Maret 23, 2021

Geosite Kabui (Perkenalan Part 2)

Saya bangun jam 5:45 pagi dan nggak ngantuk lagi. Cuma buka hp sebentar dan ternyata sinyalnya agak lemot  di kamar. Saya ke kamar mandi, sikat gigi, cuci muka, lalu ganti baju. Jam 6:15 udah siap seperti orang mau berangkat, padahal mau ke depan doang nyari sinyal😂😂, tapi tetep bawa kamera📷. Sebelum keluar, saya sempat membereskan ransel🎒dulu dan memasukkan barang-barang yang nanti akan dibawa nge-trip. Tiba-tiba saya kejedot rak, DUG! Kenceng banget... ADOH😵‍💫😵‍💫! Saya sampai merasakan benjol gede di kepala. Mbak Daisy kedengaran nggak ya saya kejedot? Kayaknya dia masih tidur. Sambil mengusap-usap kepala, saya keluar kamar. Aduhhh sakit banget😰.

Tepi pantai Waiwo Resort
Pemandangan di pagi hari sangat menyegarkan pikiran. Suara burung dan desir ombak begitu menenangkan. Saya duduk di bangku kayu di pinggir pantai sejenak untuk membalas pesan atau sekedar membaca email. Saya lalu melihat Mas Ikhsan sedang merokok di depan kamarnya. Saya datang menghampirinya seraya mengucapkan selamat pagi. "Nggak tidur lagi, Mas?"
"Nggak, saya suka bangun pagi trus merokok."
"Saya nyari sinyal doang."
Mas Ikhsan menunjuk ke arah dermaga, "Itu disana ada temen kita, nggak kelihatan sih siapa. Tapi dari tadi pagi disitu melulu sambil duduk. Sendirian pulak."
Saya melihat ke arah yang ditunjukkan, cuma terlihat seseorang setitik jadi nggak tau siapa. Saya lalu menghidupkan kamera dan nge-zoom sampai beneran terlihat ada seseorang disana. "Oh, kayaknya ibu-ibu yang kemarin main sama anjing resort deh, Mas."
"Kamu samperin deh, takut kenapa-kenapa😝." kata Mas Ikhsan sambil tertawa.
"Emangnya kenapa😂?" Saya juga jadi tertawa.
"Jangan lupa kalau ke dermaga, lewat kamarnya bapak Jokowi dan ibu Iriana ya. Trus nanti lewat jalan kayu yang mengarah ke kampung sebelah resort. Kalau beruntung, kamu bakalan ketemu burung cendrawasih."
"Hah?" Saya kaget. "Emang iya?" Saya jadi merasa ini semacam "Quest" dari Mas Ikhsan untuk saya lakukan.
Kamar Ibu Iriana dan Pak Jokowi
Saya berjalan di pesisir pantai melewati kamar Pak Jokowi dan Ibu Iriana, lalu heran kenapa kamar mereka dipisah. Apakah sebenarnya di dalam tidak ada dinding penyekat? Atau memang hanya namanya saja yang ditaruh disitu? Ah sudahlah, saya nggak mau berasumsi juga. Saya lanjut berjalan melewati jalan kayu karena mau mencari burung cendrawasih. Sesampai di gapura, saya melihat ke kiri dan ke kanan tapi tidak ada siapa-siapa. Kampung pun sepi. Kalau ada orang kan saya bisa bertanya dimana burung cendrawasihnya. Saya sempat menyusuri rumah-rumah kayu tapi sama sekali tidak ada orang, apalagi burung. Ya sudah lah, saya lalu berjalan menuju dermaga.
Dermaga di pagi hari
Saya berjalan mendekat secara perlahan-lahan (mengendap-endap lebih tepatnya) dan membuat ibu-ibu yang berada di ujung dermaga melihat saya. Beliau sedang duduk meringkuk ke bawah. Saya agak kaget, kirain beliau kenapa-napa (seperti kata Mas Ikhsan), tapi kemudian dia menyapa saya, "Kamu lihat deh, ikannya banyak banget. Muncul semua ke permukaan." Ohh, jadi meringkuk begitu karena sedang melihat ikan🤣. Saya menaruh kamera ke pinggir, lalu meringkuk juga. Masya Allah pemandangannya, ikan-ikan sangat banyak dan beragam jenis. Saya mengalungkan kamera (karena takut jatuh ke laut), lalu mengambil beberapa foto.
Banyak ikan
Ibu itu kemudian menunjuk ke arah sebaliknya, "Lihat itu ada ikan zebra. Belang-belang. Ada yang berwarna kuning juga." Waaahh pemandangan yang indah sekali😍. Banyak ikan berkerumun dan berjalan searah. Masya Allah! Hmm, ternyata begini ya Raja Ampat. Ikan sebanyak ini saja bisa dilihat di depan hotel. Kemarin sore saya tidak terlalu memperhatikan sebanyak apa ikannya karena sudah agak gelap juga. Kalau sekarang langit cerah dan semua ikan muncul ke permukaan.
Ikan zebra
Saya lalu bertanya, "Ibu dari jam berapa disini?"
"Mungkin jam 6 kurang. Semalem saya tidur cepat dan jadi bangun cepat juga."
"Sendirian?"
"Iya saya dari tadi sendirian duduk disini. Ibu Okati udah bangun juga, tapi masih di kamar aja."
"Oh iya, nama Ibu siapa? Maaf, saya lupa namanya."
"Martha. Kamu Meutia kan?" Saya mengangguk.
Resort di sebelah Waiwo
Balik ke Resort dulu
Karena sudah pukul 7 pagi, kami berjalan kembali ke resort sambil mengobrol.
"Besok pagi kita berenang aja yuk disini. Kan besok kayaknya berangkat ke Misool jam 8an, masih keburu lah berenang sebentar."
"Wah ide bagus, nanti malam saya packing aja semua barang, jadi besok nggak perlu repot-repot lagi."
Kami melewati jalan kayu dan saya celingak-celinguk melihat ke kanan dan kiri lalu bilang ke bu Martha, "Bu, kata Mas Ikhsan ada burung cendrawasih disini. Ibu tadi pagi lihat nggak?" 
"Emang iya? Nggak kok, aku nggak lihat." Bu Martha jadi celingak-celinguk juga mencari burung cendrawasih.
Hmmm, apa saya dikerjain Mas Ikhsan ya🤔. "Ya udah deh, besok pagi kita lihat lagi disini."

