Pernah dengar Misool, Raja Ampat? Jujur aja kalau bukan karena bakalan ngetrip ke Raja Ampat, nama Misool sangat asing di telinga saya. Pulau Misool adalah salah satu dari empat pulau besar di Kepulauan Raja Ampat Papua Barat. Kalau di kalangan travellers, destinasi wisata Raja Ampat yang sangat cantik semua ada di Misool. Kalau melihat Piaynemo saja sudah cantik, apalagi Misool. Kalau snorkeling di Arborek saja sudah indah, apalagi Misool. Dalam bayangan saya Misool seperti sebuah surga, sehingga saya sangat antusias mau kesana🤩.
Setelah menunggu kapal bongkar muat yang memindahkan koper-koper kita dari kapal sebelumnya ke kapal yang sekarang lebih besar, akhirnya kami diperbolehkan naik. Kali ini saya bisa dapat duduk di dalam kapal sehingga tidak akan kena tempias hujan. Anak Buah Kapal (ABK) menaruh ransel dan tas tentengan kita di bagian tengah di dalam kapal. Saya memeriksa ransel dan isinya (sangat khawatir kalau laptop kena hujan), alhamdulillah aman. Saya duduk di sebelah Mbak Yuliza, di seberang Rezki dan Iyus. Ada beberapa teman baru juga ikut naik dan saya belum kenal dengan mereka. Saya sudah bertanya nama Mbak di sebelah saya, tapi lupa😅. Seperti biasa, saya butuh waktu untuk mengingat nama-nama orang. Saya sudah bersiap untuk tidur karena katanya perjalanan ke Misool akan sangat menyita waktu. Saya peluk bantal leher, lalu mencoba tidur😴.
 |
Posisi duduk |
 |
Ada anak baru😆 |
Saya tertidur, terbangun, tertidur lagi, terbangun lagi. Saya melihat Mbak Yuliza sudah duduk di bawah dan sedang asyik mengobrol. Sesekali saya mendengarkan obrolannya, lalu terlelap lagi. Sampai pada saat kami melewati kilang Petrogas, anak perusahaan di bawah SKK Migas, tiba-tiba notification dari hp saya masuk semua. Sinyal kencang sekali disini😍. Mas Ikhsan langsung mengumumkan, "Ayo, ayo, cek hp sekarang. Ini tempat terakhir ada sinyal kenceng sebelum masuk ke daerah Laut Seram (nama lautnya ya, bukan karena serem😌). Saya membuka semua sosial media, membiarkan semua terdownload dulu, membuka pesan, mengupload beberapa foto ke story, sampai akhirnya sinyal menghilang. Nah, sekarang baru waktunya baca semua pesan untuk mengisi waktu. Bahkan grup Whatsapp ibu-ibu komplek yang biasa saya skip aja, saya baca semua. Tampaknya masih lama banget nih sampai Misool.
Kita memasuki laut lepas di waktu sore. Mau tidur lagi pun udah nggak ngantuk. Saya menyuruh Rezki duduk di sebelah dan kita membahas foto-foto sampai saya bosan. Saya mendengar cowok di sebelah Iyus ngoceh melulu. "Ih ini anak baru berisik amat," kata saya dalam hati. Kalau dipikir-pikir, "anak baru" apanya? Cuma beda dua hari🤣🤣🤣.
Mbak di sebelah saya juga kayaknya udah bosen dan berpindah duduk berkali-kali. Dia bilang, "duh pinggul aku sakit deh. Kamu sakit nggak?"
"Nggak sih," jawab saya.
Lalu Mbak-nya menekan pinggul saya kenceng banget sampe saya bilang, "OUW!"
"Nah disitu sakitnya."
"Haduwh, tadi nggak sakit, sekarang jadi sakit." Saya jadi mengelus-elus pinggul deh🥲.
