Maret 31, 2021

Yapap, Banos, dan Yellu

Melanjutkan postingan tentang Misool, Raja Ampat ini harus benar-benar googling dulu😅. Beberapa kali kami memang tidak mendapatkan informasi yang memuaskan mengenai tempat wisata dari Anak Buah Kapal (ABK), sedangkan kalau mau menuangkannya dalam sebuah tulisan saya ingin sangat lengkap. Karena saya berpikir beberapa tahun lagi mungkin saya akan membaca ulang semua pengalaman perjalanan ini dan saya nggak mau terlewat setiap momen-momen disana. Harap maklum kalau tulisannya kadang lamaaa baru dituliskan. Alhamdulillah belum lupa.

Saya akan lanjutkan kembali beberapa tempat wisata yang kami eksplorasi di hari pertama ngetrip (hari kedua di Misool). Mari disimak:

1. Yapap
Setelah dari Goa Telapak Tangan, kapal kemudian memperlambat lajunya karena kita akan melewati perairan dangkal diantara pulau-pulau bebatuan Karst. Warna laut hijau tosca mulai terlihat sejauh mata memandang, dimana warna langit biru sangat cerah. Kombinasi pemandangan yang sangat bagus diabadikan dengan kamera.
Di pintu Laguna Yapap
Sampailah kami disebuah Laguna bernama Yapap (saya sudah googling asal-usul nama Yapap, tapi tidak ditemukan) dengan air dangkal hijau toska muda yang tenang. Di kiri kanan depan belakang berserakan bebatuan karst yang bentuknya unik, mirip kumpulan candi, seolah mengapung dilaut. Kalau kita telusuri kaki bebatuannya, hanya sedikit penahan yang membuatnya bisa berdiri tegak di atas permukaan laut. Di pintu masuk Laguna, ada batu menjulang tinggi berbentuk penis, yang paling sering difoto. Kapal sengaja dihentikan disini untuk memudahkan kita berfoto.
Bebatuan Karst seolah melayang
Kami bergantian berfoto di tempat ini. Bayangkan, kita ada 20 orang dan masing-masing orang ingin difoto Bang Ono (fotografer dan videografer kita) dengan gaya yang banyak. Satu orang bisa 10 gaya foto. Belum lagi kalau ada yang belum puas difoto karena gayanya belum pas, pasti minta diulang. Jadi teringat sewaktu bu Martha meminjam baju Mbak Asri untuk berfoto dan ternyata hasil foto lebih bagus bajunya dipakai bu Martha😆, wah Mbak Asri langsung minta foto ulang. Dia nggak terima kalau foto orang lain yang meminjam bajunya lebih bagus daripada foto dia sendiri yang notabene pemilik baju. Kalau mengingat hal itu, saya cuma bisa tertawa saja😂😂😂.

Saya tidak mau membebani Bang Ono yang sudah pusing memotret teman-teman, jadi saya paling minta tolong Rezki mengambil foto saya, dengan kamera saya sendiri. Saya akui memang lensa kamera Fujifilm untuk landscaping photo ini hasilnya bukan main-main. Menakjubkan! Semua warna pemandangan bisa ter-representasi dengan baik di dalam foto tanpa harus di-edit.

Sebenarnya kita bisa berenang disini. Hanya saja, kita lebih tertarik berfoto-foto, daripada berenang. Saya jadi teringat Ko Jo bilang, "Kenapa sih kalian senang banget fotoan sama batu-batu doang?" Saya langsung ngakak🤣. Iya juga sih, cuma bebatuan doang, tapi ya disitu indahnya.

2. Pulau Banos
Sebagai kabupaten dengan kepulauan yang terkenal, salah satu kegiatan yang paling cocok di Raja Ampat adalah menjelajahi berbagai pulau (island hopping) mulai dari pulau yang besar hingga pulau yang kecil. Salah satu Pulau yang menarik untuk dikunjungi adalah Banos. Meski berukuran kecil, pulau ini memiliki keindahan berupa pantai pasir putih melengkung. Tak heran, pulau ini selalu masuk dalam paket wisata penjelajahan pulau. 
Pulau Banos
Pulau Banos memiliki ukuran yang kecil kalau dilihat dari drone. Warna air laut yang jernih dan tenang dengan gradasi hijau tosca sampai biru, sangat indah dan memanjakan mata. Ditambah lagi langit sangat biru dan sinar matahari tercermin indah di atas air. Disini kami nggak snorkeling, hanya bermain di pantai dan mengambil beberapa video dari drone. Gaya yang diarahkan oleh Bang Ono pun macam-macam. Ada gaya tiduran di pinggir pantai, gaya berputar melingkar, sampai harus berlari-lari ke laut agar videonya bagus. Kami sebagai aktor pasrah saja menuruti arahan sutradara. Tapi capek juga kalau harus beberapa kali pengmabilan gambarnya.
Gradasi warna air laut yang indah
Bermain lingkaran
Kita nggak terlalu lama di Pulau Banos karena hari sudah mulai sore. Kata Bang Udin, kita harus mampir ke kampung (kota) untuk belanja kebutuhan perjalanan besok. 

3. Kampung Yellu
Tempat ini adalah kampung nelayan pertama di Misool yang saya datangi. Kapal kami merapat ke dermaga dan kita pun turun.  Saya sempat melihat sangat banyak ikan di bawah dermaga dimana anak-anak dengan santainya melompat ke laut, lalu naik lagi, lompat lagi. Yang paling penting disini adalah, ada sinyal📡. Akhirnya, saya bisa membaca Whatsapp yang masuk setelah dari kemarin nggak tau berita apa pun. Tapi jangan harap untuk membuka instagram dengan lancar karena untuk download image itu berat banget. Saya duduk di depan rumah orang, sambil terus memainkan hp. Sampai saya lelah sendiri dengan koneksi yang lemot.
Kampung Yellu
Saya kemudian mampir ke sebuah warung karena disana ada Budet. Saya pinjem duit Budet karena mau beli roti bundar yang harganya hanya Rp. 1000 karena dompet saya ada di kapal. Saya beli dua karena lapar, lalu kembali duduk di depan rumah orang seraya berkumpul bersama teman-teman. Ternyata enak banget rotinya. Saya jadi promosikan ke semua teman-teman kalau kue ini enak. 
"Beli deh ini donat bulat, enak banget."
"Ada isinya ya?"
Saya melihat ada isian berwarna coklat, "Iya ada warna coklat, tapi apa ya? Kelapa kayaknya, tapi kok coklat?"
Tiba-tiba seorang ABK nyeletuk, "Itu isinya keju Kaka,"
Saya mengernyit, "Keju kok coklat?"
"Di Papua keju yang putih pun jadi coklat kayak saya, Kaka."
"Oh gitu?" Saya udah serius dengerin penjelasannya, tapi ujung-ujungnya malah dikerjain🤣.

Sambil terus mengobrol dengan yang lain, saya melihat Iyus dengan teman-temannya dari grup sebelah melewati kita. Saya cuma senyum dan melambai tangan saja. Cewek-cewek di grup saya mulai heboh, seolah-olah artis lewat. Kata Rezki, salah satu cowok di grup Iyus namanya Kevin, yang awalnya sempat Whatsapp-an sama Rezki untuk meng-arrange trip ke Raja Ampat. Beberapa dari teman-teman kita mencoba mengobrol dengan Kevin, tapi saya hanya memperhatikan mereka saja seraya mengunyah donat bulat yang lebih menarik.
Makan malam
Saya melihat para ABK dan Bang Ono sedang berfoto bersama ikan tenggiri gedeeee banget😱. "Untuk makan malam, Kaka..." Wah, bisa makan malam lezat malam ini. Mereka membeli ikan segede ini dari Pemancing untuk kita semua. Akhirnya waktu kami sudah habis di Kampung Yellu dan ABK menyeru kita untuk naik kapal. Saya kemudian berjalan ke dermaga dan masuk ke dalam kapal mengikuti arahan ABK.

4. Kembali ke Yalapale
Matahari belum sepenuhnya tenggelam ketika kami sampai ke penginapan. Semula saya ingin mengambil foto sunset, tapi sepertinya bermain kano menarik juga. Saya titipkan kamera kepada Tiyo, lalu saya berjalan menuju pesisir. Akhirnya saya mendapatkan kano duluan bersama Rezki, sedangkan yang lainnya masih rebutan karena kanonya hanya empat. Sebenarnya ada 5 sih, tapi yang satu lagi bocor. Ternyata stik pendayung kano pun terbatas yang membuat satu kano tidak bisa didayung 2 orang.
Bersiap bermain kano
Saya menyerahkan stik kano ke Rezki dan dia mulai mendayung ke segala arah. Saya jadi bingung sendiri kenapa dia mendayungnya aneh banget. Kalau matahari mulai semakin gelap, saya bisa merinding sendiri melihat kondisi laut yang berwarna biru dongker dan dalam. Saya heran kenapa ini teman-teman pada mau mendayung kano sampai ke penginapan sebelah. Saya takut melihat air laut begitu gelap, jadi mulai berpikir macam-macam. Ada hiu-lah, gurita-lah, atau apa pun yang membuat saya nggak nyaman.
Mari bermain kano
Saya akhirnya berusaha untuk tidak panik dan diam saja sambil melihat Rezki terus mendayung. Mbak Yuliza sudah sampai duluan ke penginapan sebelah. Dia sengaja mau pamer ke Iyus kalau penginapan kita punya kano hahaha🤣, kemudian balik lagi. Saya ngakak sih, oh jadi ini niat terselubung teman-teman makanya mau mendayung kano sejauh itu cuma buat pamer aja🤣🤣🤣. Setelah pamer, kami pulang ke penginapan lagi. Kali ini saya bergantian yang mendayung kano, biar cepat. Dulu sewaktu di Ha Long Bay, saya lumayan jago mendayung, karena tau perairannya nggak sedalam ini. Alhamdulillah kami tiba di penginapan dengan selamat. Saya langsung mandi mumpung ada kamar mandi yang kosong.