Bu Martha balik ke kamarnya, sedangkan saya langsung ke ruang makan. Saya kabarkan di Whatsapp Grup kalau sarapan sudah siap untuk mengajak yang lain makan. Bu Martha dan Bu Okati kemudian datang dan sudah siap dengan ransel🎒 untuk ngetrip. Ransel saya masih di kamar tapi memang semua barang sudah siap juga. 
Saya bertanya pada ibu-ibu, "Pada langsung pakai baju renang nggak?"
"Nggak, nanti aku ganti aja. Panas kalau di double-double." Jawab Bu Martha.
"Saya juga ganti bajunya nanti. Baju renang saya kan basah karena kemaren sore udah berenang duluan." Kata bu Okati.
Baiklah, saya juga nggak mau double baju karena pasti panas banget. Mana cuaca sangat terik. Tapi beberapa mbak-mbak itu ada yang nge-double baju juga. Duh, pada kuat menahan panas😲.

Saya sarapan sebentar, lalu mbak Daisy datang. Saya minta kunci kamar dan ternyata dia nggak mengunci kamar dan enggak pernah kunci kecuali kalau memang kita pergi nge-trip. Agak seram juga, karena 'kan kita bawa barang berharga. Tapi memang nggak ada siapa-siapa lagi di resort ini kecuali kita-kita doang dan para petugas resort yang punya juga kunci setiap kamar kita.
Sarapan
Saya masuk kamar, ke toilet, mengambil ransel🎒, dan mengunci pintu. Saya kemudian meminta plastik kepada pelayan resto untuk menaruh baju basah. Pelayan memberikan satu plastik berukuran jumbo. Teman-teman yang lain juga pada minta, yang akhirnya pelayan kasih satu pack kantong plastik ke Mbak Yuliza untuk dibagi-bagi nanti. 