Saya melihat ada "anak baru" lainnya yang pindah duduk disebelah Iyus. Mereka lalu mengobrol dan sepertinya membahas topik yang berat. Saya nggak terlalu dengar sih, karena suaranya kecil. Saya udah mulai mati gaya. Mau ngobrol sama Mbak di sebelah, belum kenal. Mau ngobrol sama Rezki udah kehabisan topik. Mau ngobrol sama Iyus, jauh di seberang. Mau dengerin Mbak Yuliza, Tiyo, dan Budet ngobrol, kayaknya seru banget sampe mereka ngakak terus, tapi agak jauh jadi nggak kedengaran juga. Suara mesin dan kapal yang melaju memecah ombak cukup berisik dan saya jadi mendengar suara-suara seperti sayup-sayup doang.
 |
Matahari mulai terbenam |
Di tengah rasa bosan yang membuncah (saking bingung menuliskan kata apa yang pas untuk mengungkapkannya), akhirnya mulai terlihat kepulauan. Dari tadi karena di laut lepas jadi nggak bisa melihat apa pun, hanya lautan berwarna biru dongker saja. Rasanya ketika melihat pulau itu mulai ada setitik harapan kalau sebentar lagi bakalan sampai ke tujuan. Matahari pun mulai mengeluarkan cahaya jingga yang berarti sebentar lagi akan tenggelam. Duh, saya ingin mengambil foto sunset tapi harus duduk di deretan Iyus.
 |
Percikan air laut |
Saya lalu minta ijin Mas-mas (anak baru) yang duduk di sebelah Iyus, "Mas, saya boleh duduk disitu nggak? Sebentaaaarr aja. Mau ngambil foto sunset."
"Oh iya silahkan aja."
Kita kemudian bertukar duduk. Saya langsung membuka jendela dengan lebar, lalu mengarahkan hp ke matahari tenggelam. Masya Allah indahnya😍. Saya merekam beberapa video, mengambil foto, sampai puas. Saya menunjukkannya pada Iyus, meminta pendapatnya, lalu mengambil foto lagi. Sampai matahari benar-benar tenggelam dan hanya menyisakan cahaya jingga.
 |
Cahaya jingga
|
Saya mulai mengobrol dengan Iyus. Di trip Misool kali ini kita nggak bareng lagi karena dia sudah keburu ikut kelompok trip lain. Sebenarnya tim Iyus sudah tiba dari tadi di Misool, bahkan sudah mulai trip hari ini. Hanya saja Iyus belum sampai dan dia jadi khawatir sendiri. "Gw udah nggak enak sama anak-anak trip Misool karena ditanyain terus gw udah sampe mana." Mungkin karena tadi hujan deras juga, jadi kapal tak kunjung berangkat. Kita terus mengobrol sampai akhirnya kapal mulai mengurangi lajunya, pertanda kalau kami akan segera sampai. Alhamdulillah!
Akhirnya tiba juga di dermaga Yalapale Homestay. Keren juga penginapan ini punya dermaga pribadi. Saya pegel banget, bahkan untuk mengangkat badan naik ke dermaga saja sudah hampir nggak sanggup. ABK langsung membantu saya naik, dan saya mulai sedikit stretching. Badan saya bunyikan kletak-kletuk, baru enak. Saya lalu berjalan ke pesisir untuk melihat kamar yang akan kami tempati selama 5 hari ke depan. Dari luar sih ada Exhaust Fan AC, saya langsung lega. Yang penting ada AC (awalnya saya berpikir begini sebelum melihat kamarnya).
Sewaktu saya berjalan menuju kamar, saya mendengar suara kapal, lalu saya menoleh. Ternyata itu kapal tim-nya Iyus yang datang menjemput. Kapalnya lebih bagus dari punya kita, dan lebih kecil. Saya melihat Iyus berjalan ke pesisir, berpamitan ke Mas Ikhsan dan Mbak Yuliza (para ketua Genk), lalu melambaikan tangan pada kita semua. "Gw pergi dulu ya, terima kasih semuaaa." Saya melihat Iyus berangkat sejenak, lalu bu Martha datang menghampiri, "Mut, kita satu kamar di pojok." Saya mengikuti bu Martha dan melihat ada 5 kasur di dalam kamar. Saya menaruh ransel dan mencari remote AC yang ntah berada dimana.