Selesai mandi, saya melihat beberapa potong ikan tenggiri yang sudah dibakar di ruang makan. Wanginya menggugah selera banget, apalagi seharian ini saya lumayan capek karena harus mendaki Puncak Harfat dan berlari-lari di pantai untuk keperluan video drone. Saya mengambil potongan ikan sangat besar, sedangkan nasi hanya sedikit. Saya langsung melahapnya, bahkan sampai nambah. Ikan tenggiri kalau segar memang enak banget dagingnya walaupun hanya dibakar biasa tanpa bumbu macam-macam.
Ikan tenggiri bakar
Saya sengaja duduk di dalam ruang makan agar bisa menambah makanan, sekalian ngobrol dengan Makki dan Budet. Karena besok mau snorkeling di tempat yang paling indah, jadi obrolan kita seputar menyelam dan snorkeling. Makki ternyata Free Diver, dan saya jadi membahas kalau dulu ketika snorkeling di Pulau Menjangan Bali, saya melihat ada mata gedeee banget. Ntah mata makhluk apa, alhamdulillah saya nggak panik dan keram. Kalau nggak, 'kan bisa tenggelam. Untung selama nyelam, Makki belum pernah melihat mata seperti itu. Makki selesai makan duluan, lalu saya tinggal berdua bersama Budet. Kita berdua jadi ngobrol seru juga. Saya tidak lupa mengajak Budet main ke Aceh.

Selesai makan, kita berkumpul di meja kayu untuk briefing besok mau kemana saja. Saya agak kebingungan dengan nama tempatnya yang begitu asing di telinga. Yang penting, trip ini pasti dimulai tanpa harus basah-basahan dulu, jadi bisa pakai dress, baru setelah itu kita snorkeling dan berenang.

Selesai makan dan briefing, saya dan Bu Martha lalu berjalan ke dermaga. Seperti rencana saya sebelumnya, mau mencari milky way. Sayangnya malam itu cahaya bulan bersinar terlalu terang sehingga bintang-bintang nggak terlalu terlihat. Bapak nahkoda bilang, "Kalau mau, bangun jam 3 dini hari, disitu puncaknya banyak bintang." Duh, males banget bangun jam segitu. Pasti lagi tidur nyenyak banget.

Malam itu saya kurang mood untuk duduk di dermaga dan mengobrol bersama teman-teman. Saya mengajak bu Martha balik ke kamar saja karena saya mau mencoba mengambil foto dari teras kamar. Cahaya bulan memang sangat terang, bahkan pantulannya ke laut membuat suasana agak seram karena jadi terkesan laut begitu dalam. Walaupun sebenarnya sangat indah. 

Saya melihat Mbak Asri di kamar sebelah dan bilang, "Mbak, langitnya bagus banget. Lo nggak mau difoto?"
"Duh mauuu, bentar gw cari Umar (anak pemilik penginapan) untuk nyetirin kano ke depan kamar lo." Mbak Asri lalu pergi mencari Umar. Tidak lama kemudian mereka sudah berada di permukaan laut depan kamar saya untuk berpose. Sayangnya goyang terus karena riak-riak ombak kecil, jadi tetap agak susah mengambil foto pakai kamera.
Mbak Asri bersama Umar
Selesai mengambil foto, saya dan Bu Martha jadi mengobrol. Malam itu saya jadi banyak mendengar cerita dari beliau yang ternyata suka travelling dan naik gunung seperti bu Okati. Mungkin kalau bukan karena sekamar bareng, saya nggak begitu kenal dengan bu Martha. Setelah sekamar, kita jadi lebih dekat. Apalagi kita cuma sekamar berdua, jemuran kita yang paling nggak ada isinya karena kita nitip cucian ke anak pemilik penginapan. Saya jadi curhat beberapa permasalahan pribadi juga seolah-olah seperti ibu dan anak. Jadi kangen momen-momen itu.

Besok saya akan tuliskan lagi cerita lanjutan perjalanan kita yang masih di Misool. Sampai jumpa!

Maret 30, 2021

Puncak Harfat Dan Goa

Bangun jam 6 pagi dan terdengar suara berisik dari kamar mandi. Saya masih bolak-balik ke kiri dan kanan di kasur karena malas bangun. Saya mengambil hp dan melihat sudah banyak Whatsapp masuk, tapi tak satupun bisa dibalas. Jadi saya hanya baca saja. 

Bu Martha mengajak saya keluar untuk sarapan. Saya menggeliat sebentar, lalu bangun. Saya cuci muka terlebih dahulu, balik ke kamar, baru ke tempat sarapan. Kami bertemu bu Okati yang katanya baru dari desa sebelah. Saya kira penginapan ini mentok di sebuah pulau terpencil. Ternyata masih ada kampung di belakangnya.
"Di kampung belakang ada sinyal kok, saya baru dari sana setelah shalat Shubuh tadi."
"Wah bu, kan gelap melewati hutan ke kampung belakang?"
"Nggak kok, saya pergi pas sudah terang. Jam 6.30 udah lumayan terang."
Akhirnya saya dan bu Martha merencanakan ke kampung belakang besok setelah shalat Shubuh. Ya walaupun gelap, paling nggak nanti saya ajak Rezki.

Kami sarapan sejenak dengan menu komplit yang menurut saya seperti makan siang😃. Ada nasi, mie, ikan, sayur, dan lainnya. Saya nggak bisa sarapan terlalu heboh, jadi hanya menaruh mie goreng sedikit (mungkin 4 suap) dan ikan saja. Tidak lupa minum teh bendera favorit kita semua. Beberapa teman lebih memilih mandi dulu baru sarapan. Mungkin supaya nanti nggak rebutan kamar mandi.

Selesai sarapan, saya pun mandi. Sayup-sayup saya mendengar suara musik dari kamar mandi sebelah. Niat banget temen yang satu ini bawa hp untuk memutar musik seraya mandi. Kalau saya sih, dengan kamar mandi seadanya begitu, kalau bisa mandinya cuma 5 menit (kalau nggak pup). Setelah saya mandi, saya bersiap-siap memasukkan berbagai keperluan ke ransel, sekaligus membawa baju renang, kamera, dompet, sunblock, dan baju ganti.

Pukul 8 pagi, rata-rata teman-teman sudah selesai mandi. Saya balik ke kamar mandi karena mau pipis dan temen yang menyalakan musik itu belum selesai mandi donggg😮. Padahal saya sudah selesai mandi, beberes ransel, dandan, dan udah pengen pipis lagi, dia belum selesai😮. 
Saya bertemu Rezki dan bertanya, "itu siapa yang mandi lama banget?"
"Tau sih orangnya, tapi lupa namanya. Antara Madi atau Makki."

Setelah semuanya beres, saya, bu Martha, dan Rezki berjalan menuju dermaga untuk memulai trip hari pertama di Misool. Duh, nggak sabaaarrrr!😆

