantuknya🥱. Karena ada Amad, dan di ruang VIP ada sofa, jadi saya mau tidur dulu. 

Alhamdulillah akhirnya bisa tidur dengan nyenyak sampai sore dan tamu datang lagi. Yuni dan Reza, juga Mella dan abang pun datang. Semua membawa makanan dan kami jadi merasa seperti piknik. Seru juga sih, menjaga Mama sakit jadi tidak terasa sedih, takut, atau gundah. Mungkin karena dikelilingi oleh keluarga dan kita memang dekat satu sama lain. Kita bercerita ini itu sambil tertawa riang, sampai akhirnya malam ini giliran Amad yang menjaga Mama. Saya menginap di rumah Yuni. Sebelum pulang ke rumah, kita menjemput anak-anak dulu di rumah Mimi (nenek), baru kembali ke rumah Yuni.

Baiklah, postingan ini sudah terlalu panjang. Nanti saya lanjutkan lagi ya. Sampai jumpa!

1 comments:

Ruang Service mengatakan...

Semoga Mama segera sembuh,dan kluarga sll di beri kesehatan. aminn

Follow me

My Trip