Waktu itu saya kebelet pipis banget, bayangkan sudah 6 jam menahan pipis di kapal. Kamar mandi yang berada di depan kamar saya malah penuh. Saya tanya ABK dimana ada toilet lagi, dan dia menunjuk ke rumah panggung tempat keluarga Bapak dan Ibu Haji. Baiklah, saya langsung kesana. ABK mengantarkan saya sampai ke lorong kamar mandi dan saya baru melihat kalau kamar mandinya hanya berupa bilik-bilik kayu. Saya nggak terlalu memperhatikan kamar mandi yang berada di depan kamar, pasti kurang lebih begini juga. Semula saya ragu mau mandi di kamar mandi begini, jadi mengingatkan saya di rumah nenek di kampung dulu. Tapi saya udah nggak pernah lagi, jadi mau 'gimana. Kebayang nanti kalau mau nyuci 'gimana? Selesai pipis, saya tanya ke ABK, "ini kamar mandi begini semua?" Dia jawab, "Iya kak." Baiklah.
 |
Kamar mandi |
Seharusnya saya sekamar berempat dengan Bu Okati dan Mbak Daisy, tapi mereka pindah kamar. Jadilah di kamar seluas dan segede ini, saya hanya berdua dengan Bu Martha. Mana kasurnya ada 5. Saya dan bu Martha menumpuk kasur jadi 2, satu kasur lagi disandarkan ke dinding (nantinya diambil oleh Rezki). Jadilah kamar super duper luas. Oh iya, ternyata AC itu hanya pajangan saja, huff🙄! Jadi di kamar itu yang ada hanyalah kipas dengan angin sepoi-sepoi yang nggak bisa pun mendinginkan ruangan. Duh, bisa tidur nggak yah nanti🥲? Kan udara di pesisir pantai pasti panas banget. Sebenarnya ada balkon yang menghadap langsung ke laut lepas dan juga menjadi tempat jemuran. Tapi kami merasa nggak aman kalau harus membuka pintu teras di tengah malam. Takut masuk binatang laut, apa pun itu. Mana kamar kami paling pojok, dekat dengan pesisir dan hutan. Ugh mikirinnya aja serem😣.
Saya lalu membongkar isi koper, mengeluarkan baju kotor yang rencananya mau dicuci. Tapi haduh betapa malasnya😩. Mana udah banyak lagi baju kotor termasuk pakaian sekarang di badan. Pasti teman-teman juga pada nyuci hari ini. Udah capek perjalanan, harus nyuci pulak. OH TIDAAAK😩😩😩! Belum lagi kalau perjalanan besok gonta-ganti baju, cuaca panas, dan saya pasti nggak mau pakai baju yang sama lagi karena udah berkeringat. Gimana ini?? Ya Allah berikan jalan keluar🤲, saya berdoa karena nggak mau nyuci. Lalu bu Martha bilang, "Mut, daripada kita nyuci, kita minta tolong aja mbak-mbak di rumah bu Haji untuk nyuciin baju kita. Nanti kita kasih aja berapaa 'gitu." Tanpa berpikir panjang, saya langsung bilang, "OKE BU!" Doa saya cepat juga dikabulkan Allahﷻ, mungkin karena sedang jadi musafir, hihihi😆. Rasanya beban di kepala hilang setengah gara-gara urusan nyuci ini.
Saya mendengar suara riuh dari luar. Saya keluar ke teras dan melihat teman-teman pada loncat ke laut untuk berenang. Mas Ikhsan melihat saya, "Mut, loncat mut. Segerrr!" Duh, hari masih terang aja saya takut langsung lompat ke laut. Apalagi sekarang sudah gelap.
Saya melihat Mbak Yuliza ikutan lompat dan berenang kesana-kemari. "Segerr banget tau. Kalian lompat deh."
"Nggak mau ah, nggak ada pelampung." Jawab Mbak Asri.
"Ngapung kok. Enak ini air lautnya kayak di Laut Mati. Kita ngapung."
"Ah masaaaa," saya tertawa😄.
Temen-temen cowok akhirnya banyak yang langsung lompat dari teras penginapan untuk ikutan berenang.
Saya mandi dulu karena sudah kegerahan, mumpung kamar mandi lagi agak sepi karena teman-teman sibuk dengan beres-beres barang dan berenang di laut. Selesai mandi, saya memasukkan semua baju kotor ke kantong kresek besar, sekalian rinso cair, untuk kemudian diberikan ke "kakak cuci"- sebutan tukang cuci di kosan dulu. Oh iya, saya melihat ada beberapa sikat gigi yang seharusnya untuk Ko Hen di koper saya, tapi tadi di kapal Ko Hen bilang udah beli sikat gigi di kota semalem. Kata Bu Martha, kita berikan saja pada anak-anak kampung sini. Kami kemudian keluar kamar menuju rumah bu Haji sambil membawa pakaian kotor dan sikat gigi. Udah kayak mau ngapaiiinn aja😂. Bu Martha lalu bertanya siapa yang bisa mencucikan baju kita pada bu Haji, bu Haji lalu memanggil 2 anak remaja. Kami memberikan pakaian dan mereka menerimanya dengan senang hati. Saya tanya, "bayarnya berapa?" Bu Haji bilang, "Halah, berapa aja."