1. Puncak Harfat
Destinasi pertama kita adalah puncak Harfat Jaya atau biasa dikenal dengan nama Dapunlol, yang terletak di Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat. Saat menyusuri lautan berwarna hijau tosca yang tenang menuju tempat ini, dari kejauhan sudah tampak bukit-bukit karang dengan bentuknya yang beraneka rupa. Keberadaan puncak Harfat tak begitu sulit ditemukan, ntah karena kita didampingin oleh guide juga. Nama Harfat Jaya diambil dari tokoh masyarakat yang terkenal di salah satu kampung Misool Selatan, yaitu Pak Harun Sapua dan Bu Fatma. Keduanya adalah pemilik homestay Harfat Jaya yang merupakan homestay pertama yang berdiri di Kampung Harapan Jaya (yang baru saya tau kalau ternyata ini kampung yang nantinya bakalan sering kami datangi untuk nyari sinyal😆). 
Dari puncak Harfat
Namanya juga puncak, berarti kita harus mendaki menapaki anak tangga untuk kesana. Tangga akses ke puncak sudah bagus dan sedikit yang rusak. Katanya, puncak Harfat ini jauh lebih indah dari Piaynemo. Saya langsung antusias dan nggak sabar untuk terus mendaki. Kata Tiyo, mendaki ke puncak itu memakan waktu 5 jam😮. Ah masa sih? Tiyo nakut-nakutin aja deh. Pada kenyataannya, kita hanya memerlukan waktu kurang lebih 20 menit saja untuk sampai ke puncak, walaupun dengan keringat bercucuran.  
Puncak Harfat yang sangat indah
Sesampai di atas puncak, saya langsung dibuat kagum dan tercengang. Masya Allah pemandangannya😱😱😱!! Kita bisa melihat Kepualauan Misool secara keseluruhan, termasuk laguna, karst, pohon rimbun, terumbu karang, dan lainnya, sejauh mata memandang sampai ke garis horizon. Kalau kalian sudah pernah melihat Piaynemo, maka puncak Harfat memiliki pulau-pulau batu karst yang lebih luas dan melebar. Gradasi warna lautnya juga lebih cantik seperti biru, biru muda, biru dongker, hijau, hijau tosca, hijau muda, dan lainnya. Sungguh indah, agak sulit diungkapkan dengan tulisan di blog😍😍😍. Kalian harus lihat sendiri keindahannya.
Dari sisi berbeda
Saya menunggu teman-teman mengantri mengambil foto. Kami memang membawa Mas Ono yang bertugas menjadi fotografer, videografer, dan pilot drone. Tapi kalau untuk mengambil foto, saya lebih suka dengan kamera sendiri karena tidak perlu mengantri lama. Terkadang teman-teman berfoto dengan seribu gaya, sedangkan yang mengantri masih rame, mana cuaca panas banget lagi🥵. Menunggu antrian membuat dehidrasi juga🥵.  Bayangkan kalau kita berada di posisi bang Ono yang harus setia melayani teman-teman yang mau berfoto🥵🥵🥵. Kalau sudah begitu, saya biasanya mencari spot lain yang tidak kalah cantik bersama beberapa teman untuk berfoto. Biasanya tempatnya curam dan diantara tebing-tebing batu karst. Jadilah saya kesana harus dibantuin karena takut terpeleset.
Foto dari drone
Selesai berfoto, kami lanjut shooting untuk video drone. Ini hal paling gampang menurut saya karena tinggal dadah-dadah aja mengikuti arah drone. Shooting berlangsung sekitar 30 menit dari berbagai angle, setelah itu kami pun turun. Udah keringetan parah banget. Ingin cepat-cepat melepas outer rasanya.
Tepar kepanasan apa gaya-gayaan doang?
Setelah tiba di dermaga, kami lanjut shooting drone lagi sejenak. Duh, ngeliat bang Ono pintar sekali mengendalikan drone, jadi pengen punya deh suatu hari. Selesai mengambil video drone, akhirnya kami semua masuk ke kapal. Bayangkan dengan kapal yang terjemur di tengah laut, dan kita yang keringatan parah banget, masuk semua ke dalam kapal itu rasanya, OMG🥵🥵🥵! Tapi ya mau 'gimana lagi. Disitulah serunya. Saya minum air mineral yang sangat banyak sambil mendinginkan badan di dalam kapal. Perjalanan akhirnya dilanjutkan ke destinasi kedua yaitu goa.

2. Goa Keramat
Di Misool, ada sebuah goa yang dulunya merupakan tempat persembunyian orang Muslim dari Maluku yang datang ke Papua yang bernama Goa Keramat dan berada di Teluk Tomolol. Menurut cerita penduduk Misool, mereka bersembunyi disini dan juga menyembunyikan ustadz yang mereka culik dari Aceh untuk mengislamkan (mengkhitan) penduduk. Lucu juga ustadznya diculik dari Aceh dong😂😂😂. Katanya, jika ustadz tersebut gagal mengkhitankan penduduk, yang berakibat kematian, ustadz itu akan dibunuh. Tapi untungnya, seluruh proses berjalan baik dan mereka itu yang jadi cikal bakal penduduk Muslim di Misool, Raja Ampat. Mendengar cerita itu saya senyum-senyum sendiri. Jangan bayangkan yang tidak-tidak ya.
Goa Keramat
Di dalam goa terdapat bebatuan stalagtit dan stalagmit dari atas dan bawah yang mengelilinginya, serta perairan dangkal yang sering digunakan untuk berenang. Tempatnya teduh dan adem banget. Berbeda dengan Puncak Harfat yang panas sekaliiii🥵. Mas Ikhsan bilang, di tempat ini asik banget untuk berenang. Hanya saja saya melihat lautnya yang biru dongker dan goa yang gelap, agak deg-degan juga mau berenang. Tapi sepertinya saya memang mau nyebur karena udah keringetan banget.
Mas Ikhsan bilang, "Mut, ganti baju, trus loncat sini!" Hah? Loncat? Oh tidak.😱

Saya kembali ke kapal dan mengambil baju renang. Kebetulan ada kamar mandi kecil di dermaga, jadi bisa ganti baju. Setelah itu saya menuruni tangga kayu untuk berenang. Awal-awalnya sih nggak dalam ya. Ternyata semakin kesana, semakin dalam. Saya jadi merasa insecure, mana Mbak Asri sempat nebeng berenang di bahu saya dan membuat agak susah berenang. Mana saya lupa ambil pelampung. Ya udah deh, saya naik aja. Yang penting udah sempat 'nyemplung sebentar membersihkan keringat.

Anak Buah Kapal (ABK) bilang, kalau mau, kita bisa berenang menyusuri gua. Tetapi disarankan jangan terlalu masuk karena semakin dalam semakin gelap. Iihhh kalau saya sih udah pasti nggak berani itu. Air di dalam goa sangatlah bening dan memancarkan warna hijau tosca dan biru dongker (di tempat yang dalam). Kedalaman air bisa mencapai empat meter, namun menyesuaikan dengan kondisi laut yang pasang surut. Di sekitar goa terdapat banyak sudut yang artistik termasuk batu karst yang menyembul ke permukaan sehingga cocok dijadikan tempat untuk mengambil foto. Kalian bisa berfoto ala-ala putri duyung disini😂.
Ngerusuh dulu
Di dalam gua juga terdapat batu besar yang menyembul dari balik air dan sering disebut sebagai singgasana raja atau tempat bertapa. Di depan batu terdapat jalur untuk menuju Kamar Putri yang tingginya kira-kira tiga meter. Bagi kalian yang penasaran ingin naik dan melihat kamar tersebut harus berhati-hati karena jalan licin serta tidak ada penerangan. Tapi teman-teman saya malah loncat dari atas batu untuk direkam. Seru banget deh melihat mereka. Saya jadi co-fotografer saja menemani bang Ono😆. 

Setelah sibuk berenang, main air, dan berlompatan, akhirnya teman-teman naik ke dermaga. Kami makan siang disini sebelum melanjutkan perjalanan ke tujuan wisata berikutnya. Beberapa teman ada yang shalat di dekat kuburan keramat karena tempatnya bersih, bukan karena meng-keramatkan kuburannya ya. Sambil menyantap makan siang, saya mengobrol dengan Mas Ikhsan dan Alex kalau kata mereka pulau Kei di Ambon bisa dibandingkan dengan Misool indahnya. Mas Ikhsan malah sudah punya tiket ke Ambon. Duh, saya ingin ikut, tapi saya nggak bisa kalau beli tiket sekarang tapi untuk berangkat berbulan-bulan lagi.
Perjalanan di mulai

3. Goa Telapak Tangan
Perjalanan pun dilanjutkan ke sebuah Goa (lagi) di Pulau Sunmalele Atsa, Misool. Kali ini kita nggak turun dari kapal, jadi ABK memperlambat laju kapal agar kita bisa menikmati goa tersebut. Ciri khas goa ini adalah terdapat lukisan telapak tangan yang unik dan sayang untuk dilewatkan. Lukisan tersebut bisa dilihat di dinding tebing karst, maka dari itu goa ini disebut Goa Telapak Tangan. Tempat ini bisa dicapai sekitar 15 menit dengan speedboat dari Goa Keramat.
Ada gambar apa sajakah di dinding goa?
Lukisan telapak tangannya ternyata banyak juga. Berhubung saya bukan ahli geologi, saya jadi tidak paham ntah apa artinya itu. Tempat wisata purba ini memang tidak dilengkapi dengan informasi memadai. Tapi menurut penduduk setempat, lukisan itu sudah ada sejak zaman prasejarah dan dibuat oleh manusia purba. Jika dilihat sekilas pun, lukisan telapak tangannya memang mirip dengan yang ada di situs purbakala Gua Leang-leang, di Maros, Sulawesi Selatan. Hayoo, siapa yang sudah ke Maros?
Keliatan kan telapak tangannya?
Tidak hanya gambar telapak tangan, ada juga gambar perahu dan hewan laut berupa ikan, serta bentuk-bentuk lain yang begitu unik. Gambar-gambar itu masih banyak yang tampak dalam keadaan bagus. Tapi tak sedikit juga yang mulai rusak, yang kemungkinan karena seringkali diterpa air laut. Ada bagian yang dindingnya terkelupas, ada pula yang tertutupi kapur. Walaupun begitu, melihat langsung lukisan telapak tangan purbakala tersebut tetaplah menyenangkan. Wisata sejarah ini pun bisa menjadi pelengkap perjalanan kita di kawasan Misool.
Lanjutttt
Laut yang bergradasi warnanya
Postingan ini tampaknya sudah terlalu panjang. Nanti saya akan melanjutkan lagi cerita menuju destinasi berikutnya. Oh ya, karena cuaca yang sungguh sangat panas, banyak teman-teman duduk di atap kapal agar kena angin, tapi juga terjemur matahari. Jadi jangan heran kalau orang Papua berkulit hitam legam, karena kalau kita memiliki kulit putih pun, pasti terbakar. Tapi seru sih. Warna kulit bisa dikembalikan walaupun dalam waktu agak lama, tapi pengalaman dan kesempatan tidak datang dua kali. Iya kan?😉Sampai jumpa di postingan berikutnya ya. Masih di seputaran Misool. Dadah!👋🏻

Maret 29, 2021

Akhir Cerita Tentangmu

Dear Rio, sudah banyak cerita yang aku tulis tentangmu, sejak 2016, ketika aku sering dinas ke kota Malang. Dulu, aku masih belajar caranya berbisnis tanaman, dan aku terbang ke kotamu untuk melihat lahan disana. Walaupun saat itu kamu berada di Ponorogo dan jarak antar kota Malang dan Ponorogo tidak dekat. Aku bahkan lupa kenapa memilih Malang, padahal kalau mau melihat lahan pertanian dan perkebunan bisa ke Bogor atau Bandung😅. 