 |
Lorong tempat cuci, agak blur fotonya karena screenshot dari video |
Saya lalu melihat anak-anak sedang berlarian dan saya panggil mereka. Saya berikan beberapa sikat gigi ke mereka satu-persatu. Saya bilang, "Ini namanya sikat gigi Ko Hen." Mereka lalu diam.
"Coba kalian ulang nama sikat giginya. "Sikat...gigi...Ko...Hen..."
Mereka lalu mengulangnya seraya berteriak, "SIKAT GIGIIII KOOOO HEEEEN." Dengan wajah malu-malu dan polos ala anak-anak Papua.
Saya lalu ngakak banget🤣🤣🤣, "HAHAHA!" sampe puassss ketawa. Bahkan masih senyum-senyum sendiri ketika mengingatnya. Sampai pas di ruang makan saya bertemu Ko Hen dan saya masih senyum-senyum😆.
"Kenapa lu senyum-senyum?" tanya Ko Hen. Saya menggeleng seolah-olah tidak terjadi apa-apa😆.
Di ruang makan, saya melihat ada sekotak teh bendera yang membuat saya kangen sekali. Saya lalu membuat teh bersama bu Martha, lalu kami duduk di meja makan. Sebenarnya paling enak duduk makan di meja kayu, tapi malam itu teman-teman sudah memenuhi meja kayu terlebih dahulu. Ya sudah, tidak masalah, saya makan disini saja mumpung dekat dengan lauk-pauk. Kalau mau nambah bisa langsung taruh ke piring😋. Menu makan malam pada saat itu ikan, sayuran, dan sambal kering kentang. Ada salah satu teman baru membawa sate kerang asap untuk dimakan beramai-ramai. Dia minta tolong ke Bu Haji untuk menghangatkan sate kerangnya agak lebih enak, baru setelah itu kami serbu. Enaknya teman-teman di trip ini sama sekali nggak ada yang ja-im. Kalau ada yang bawa makanan, semua mau mencoba tanpa pilih-pilih dulu. Jadi yang bawa makanan 'kan merasa senang karena dihargai.
Selesai makan, kami disuruh berkumpul di meja kayu untuk briefing besok mau kemana saja. Ada beberapa orang baru yang akan menjadi guide kami dan juga seorang bagian dokumentasi. Paket trip Misool ini sudah termasuk dokumentasi kamera, drone, dan juga action camera. Jadi seharusnya saya sudah tidak perlu bawa kamera lagi. Tapi saya berpikir, kalau nanti abang dokumentasinya diserbu teman-teman karena ingin berfoto, giliran saya malah semakin lama. Jadi memang lebih baik bawa kamera sendiri sebagai back-up. Guide bilang, besok kita akan ke Puncak Harfat, Goa Keramat, Goa telapak tangan, Yapap, Banos, dan Kampung Yellu. "Jangan lupa pakai baju berwarna cerah agar nanti bagus ketika difoto menggunakan drone. Kita berangkat besok jam 8 pagi."
Selesai briefing, saya mengajak bu Martha ke dermaga. Sebelumnya saya sempat mengambil kamera dan tripod dulu karena rencananya mau mengambil foto Milky Way kalau beruntung. Saat itu dermaga masih sepi. Hanya beberapa ABK saja yang sedang tidur-tiduran di karpet. Saya meminta mereka mematikan semua lampu agar langit terang-benderang. Saya men-setting tripod dan kamera, lalu mengarahkan lensanya ke langit. Saya kemudian menghitung beberapa rasi bintang karena tanda-tanda ada Milky Way adalah dengan munculnya minimal 15 rasi bintang.
Saya menghitung beberapa kali biar nggak salah seraya menunjuk-nunjuk langit, sampai salah seorang ABK bertanya, "Sedang ngapain kaka?" Saya tertawa mendengar logatnya.
"Menghitung rasi bintang. Tolong hitungin dong! Kalau udah lebih dari lima belas berarti ada Milky Way."