Beberapa kali kita janjian bertemu di Malang, tapi tidak pernah jadi. Ntah berapa janji yang kamu batalkan untuk bertemu denganku, sampai aku sendiri heran, apa se-sibuk itu orang Bank yang jabatannya saja masih belum tinggi🤔. Atau memang kita tidak seharusnya bertemu. Atau aku bukan cewek yang cantik? Karena kamu memang sangat ganteng. Padahal, kita bisa bertukar pikiran tentang apa pun, termasuk tentang travelling yang mungkin bisa membuat obrolan kita nyambung. Kamu juga jago motret, dan pada saat itu aku tidak mengerti tentang kamera. Jadi aku hanya mengagumi foto-foto travellingmu dari instagrammu yang sekarang sudah sangat banyak kamu sembunyikan, ntah kenapa🤔.

Tahun demi tahun berlalu begitu saja. Terkadang kita tidak pernah saling sapa hingga berbulan-bulan, sampai akhirnya selalu aku yang memulai menyapa kamu. Aku pernah sampai unfollow kamu di instagram dan kamu malah tau dan bertanya kenapa, sampai-sampai kamu unfollow aku juga dan akhirnya kita follow-follow-an lagi😅. Kalau sekarang aku pikir-pikir, kenapa setiap kita mulai renggang, selalu harus aku yang memulai untuk menetralisir suasana? Kenapa juga setiap ada masalah di social media, seolah itu adalah masalah serius? Padahal social media bisa jadi hanyalah dunia tipu-tipu dan aku pun bisa merekayasa semua hal berkaitan denganku. Tapi memang aku tidak melakukannya.

Sampai di tahun 2018 aku mulai capek berurusan denganmu. Keterbatasan jarak untuk bertemu dan hanya postingan-postingan yang nggak penting di social media membuatku lelah. Aku memilih untuk menjalin hubungan dengan cowok lain yang aku kira lebih baik. Ketika bersamanya, aku sama sekali tidak peduli status yang kamu posting di social media, apa yang kamu lakukan, pokoknya semua tentangmu aku tak peduli, kecuali ketika kamu melakukan perjalanan ke Khasmir. Kita chatting berkali-kali, sampai pacarku marah (kalau diingat lagi, hal ini konyol sekali😑). Sampai akhirnya aku hanya membalas sedikit chat darimu untuk menjaga perasaan pacarku.

Tahun 2019 akhir, aku selesai berurusan dengan pacarku. Kita kembali dekat, apalagi ketika kamu sudah pindah ke Purwodadi dan mulai kuliah di Universitas Diponegoro, Semarang. Teringat dulu aku sering membantumu mencarikan penginapan di Semarang, agar murah dan tidak perlu capek bolak-balik ke Purwodadi. Aku juga senang karena kamu selalu perhatian dengan semua postingan story di instagramku. Termasuk ketika aku ke Australia, kamu mengomentari semua postinganku karena ingin kesini juga. Kita bahkan sudah merencanakan untuk berlibur ke Sapporo di tahun 2020, sampai kamu memberikan passpormu kepadaku untuk disimpan, kali aja ketemu tiket promo agar bisa langsung beli tiket. Walaupun pada akhirnya kamu ke Vietnam, dengan cewek itu🙄... Semula aku tidak peduli, tapi sejak aku melihat foto kalian berdua dengan berbagai angle, maka aku mulai curiga... Tapi rasa curigaku berakhir sudah ketika kita bertukar kado ulang tahun. Pada saat itu aku sangat suka kado dari kamu. Pilihan yang sangat pas menurutku.

Jujur saja, aku sangat senang ketika kamu pindah ke Jakarta dan aku tau hal ini langsung dari kamu. Biasanya aku tau kamu ke Jakarta harus dari postingan instagram. Aku mengajak kamu bertemu sampai beberapa kali, baru akhirnya kamu mau. Disini sebenarnya aku bingung, kenapa masih nggak mau ketemu juga. Walaupun akhirnya ketemu dengan tujuan aku harus buka rekening di bank kamu. Nggak masalah sih, tapi sebenarnya hal ini tidak boleh dilakukan ketika memulai pertemuan dan pertemanan. Berteman ya berteman saja, tidak musti ada kepentingan disana.

Sampai akhirnya kita sangat dekat. Kita sering chatting dan ketemuan hanya untuk saling curhat. Aku suka mendengar cerita tentangmu, apalagi kegalauan harus masuk kantor di kala pandemi. Aku juga suka kalau kamu cerita tentang keluarga, apalagi masa-masa kecil di Aceh. Aku bahagia banget ketika kamu membawa oleh-oleh dari Bali, walaupun hanya tumbler Starbucks bertuliskan 'Bali'. Tapi kamu waktu itu cerita, "Aku nggak pernah bawa oleh-oleh, bahkan untuk ibuku saja engga. Tapi ini khusus untuk kamu☺️." Mendengar itu, aku pun melayang.

Kita terbiasa menyimpan banyak cerita, hanya untuk diceritakan ketika bertemu. Aku juga senang setiap harus menemanimu ke dokter gigi karena kamu penakut😆. Cabut gigi saja malah minta bius total😆. Aku harus berada di sisimu kalau kamu mau cabut gigi, atau kalau harus pasang kawat gigi selanjutnya. Kamu lucu ketika mengadu padaku, "Aku gemetaran." Seraya memberikan tanganmu untuk aku pegang. "Nggak apa-apa, ada Mumut disini☺️." Kataku sambil memegang tanganmu.

Demi aku, kamu mulai menyukai bercocok tanam. Tapi aku heran ketika aku ingin memperkenalkanmu dengan teman-temanku yang memiliki hobi sama, tapi kamu nggak mau. Aku pernah mengajakmu ke rumahku karena teman-temanku pada ngumpul, dan kamu juga sungkan. Aku agak bingung kenapa🤔. Padahal teman-temanku adalah orang yang baik dan mudah bergaul. Seharusnya kamu akan merasa nyaman bersama mereka. 

Aku sering banget mengajakmu pergi, kemana pun. Aku mengajakmu ke Bandung, kamu bilang nggak bisa. Aku berusaha mencarikan waktu dimana kamu akan bisa, tapi kamu tetap bilang nggak bisa. Sampai ketika aku melihat postingan kamu ke Bandung juga, tanpa mengajakku. Alasan yang kamu berikan adalah karena kamu pergi bersama teman-teman dan kalian sudah janjian berbulan-bulan yang lalu. Aku juga pernah ngajak ketemuan karena aku kangen dan permasalahan kantor lagi banyak. Aku ingin kamu mendengar ceritaku. Pada saat itu kamu bilang kalau sedang tidak mau kemana-mana dulu karena orang-orang di kantor kamu banyak yang terkena Corona. Aku paham, dan aku tidak memaksamu. Tapi yang aku lihat, kamu malah ke Lampung, bahkan 2 hari setelah aku ajak keluar. Lalu, apa kabar corona?🙄

Sepertinya mulai saat itu, kita renggang. Tapi aku masih berusaha menjaga hubungan baik. Sampai ketika aku pulang dari Medan, kita akhirnya bisa bertemu dan aku menumpahkan semua kekesalan juga kekecewaanku di mobilmu ketika kamu mengantarkanku pulang. Dan kamu terlihat menyepelekannya. Aku sedih banget, tapi kamu hanya menanggapi seadanya. Walaupun akhirnya kamu tetap mendengar ceritaku di Fat Bubble, yang sampai sekarang menjadi salah satu Cafe kesukaanmu.

Ketika aku mendadak harus operasi gusi, aku memberitahumu, dan kamu tidak menanggapi apa pun😢. Padahal kamu sedang berada di Mall Ambassador untuk memperbaiki Iphone-mu yang mendadak mati semalam. Aku sedih, walaupun aku memiliki teman-teman di sekitarku yang selalu menanyakan kondisiku pasca operasi. Kemudian aku mulai berpikir, hal ini terlalu memberatkan perasaanku. Bahkan kamu mulai memposting kalau di kala kamu lelah menghadapi kerjaan di akhir bulan dan tesis, kamu mendapat support dari cewek itu (lagi). Kamu bilang kalian teman, tapi pertemanan antara cewek dan cowok seharusnya tidak sedekat itu. Tapi aku masih berusaha untuk tidak terlalu peduli.