"Apa itu milki milki woy kaka?"
Saya ngakak🤣🤣🤣. "Bukan milki woooy. Pokoknya kamu hitung aja kumpulan bintang-bintang ya. Nanti kabarin saya."
Dia lalu menghitung bintang sambil menunjuk ke langit, "Satu, dua, tiga...," selagi saya men-setting kamera. Langit kurang cerah, jadi harus menurunkan shutter speed di level terendah.
"Kaka, sudah saya hitung ada lebih dari 100 bintang bagian sini. Masa' saya hitung semua? Capek kaka."
Saya ngakak lagi🤣🤣🤣. Manaaa ada rasi bintang lebih 100. "Kamu salah hitung ih. Ya udah deh, nggak apa-apa, nggak usah di hitung lagi."
Saya duduk sambil terus mengutak-atik kamera. Dermaga terbuat dari kayu, jadi kalau ada yang lewat pasti goyang. Udah berapa kali ngetes, nggak berhasil terus. Pasti goyang atau blur. Belum lagi beberapa teman-teman mulai datang ke dermaga dan duduk di sebelah saya.
"Lagi nyari milkyway ya?" sapa seseorang dan saya menoleh ke kiri. Oh ternyata anak baru yang tadi berisik di kapal.
"Iya, lu tau nggak setting milky way untuk dermaga yang terus-menerus shaking karena orang datang😅?"
"Pertanyaan sulit," katanya.
"Siapa namanya?" tanya saya.
"Alfredo," jawabnya.
Wow, namanya seperti bintang film telenovela. Kenapa nggak sekalian Fernando Jose, atau Leonardo😆. "Nama lo telenovela banget ya?" Saya ngakak dan dia pun ikut ngakak. "Gw Meutia." Dan saya ingat banget sama nama Alfredo karena unik😂.
Tidak lama kemudian duduk lagi anak baru di sebelah kanan saya, "Lagi nyari milky way?"
"Lu tau settingan-nya?" tanya saya.
"Nggak begitu tau sih," jawabnya.
Saya bersama Alfredo dan cowok di sebelah kanan (waktu itu nggak nanya namanya) mulai pusing mengutak-atik setting-an kamera. Inti masalahnya adalah karena teman-teman mengacaukan dermaga sehingga tripod nggak bisa steady. Bapak nahkoda bilang, biasanya bintang bagus di jam 3 pagi karena bulan sudah turun dan langit cerah. Duh, siapa yang mau bangun jam segitu😅.
Akhirnya saya menyerah karena sudah malam juga. Saya mengajak bu Martha balik ke kamar untuk tidur. Hari ini sangat melelahkan dan encok juga gara-gara duduk di kapal kelamaan. Teman-teman masih nongkrong di dermaga ntah sampai jam berapa. Saya keluar sejenak ke teras kamar untuk melihat bintang dan bulan yang bersinar terang. Di teras sebelah ada Mbak Asri yang sedang menjemur pakaian.
Saya menyapa, "Hai tetangga..."
"Hai, kamu nggak nyuci?"
"Enggak," jawab saya. "Besok pake baju warna apa? Biar gw juga menyesuaikan jadi baju kita warna-warni pas di foto."
"Aku kayaknya pake baju putih, kuning hijau."
Hmm, saya berpikir. "Ya udah, gw pake baju dress outer warna kuning dan baju renang pink deh." Mumpung ada kakak cuci, jadi mau bawa banyak baju pun nggak masalah.
Di kamar, saya 'ngecas semua perangkat elektronik mulai dari semua kamera, hp, dan powerbank. Bu Martha bawa kabel colokan panjang, jadi enak banget bisa nyolok banyak. Saya berbaring dan mulai kepanasan. Kipas dengan angin sepoi-sepoi tidak saya arahkan ke wajah karena takut masuk angin. Saya menggeser kasur sedikit agar kipas angin tidak langsung kena ke wajah. Saya melihat bu Martha sudah tidur, sedangkan saya masih bolak-balik ke kiri dan kanan. Sampai akhirnya alarm hp saya berbunyi, eh sudah pagi ternyata☀️. Saya nggak tau sejak kapan saya sudah tertidur.
Saya akan menceritakan tujuan wisata di Misool di postingan selanjutnya. Sampai jumpa!