Aku berusaha untuk menenangkan hati yang sudah selalu sedih karena kamu. Sampai ketika kamu akan wisuda, aku mengirimkan kado. Aku berpikir keras agar hadiah ini terlihat menarik, dan aku senang ketika kamu menerimanya dengan sangat gembira. Kamu memposting kado dariku beberapa kali di semua sosial media, dan aku semakin senang. Tapi ternyata kebahagian itu tidak berlangsung lama sampai kamu memposting kalau kamu mengirimkan banyak vitamin ke cewek itu (lagi). Kenapa harus selalu dia. Bahkan apa pun tentang dia kamu repost😢.

Hadiah terakhir dariku

Sampai aku mengajakmu ke Raja Ampat dan kamu tidak bisa (lagi). Baiklah, aku sudah menyerah. Kali ini aku sudah dalam kondisi sangat capek. Aku menginginkanmu ada menemaniku dimana pun dan kapan pun, tapi kamu nggak bisa. Aku ingin selalu mendengar cerita-cerita darimu, tentang keluarga, pekerjaan, dan yang lainnya, tapi mungkin ini waktunya mengatakan cukup. Sampai akhirnya aku pergi ke Raja Ampat, hatiku dipenuhi kegundahan, dengan rasa galau yang sangat membuncah😖. Untungnya disana tidak ada sinyal sehingga aku tidak perlu tahu tentangmu lagi...

Postingan ini aku tulis ketika kembali dari Raja Ampat, tempat terindah di Indonesia, bahkan di dunia. Aku menemukan orang-orang seru disana, teman baru, suasana baru, tanpamu, dan ternyata aku sangat bahagia🥰. Mereka menjadi teman-teman yang bisa aku ajak menemaniku menjelajah Indonesia, bahkan mungkin dunia. Memang sebelum berangkat aku berdoa, menyerahkan semua urusan kegalauan di hati kepada Allah subhanahu wata'ala. Bahkan sepertinya aku (mungkin) menemukan orang, yang nantinya bisa menjadi pelipur lara rasa gundah di hati.

Sekian cerita tentangmu. Mohon maaf apabila ada kesalahanku selama ini yang mungkin menjadi penyebab renggangnya hubungan kita baik disengaja maupun tidak disengaja. Semoga engkau selalu sukses di pekerjaanmu, karena aku tau kamu adalah orang yang sangat pintar. Semoga suatu hari kamu akan punya banyak waktu, untuk menemani siapa pun itu, untuk menghabiskan waktu bersamamu.

"Sukses terus ya, Bang! Mumut akan selalu berdoa semoga selalu berada dalam lindungan Allah. Semoga sukses dalam karir, cita, dan cinta. Aaminn🤲!"

Don't be afraid to ever let me go
Just say you hope that
I would find what I am searching for
'Cause time and time again, I stayed true
But this time I won't choose you
Oh I never meant to hurt you
Set me free for now, and I will come find you
~Raisa - Love & Let Go~

Maret 27, 2021

Welcome to Misool

Pernah dengar Misool, Raja Ampat? Jujur aja kalau bukan karena bakalan ngetrip ke Raja Ampat, nama Misool sangat asing di telinga saya. Pulau Misool adalah salah satu dari empat pulau besar di Kepulauan Raja Ampat Papua Barat. Kalau di kalangan travellers, destinasi wisata Raja Ampat yang sangat cantik semua ada di Misool. Kalau melihat Piaynemo saja sudah cantik, apalagi Misool. Kalau snorkeling di Arborek saja sudah indah, apalagi Misool. Dalam bayangan saya Misool seperti sebuah surga, sehingga saya sangat antusias mau kesana🤩.

Setelah menunggu kapal bongkar muat yang memindahkan koper-koper kita dari kapal sebelumnya ke kapal yang sekarang lebih besar, akhirnya kami diperbolehkan naik. Kali ini saya bisa dapat duduk di dalam kapal sehingga tidak akan kena tempias hujan. Anak Buah Kapal (ABK) menaruh ransel dan tas tentengan kita di bagian tengah di dalam kapal. Saya memeriksa ransel dan isinya (sangat khawatir kalau laptop kena hujan), alhamdulillah aman. Saya duduk di sebelah Mbak Yuliza, di seberang Rezki dan Iyus. Ada beberapa teman baru juga ikut naik dan saya belum kenal dengan mereka. Saya sudah bertanya nama Mbak di sebelah saya, tapi lupa😅. Seperti biasa, saya butuh waktu untuk mengingat nama-nama orang. Saya sudah bersiap untuk tidur karena katanya perjalanan ke Misool akan sangat menyita waktu. Saya peluk bantal leher, lalu mencoba tidur😴.
Posisi duduk
Ada anak baru😆
Saya tertidur, terbangun, tertidur lagi, terbangun lagi. Saya melihat Mbak Yuliza sudah duduk di bawah dan sedang asyik mengobrol. Sesekali saya mendengarkan obrolannya, lalu terlelap lagi. Sampai pada saat kami melewati kilang Petrogas, anak perusahaan di bawah SKK Migas, tiba-tiba notification dari hp saya masuk semua. Sinyal kencang sekali disini😍. Mas Ikhsan langsung mengumumkan, "Ayo, ayo, cek hp sekarang. Ini tempat terakhir ada sinyal kenceng sebelum masuk ke daerah Laut Seram (nama lautnya ya, bukan karena serem😌). Saya membuka semua sosial media, membiarkan semua terdownload dulu, membuka pesan, mengupload beberapa foto ke story, sampai akhirnya sinyal menghilang. Nah, sekarang baru waktunya baca semua pesan untuk mengisi waktu. Bahkan grup Whatsapp ibu-ibu komplek yang biasa saya skip aja, saya baca semua. Tampaknya masih lama banget nih sampai Misool.

Kita memasuki laut lepas di waktu sore. Mau tidur lagi pun udah nggak ngantuk. Saya menyuruh Rezki duduk di sebelah dan kita membahas foto-foto sampai saya bosan. Saya mendengar cowok di sebelah Iyus ngoceh melulu. "Ih ini anak baru berisik amat," kata saya dalam hati. Kalau dipikir-pikir, "anak baru" apanya? Cuma beda dua hari🤣🤣🤣. 
Mbak di sebelah saya juga kayaknya udah bosen dan berpindah duduk berkali-kali. Dia bilang, "duh pinggul aku sakit deh. Kamu sakit nggak?"
"Nggak sih," jawab saya.
Lalu Mbak-nya menekan pinggul saya kenceng banget sampe saya bilang, "OUW!"
"Nah disitu sakitnya."
"Haduwh, tadi nggak sakit, sekarang jadi sakit." Saya jadi mengelus-elus pinggul deh🥲.

Saya melihat ada "anak baru" lainnya yang pindah duduk disebelah Iyus. Mereka lalu mengobrol dan sepertinya membahas topik yang berat. Saya nggak terlalu dengar sih, karena suaranya kecil. Saya udah mulai mati gaya. Mau ngobrol sama Mbak di sebelah, belum kenal. Mau ngobrol sama Rezki udah kehabisan topik. Mau ngobrol sama Iyus, jauh di seberang. Mau dengerin Mbak Yuliza, Tiyo, dan Budet ngobrol, kayaknya seru banget sampe mereka ngakak terus, tapi agak jauh jadi nggak kedengaran juga. Suara mesin dan kapal yang melaju memecah ombak cukup berisik dan saya jadi mendengar suara-suara seperti sayup-sayup doang.

Matahari mulai terbenam
Di tengah rasa bosan yang membuncah (saking bingung menuliskan kata apa yang pas untuk mengungkapkannya), akhirnya mulai terlihat kepulauan. Dari tadi karena di laut lepas jadi nggak bisa melihat apa pun, hanya lautan berwarna biru dongker saja. Rasanya ketika melihat pulau itu mulai ada setitik harapan kalau sebentar lagi bakalan sampai ke tujuan. Matahari pun mulai mengeluarkan cahaya jingga yang berarti sebentar lagi akan tenggelam. Duh, saya ingin mengambil foto sunset tapi harus duduk di deretan Iyus.
Percikan air laut
Saya lalu minta ijin Mas-mas (anak baru) yang duduk di sebelah Iyus, "Mas, saya boleh duduk disitu nggak? Sebentaaaarr aja. Mau ngambil foto sunset."
"Oh iya silahkan aja." 
Kita kemudian bertukar duduk. Saya langsung membuka jendela dengan lebar, lalu mengarahkan hp ke matahari tenggelam. Masya Allah indahnya😍. Saya merekam beberapa video, mengambil foto, sampai puas. Saya menunjukkannya pada Iyus, meminta pendapatnya, lalu mengambil foto lagi. Sampai matahari benar-benar tenggelam dan hanya menyisakan cahaya jingga.
Cahaya jingga
Saya mulai mengobrol dengan Iyus. Di trip Misool kali ini kita nggak bareng lagi karena dia sudah keburu ikut kelompok trip lain. Sebenarnya tim Iyus sudah tiba dari tadi di Misool, bahkan sudah mulai trip hari ini. Hanya saja Iyus belum sampai dan dia jadi khawatir sendiri. "Gw udah nggak enak sama anak-anak trip Misool karena ditanyain terus gw udah sampe mana." Mungkin karena tadi hujan deras juga, jadi kapal tak kunjung berangkat. Kita terus mengobrol sampai akhirnya kapal mulai mengurangi lajunya, pertanda kalau kami akan segera sampai. Alhamdulillah!

Akhirnya tiba juga di dermaga Yalapale Homestay. Keren juga penginapan ini punya dermaga pribadi. Saya pegel banget, bahkan untuk mengangkat badan naik ke dermaga saja sudah hampir nggak sanggup. ABK langsung membantu saya naik, dan saya mulai sedikit stretching. Badan saya bunyikan kletak-kletuk, baru enak. Saya lalu berjalan ke pesisir untuk melihat kamar yang akan kami tempati selama 5 hari ke depan. Dari luar sih ada Exhaust Fan AC, saya langsung lega. Yang penting ada AC (awalnya saya berpikir begini sebelum melihat kamarnya).

Sewaktu saya berjalan menuju kamar, saya mendengar suara kapal, lalu saya menoleh. Ternyata itu kapal tim-nya Iyus yang datang menjemput. Kapalnya lebih bagus dari punya kita, dan lebih kecil. Saya melihat Iyus berjalan ke pesisir, berpamitan ke Mas Ikhsan dan Mbak Yuliza (para ketua Genk), lalu melambaikan tangan pada kita semua. "Gw pergi dulu ya, terima kasih semuaaa." Saya melihat Iyus berangkat sejenak, lalu bu Martha datang menghampiri, "Mut, kita satu kamar di pojok." Saya mengikuti bu Martha dan melihat ada 5 kasur di dalam kamar. Saya menaruh ransel dan mencari remote AC yang ntah berada dimana. 

Waktu itu saya kebelet pipis banget, bayangkan sudah 6 jam menahan pipis di kapal. Kamar mandi yang berada di depan kamar saya malah penuh. Saya tanya ABK dimana ada toilet lagi, dan dia menunjuk ke rumah panggung tempat keluarga Bapak dan Ibu Haji. Baiklah, saya langsung kesana. ABK mengantarkan saya sampai ke lorong kamar mandi dan saya baru melihat kalau kamar mandinya hanya berupa bilik-bilik kayu. Saya nggak terlalu memperhatikan kamar mandi yang berada di depan kamar, pasti kurang lebih begini juga. Semula saya ragu mau mandi di kamar mandi begini, jadi mengingatkan saya di rumah nenek di kampung dulu. Tapi saya udah nggak pernah lagi, jadi mau 'gimana. Kebayang nanti kalau mau nyuci 'gimana? Selesai pipis, saya tanya ke ABK, "ini kamar mandi begini semua?" Dia jawab, "Iya kak." Baiklah.
Kamar mandi
Seharusnya saya sekamar berempat dengan Bu Okati dan Mbak Daisy, tapi mereka pindah kamar. Jadilah di kamar seluas dan segede ini, saya hanya berdua dengan Bu Martha. Mana kasurnya ada 5. Saya dan bu Martha menumpuk kasur jadi 2, satu kasur lagi disandarkan ke dinding (nantinya diambil oleh Rezki). Jadilah kamar super duper luas. Oh iya, ternyata AC itu hanya pajangan saja, huff🙄! Jadi di kamar itu yang ada hanyalah kipas dengan angin sepoi-sepoi yang nggak bisa pun mendinginkan ruangan. Duh, bisa tidur nggak yah nanti🥲? Kan udara di pesisir pantai pasti panas banget. Sebenarnya ada balkon yang menghadap langsung ke laut lepas dan juga menjadi tempat jemuran. Tapi kami merasa nggak aman kalau harus membuka pintu teras di tengah malam. Takut masuk binatang laut, apa pun itu. Mana kamar kami paling pojok, dekat dengan pesisir dan hutan. Ugh mikirinnya aja serem😣.

Saya lalu membongkar isi koper, mengeluarkan baju kotor yang rencananya mau dicuci. Tapi haduh betapa malasnya😩. Mana udah banyak lagi baju kotor termasuk pakaian sekarang di badan. Pasti teman-teman juga pada nyuci hari ini. Udah capek perjalanan, harus nyuci pulak. OH TIDAAAK😩😩😩! Belum lagi kalau perjalanan besok gonta-ganti baju, cuaca panas, dan saya pasti nggak mau pakai baju yang sama lagi karena udah berkeringat. Gimana ini?? Ya Allah berikan jalan keluar🤲, saya berdoa karena nggak mau nyuci. Lalu bu Martha bilang, "Mut, daripada kita nyuci, kita minta tolong aja mbak-mbak di rumah bu Haji untuk nyuciin baju kita. Nanti kita kasih aja berapaa 'gitu." Tanpa berpikir panjang, saya langsung bilang, "OKE BU!" Doa saya cepat juga dikabulkan Allahﷻ, mungkin karena sedang jadi musafir, hihihi😆. Rasanya beban di kepala hilang setengah gara-gara urusan nyuci ini.

Saya mendengar suara riuh dari luar. Saya keluar ke teras dan melihat teman-teman pada loncat ke laut untuk berenang. Mas Ikhsan melihat saya, "Mut, loncat mut. Segerrr!" Duh, hari masih terang aja saya takut langsung lompat ke laut. Apalagi sekarang sudah gelap. 
Saya melihat Mbak Yuliza ikutan lompat dan berenang kesana-kemari. "Segerr banget tau. Kalian lompat deh."
"Nggak mau ah, nggak ada pelampung." Jawab Mbak Asri.
"Ngapung kok. Enak ini air lautnya kayak di Laut Mati. Kita ngapung."
"Ah masaaaa," saya tertawa😄.
Temen-temen cowok akhirnya banyak yang langsung lompat dari teras penginapan untuk ikutan berenang.

Saya mandi dulu karena sudah kegerahan, mumpung kamar mandi lagi agak sepi karena teman-teman sibuk dengan beres-beres barang dan berenang di laut. Selesai mandi, saya memasukkan semua baju kotor ke kantong kresek besar, sekalian rinso cair, untuk kemudian diberikan ke "kakak cuci"- sebutan tukang cuci di kosan dulu. Oh iya, saya melihat ada beberapa sikat gigi yang seharusnya untuk Ko Hen di koper saya, tapi tadi di kapal Ko Hen bilang udah beli sikat gigi di kota semalem. Kata Bu Martha, kita berikan saja pada anak-anak kampung sini. Kami kemudian keluar kamar menuju rumah bu Haji sambil membawa pakaian kotor dan sikat gigi. Udah kayak mau ngapaiiinn aja😂. Bu Martha lalu bertanya siapa yang bisa mencucikan baju kita pada bu Haji, bu Haji lalu memanggil 2 anak remaja. Kami memberikan pakaian dan mereka menerimanya dengan senang hati. Saya tanya, "bayarnya berapa?" Bu Haji bilang, "Halah, berapa aja."
Lorong tempat cuci, agak blur fotonya karena screenshot dari video
Saya lalu melihat anak-anak sedang berlarian dan saya panggil mereka. Saya berikan beberapa sikat gigi ke mereka satu-persatu. Saya bilang, "Ini namanya sikat gigi Ko Hen." Mereka lalu diam.
"Coba kalian ulang nama sikat giginya. "Sikat...gigi...Ko...Hen..."
Mereka lalu mengulangnya seraya berteriak, "SIKAT GIGIIII KOOOO HEEEEN." Dengan wajah malu-malu dan polos ala anak-anak Papua.
Saya lalu ngakak banget🤣🤣🤣, "HAHAHA!" sampe puassss ketawa. Bahkan masih senyum-senyum sendiri ketika mengingatnya. Sampai pas di ruang makan saya bertemu Ko Hen dan saya masih senyum-senyum😆.
"Kenapa lu senyum-senyum?" tanya Ko Hen. Saya menggeleng seolah-olah tidak terjadi apa-apa😆.

Di ruang makan, saya melihat ada sekotak teh bendera yang membuat saya kangen sekali. Saya lalu membuat teh bersama bu Martha, lalu kami duduk di meja makan. Sebenarnya paling enak duduk makan di meja kayu, tapi malam itu teman-teman sudah memenuhi meja kayu terlebih dahulu. Ya sudah, tidak masalah, saya makan disini saja mumpung dekat dengan lauk-pauk. Kalau mau nambah bisa langsung taruh ke piring😋. Menu makan malam pada saat itu ikan, sayuran, dan sambal kering kentang. Ada salah satu teman baru membawa sate kerang asap untuk dimakan beramai-ramai. Dia minta tolong ke Bu Haji untuk menghangatkan sate kerangnya agak lebih enak, baru setelah itu kami serbu. Enaknya teman-teman di trip ini sama sekali nggak ada yang ja-im. Kalau ada yang bawa makanan, semua mau mencoba tanpa pilih-pilih dulu. Jadi yang bawa makanan 'kan merasa senang karena dihargai.

Selesai makan, kami disuruh berkumpul di meja kayu untuk briefing besok mau kemana saja. Ada beberapa orang baru yang akan menjadi guide kami dan juga seorang bagian dokumentasi. Paket trip Misool ini sudah termasuk dokumentasi kamera, drone, dan juga action camera. Jadi seharusnya saya sudah tidak perlu bawa kamera lagi. Tapi saya berpikir, kalau nanti abang dokumentasinya diserbu teman-teman karena ingin berfoto, giliran saya malah semakin lama. Jadi memang lebih baik bawa kamera sendiri sebagai back-up. Guide bilang, besok kita akan ke Puncak Harfat, Goa Keramat, Goa telapak tangan, Yapap, Banos, dan Kampung Yellu. "Jangan lupa pakai baju berwarna cerah agar nanti bagus ketika difoto menggunakan drone. Kita berangkat besok jam 8 pagi."

Selesai briefing, saya mengajak bu Martha ke dermaga. Sebelumnya saya sempat mengambil kamera dan tripod dulu karena rencananya mau mengambil foto Milky Way kalau beruntung. Saat itu dermaga masih sepi. Hanya beberapa ABK saja yang sedang tidur-tiduran di karpet. Saya meminta mereka mematikan semua lampu agar langit terang-benderang. Saya men-setting tripod dan kamera, lalu mengarahkan lensanya ke langit. Saya kemudian menghitung beberapa rasi bintang karena tanda-tanda ada Milky Way adalah dengan munculnya minimal 15 rasi bintang. 
Saya menghitung beberapa kali biar nggak salah seraya menunjuk-nunjuk langit, sampai salah seorang ABK bertanya, "Sedang ngapain kaka?" Saya tertawa mendengar logatnya.
"Menghitung rasi bintang. Tolong hitungin dong! Kalau udah lebih dari lima belas berarti ada Milky Way."
"Apa itu milki milki woy kaka?" 
Saya ngakak🤣🤣🤣. "Bukan milki woooy. Pokoknya kamu hitung aja kumpulan bintang-bintang ya. Nanti kabarin saya."
Dia lalu menghitung bintang sambil menunjuk ke langit, "Satu, dua, tiga...," selagi saya men-setting kamera. Langit kurang cerah, jadi harus menurunkan shutter speed di level terendah.
"Kaka, sudah saya hitung ada lebih dari 100 bintang bagian sini. Masa' saya hitung semua? Capek kaka."
Saya ngakak lagi🤣🤣🤣. Manaaa ada rasi bintang lebih 100. "Kamu salah hitung ih. Ya udah deh, nggak apa-apa, nggak usah di hitung lagi."
Saya duduk sambil terus mengutak-atik kamera. Dermaga terbuat dari kayu, jadi kalau ada yang lewat pasti goyang. Udah berapa kali ngetes, nggak berhasil terus. Pasti goyang atau blur. Belum lagi beberapa teman-teman mulai datang ke dermaga dan duduk di sebelah saya.
"Lagi nyari milkyway ya?" sapa seseorang dan saya menoleh ke kiri. Oh ternyata anak baru yang tadi berisik di kapal.
"Iya, lu tau nggak setting milky way untuk dermaga yang terus-menerus shaking karena orang datang😅?"
"Pertanyaan sulit," katanya.
"Siapa namanya?" tanya saya.
"Alfredo," jawabnya.
Wow, namanya seperti bintang film telenovela. Kenapa nggak sekalian Fernando Jose, atau Leonardo😆. "Nama lo telenovela banget ya?" Saya ngakak dan dia pun ikut ngakak. "Gw Meutia." Dan saya ingat banget sama nama Alfredo karena unik😂.
Tidak lama kemudian duduk lagi anak baru di sebelah kanan saya, "Lagi nyari milky way?"
"Lu tau settingan-nya?" tanya saya.
"Nggak begitu tau sih," jawabnya.
Saya bersama Alfredo dan cowok di sebelah kanan (waktu itu nggak nanya namanya) mulai pusing mengutak-atik setting-an kamera. Inti masalahnya adalah karena teman-teman mengacaukan dermaga sehingga tripod nggak bisa steady. Bapak nahkoda bilang, biasanya bintang bagus di jam 3 pagi karena bulan sudah turun dan langit cerah. Duh, siapa yang mau bangun jam segitu😅.

Akhirnya saya menyerah karena sudah malam juga. Saya mengajak bu Martha balik ke kamar untuk tidur. Hari ini sangat melelahkan dan encok juga gara-gara duduk di kapal kelamaan. Teman-teman masih nongkrong di dermaga ntah sampai jam berapa. Saya keluar sejenak ke teras kamar untuk melihat bintang dan bulan yang bersinar terang. Di teras sebelah ada Mbak Asri yang sedang menjemur pakaian. 
Saya menyapa, "Hai tetangga..."
"Hai, kamu nggak nyuci?"
"Enggak," jawab saya. "Besok pake baju warna apa? Biar gw juga menyesuaikan jadi baju kita warna-warni pas di foto."
"Aku kayaknya pake baju putih, kuning hijau."
Hmm, saya berpikir. "Ya udah, gw pake baju dress outer warna kuning dan baju renang pink deh." Mumpung ada kakak cuci, jadi mau bawa banyak baju pun nggak masalah.

Di kamar, saya 'ngecas semua perangkat elektronik mulai dari semua kamera, hp, dan powerbank. Bu Martha bawa kabel colokan panjang, jadi enak banget bisa nyolok banyak. Saya berbaring dan mulai kepanasan. Kipas dengan angin sepoi-sepoi tidak saya arahkan ke wajah karena takut masuk angin. Saya menggeser kasur sedikit agar kipas angin tidak langsung kena ke wajah. Saya melihat bu Martha sudah tidur, sedangkan saya masih bolak-balik ke kiri dan kanan. Sampai akhirnya alarm hp saya berbunyi, eh sudah pagi ternyata☀️. Saya nggak tau sejak kapan saya sudah tertidur.

Saya akan menceritakan tujuan wisata di Misool di postingan selanjutnya. Sampai jumpa!

Maret 26, 2021

Pengeluaran Trip Piaynemo

Selesai mandi, seperti biasa saya akan duduk di ruang makan resort untuk mencari sinyal untuk membalas pesan, dan mengupload stories. Saat itu disana cuma ada Mas Ikhsan yang sedang merokok. Kata Mas Ikhsan, tadi Ko Hen, Budet, dan Tiyo ikut pergi ke kota sekalian beli makan malam. Teman-teman yang lain mungkin masih beristirahat di kamar mereka masing-masing. Maklum, hari ini kita capek banget. Walaupun demikian, saya senang sekali hari ini🥰.

Selama ini saya jarang ngobrol serius dengan Mas Ikhsan. Biasanya kalau rame-an dengan teman yang lain, kita jadi becanda melulu. Kali ini cuma berdua dan saya mencoba mencairkan suasana. Kita malah bahas bisnis. Semula beliau bertanya saya kerja apa dan dimana. Jadilah saya bercerita tempat kerja pertama, kedua, sampai di Rancupid. Mas Ikhsan juga begitu, beliau bercerita mulai dari PNS, ngapain aja, resign, lalu mencoba berbisnis. Sampai beliau pernah ke Sumba hanya untuk mencari jagung ratusan ribu kilogram, sekalian liburan juga. Saya bahkan baru tau kalau Sumba merupakan daerah penghasil jagung. 
"Pokoknya Mut, kalau ada tawaran bisnis, iya-in dulu aja. Baru mikir nanti 'gimana ya bisa ngerjainnya apa enggak. Karena nanti otak kita bakalan terpaksa bekerja lebih keras untuk berpikir 'gimana caranya menjalankan bisnis."

Saya lanjut bercerita tentang bisnis yang saya geluti, jualan online tapi di Amerika. Saya juga menjalankan bisnis travel tapi nggak bisa dibandingkan dengan punya Mas Ikhsan. Beliau langsung antusias mendengarkan bagaimana saya menjalankan bisnis, dari A sampai Z. Katanya, "anak muda sekarang unik-unik ya bisnisnya." Dan saya merasa dihargai juga karena beliau mau mendengarkan keluh-kesah saya selama berbisnis dan memberikan beberapa solusi. Saya terdiam berpikir, lalu bertanya lagi kalau begini bagaimana, kalau begitu nanti konsekuensinya apa, dan semuanya Mas Ikhsan jawab dengan baik.

Sejam kemudian, Ko Johanes bergabung dalam obrolan kita yang sudah mengarah sewaktu Mas Ikhsan ke Aceh jaman masih ada GAM dan tsunami. Kami takjub mendengar cerita Mas Ikhsan yang pulang ke Jakarta sehari sebelum tsunami meluluh-lantakkan Aceh, dan pada saat hari H tsunami, semua teman yang se-projek bersama, meninggal tersapu tsunami. Bahkan jenazahnya pun tidak ditemukan. Pada saat itu saya jadi flashback, tsunami memang mengerikan dulu. Banyak keluarga, teman-teman, guru-guru, tetangga, dan lainnya, semua meninggal.

Tidak terasa sudah lebih dua jam kami mengobrol dan heran ini kenapa teman-teman nggak datang-datang juga ke ruang makan. Padahal, makan malam sudah tersedia, teman-teman dari kota sudah pulang, dan pelayan sudah menyiapkan piring, gelas, serta peralatan makan untuk kita karena ternyata jam 8 mereka sudah harus pulang. Saya mengirim Whatsapp ke teman-teman untuk makan malam. Baru kemudian mereka satu demi satu berdatangan.

Kita pun makan malam bersama. Saat itu, Mbak Yuliza sekalian hitung-hitungan pengeluaran selama trip dari kemarin naik kapal sampai hari ini. Saya kaget harga teh di Kasuari Rp. 63,800😱. Ya ampun, sudah lebih mahal dari Restoran Kempinski atau SKYE di Jakarta dongggg😱😱😱. Itu juga harga pisang goreng tepung Rp. 34rb, jadi kalau ada yang pesan teh dan pisang goreng udah Rp. 100rban aja😱. Kayaknya kalau kita goreng sendiri, beli pisangnya udah satu sisir dan beli teh udah 30 sachet masih ada kembalian. Total ngemil aja bisa hampir sejuta dong ini😩.
Bill di Kasuari
Berikut hasil rekapan pengeluaran selama trip 2 hari untuk 15 orang:
  1. Sewa Mobil Rp. 900,000
  2. Kapal ke Waisai Rp. 100,000 perorang, total Rp. 1,500,000.
  3. Kapal island hoping Rp. 6,500,000
  4. Parkir di Piaynemo Rp. 300,000
  5. Parkir di Kabui Rp. 300,000
  6. Parkir di Pasir Timbul Mansuar Rp. 200,000
  7. Pisang Goreng di Friwen Rp. 90,000
  8. Kopi nahkoda Rp. 20.000
  9. Nasi kotak makan siang Rp. 35,000 x 19 orang = Rp. 665,000
  10. Aqua 2 kardus Rp. 140,000
  11. Nasi goreng 15 x Rp. 22.,000 = Rp. 330,000
  12. Makan malam Rp. 560,000
  13. Aqua Rp. 70,000
  14. Nasi bungkus Rp. 528,000
  15. Kapal ke Sorong 4,500,000
  16. Tip Bang Udin Rp. 1,000,000
Total Rp. 17,603,000 ÷ 15 = Rp. 1,173,533
Ditambah biaya diluar harga paket trip:
Teh Sultan Rp. 63,800
Kamar di Waiwo Resort Rp. 800,000
Grand Total Rp. 2,037,333

Untuk harga paket trip saya bayar menggunakan cash karena sudah keburu ambil duit. Banyak dari teman-teman bisa transfer aja. Saya kira daerah Waisai ini bakalan nggak ada sinyal sama sekali jadi takut nggak bisa transfer. Takut juga nggak ada mesin ATM disekitar apalagi kartu ATM saya dari Bank DBS yang kadang beberapa bank daerah nggak terima.

Selesai proses pelunasan, saya duduk sama Rezki membicarakan beberapa hal. Saya sekalian memindahkan beberapa foto juga ke hp dan menguploadnya ke instagram. Pokoknya saya harus lebih duluan posting foto daripada Rezki dan saya punya 1000 alasan untuk nggak ngasih foto ke dia dulu😂😂😂. Tapi kayaknya dia udah posting duluan. 
Selagi kami mengobrol, kadang Iyus ikutan nimbrung. "Mut..."
"Gw udah mandi," jawab saya dengan cepat sebelum Iyus nanya terus seperti kemarin.
Iyus ngakak, "Ih, siapa yang nanya? Gw mau nebeng tethering internet karena gw nggak ada sinyal."
"Ohh baiklah."

Saya menaruh hp di meja, lalu samperin bu Martha. "Bu, besok kita jadi berenang?"
"Oke, ayok aja."
Saya melihat luka di kakinya yang bikin ngilu, "Itu nanti luka 'gimana? Haddduuuuw😰."
"Ah, tenang aja. Udah nggak perih kok."
"Ya udah, besok pagi saya Whatsapp ya..."
Saya kemudian mengambil hp dan mengajak Mbak Daisy balik duluan ke kamar. Saya harus menelepon pada saat itu dan nggak mau teman-teman pada denger. Beginilah susahnya kalau ngetrip tapi suasana hati sedang tidak enak. Huff😕! Saya berpamitan pada teman-teman yang pada saat itu sedang seru banget mengobrol. Rezki juga balik ke kamarnya karena dia mau tidur. Saya duduk di teras kamar, menelepon, menutup telepon, dan termenung😕.
Sampai tiba-tiba Cici Ling lewat (di Waiwo Resort kamar saya dan Ci Ling bersebelahan), "Mut, jangan melamun. Ntar kesambet, ini hutan loh."
Saya agak kaget karena tiba-tiba ada Cici Ling, lalu tertawa. "Hahaha, iya nih. Ok deh Ci, Nite~." Saya masuk kamar, mengobrol sebentar dengan Mbak Daisy, ganti baju, dan tidur. Sayup-sayup masih terdengar teman-teman belum beranjak dari ruang makan karena masih asyik mengobrol.

Besok paginya, saya bangun jam 6 dan merasa kok masih gelap banget. Saya menyibakkan gorden dan melihat hujan turun sangat deras. Saya membaca Whatsapp dan Bu Martha sudah mengirim pesan sejak jam 6 kurang. Saya bilang, kita tunggu sampai 6.45 deh, semoga hujan reda. Tapi ternyata hujan tidak kunjung reda. Hmm, mungkin memang belum rejeki untuk berenang lagi di depan resort. Saya akhirnya mandi dan packing. Jam 8.30 nanti kita akan berangkat kembali ke Sorong untuk menjemput teman-teman yang bergabung dengan trip Misool. Selagi sibuk packing, tiba-tiba DUK! Bunyinya keras banget😖. Haduuuh kejedot lagi ditempat yang sama. Saya jadi merasa ada benjol di atas benjol seperti es krim 2 scoops. Kejedot terus begini bikin hilang ingatan nggak ya? Mbak Daisy lalu mengeluarkan beberapa sikat gigi dari kamar mandi, "Ini jangan lupa untuk Ko Hen." Baiklah😄.

Selesai mbak Daisy mandi, kita menaruh koper di teras kamar, lalu bergabung sama yang lain di ruang makan. Nanti para Anak Buah Kapal (ABK) bakalan menaikkan koper terlebih dahulu dan menyusunnya di atap kapal. Setelah itu baru kita boleh naik. Selesai sarapan, kita lalu jalan menuju dermaga. Hujan menyisakan gerimis, mau ngeluarin jas hujan agak nanggung, jadi ya sudahlah, paling basah sedikit. Saya memastikan koper sudah ada di atap kapal, baru masuk ke dalam kapal.
Proses pengaturan koper
Tutup dulu biar nggak basah
Kali ini saya duduk di belakang biar kena angin bersama Cici Ling, Ko Johanes, dan Bu Martha. Saya kira hujan bakalan reda, tapi ternyata malah tambah deras. Bu Martha yang duduk di depan saya sudah mengenakan jas hujan, sedangkan saya masih pasrah saja terkena tempias sekalian ngelap-lap kursi. Repot sih, tapi ya sudah-lah, di bagian dalam kapal juga sudah penuh. Yang penting bagi saya, ransel aman karena ada laptop.
Foto dari luar
Perjalanan ke pelabuhan Sorong lumayan lama karena hujan deras. Mungkin sekitar 2 jam lebih (lupa berapa waktu persisnya). Saya kira bakalan naik kapal yang sama menuju Misool, sedangkan penumpang kali ini saja sudah penuh. Mana kita mau menjemput 5 orang teman lagi di Pelabuhan Sorong. Ternyata ketika ke Misool nanti kita akan berganti kapal. Sesampai pelabuhan, kita disambut hujan yang super duper derasssss. Ini 'gimana mau ke dermaga😲? Saya menunggu sejenak di dalam kapal berharap hujan reda, tapi paling reda sedikit. Ada beberapa teman yang membawa payung, dan saya ikut nebeng.

Kami mampir ke Marina Jetty Restaurant dan hal yang paling pertama saya lakukan adalah ke toilet. Takutnya nanti perjalanan ke Misool bakalan lama banget dan kita nggak bisa pipis. Ternyata setelah pipis, malah disuruh makan siang dulu biar nggak lapar di perjalanan. Mana di resto ini harus pesan minum dan saya pesan teh panas manis. Sebenarnya saya takut kebelet di jalan kalau minum teh. Akhirnya saya makan sambil minum sedikit saja. Selesai makan, saya ke toilet lagi biar nggak kebelet. Saat itu kita agak lama di dermaga, mungkin karena hujan dan berlayar ketika hujan agak beresiko, sampai akhirnya berangkat juga. Saya melihat Mbak Yuliza ngobrol dengan orang-orang yang nantinya bakalan bergabung dengan trip ke Misool. Tidak satupun dari mereka yang saya kenal.

Tulisan kali ini agak singkat karena saya tidak mau menggabungkannya dengan trip Misool. Nanti saya akan menuliskan perjalanan ke Misool dipostingan selanjutnya biar sekalian panjang. Akhirnya selesai trip Piaynemo dan saya senang sekali pada saat itu🥰. Udah sangat antusias ingin melihat bagaimana indahnya Misool. Sampai jumpa di postingan berikutnya.

Follow me

My Trip