Kapal untuk nge-trip akhirnya tiba🛥️. Kami semua menuju ke dermaga dan naik ke kapal. Awalnya saya duduk di depan karena kursinya menghadap ke haluan kapal, tapi kok pengap banget ya. Hawanya panas dan jendela nggak bisa dibuka. Akhirnya saya pindah ke belakang supaya kena angin. Kapal pun melaju dan saya mulai antusias dengan pemandangan apa yang akan saya lihat nanti🤩. Kata Mas Ikhsan, rute pertama kita adalah Geosite (Teluk) Kabui dan perjalanan kesana ditempuh dalam waktu kurang lebih sejam. Hmm, lama juga ya sejam kalau untuk trip kapal. Kalau orang yang tinggal di Jabodetabek sih, jarak sejam berarti deket, hahaha😂😂😂.

Saya melihat Mbak Yuliza mengeluarkan plastik dan membagi-bagi ke teman-teman yang belum dapat. "Plastik muntah! Plastik muntah! Udah pada dapat belom?" Saya langsung ngakak banget🤣🤣🤣. Kebayang sebanyak apa muntahnya kalau plastik segede itu? Bisa dehidrasi kalee🤣. Itu plastik bahkan bisa masukin ransel saya dalam kondisi penuh barang.
"Plastik muntah! Plastik munta! Lo udah dapat belom?"
Mbak Yuliza bertanya satu-satu ke semua teman-teman siapa yang belum dapat, dibantu oleh Budet.
Saya tanya, "Budet di Whatsapp namanya siapa? Kayaknya nggak ada nama Budet."
"Oh saya Deciantini."
"Jadi namanya Budes? Berarti saya salah denger ya?"
Budet tertawa, "Nggak, namaku Deciantini, anak-anak manggil Budet karena keponakanku panggilnya Bude Tini. Jadi disingkat Budet."
"Oh baiklah."
Lautan sebening kaca
Sebelum sampai ke Geosite atau Teluk Kabui, kita belajar sejarah dulu sedikit. Banyak cerita tentang Raja Ampat yang bersliweran di Google tapi saya akan menuliskan yang paling masuk akal. Ada sebuah "Cerita Empat Raja" atau Raja Ampat yang diambil dari kisah pemerintahan zaman dulu pada masa Kesultanan Tidore. Pada waktu itu, daerah itu merupakan wilayah Kesultan Tidore, makanya Maluku Utara juga termasuk ke dalam Indonesia Timur. Oleh sebab itu pula banyak masyarakat di Raja Ampat beragama islam. Supaya tidak ada perang, keempat raja itu kemudian membagi wilayah kekuasannya masing-masing yang meliputi gugusan pulau-pulau besar, yaitu Waigeo, Salawati, Batanta, dan Misool. Kabui dan Piaynemo termasuk cakupan dari Waigeo. Saya kira gugusan pulau-pulau besar tersebut adalah Piaynemo, Wayag, Misool, dan Kei😂. Sesuai dengan nama kepulauan yang menjadi tujuan wisata. Ternyata pulau-pulau Waigeo, Salawati, Batanta, dan Misool itu benar-benar besar dan ramai penduduk.
Mulai merapat
Kapal mulai memperlambat lajunya ketika kita melewati tebing-tebing batu karst yang sangat banyak, persis seperti di Ha Long Bay, Vietnam, tapi tebing kali ini lebih pendek. Dari jauh terlihat jembatan yang sudah di cat warna-warni untuk menarik perhatian. Kapal merapat dan kami pun turun secara bergantian. Saya terpukau melihat air laut yang berwarna hijau bening sampai terlihat dasarnya. Masya Allah indahnya😍.
Tebing-tebing batu karst
Pose di tulisan Geosite Kabui
Saya mencoba mengambil gambar menggunakan Iphone 12, tapi rasanya kurang mantap. Saya rasa kalau pakai kamera, warnanya bisa jauh lebih cerah. Saya lalu melakukan setting pada kamera Fujifilm XT3 dengan wide-lens Fujinon 10-24mm, baru deh hasil foto sangat memukau. Saya minta tolong Rezki mengambilkan beberapa foto saya, dan kami kemudian berfoto secara bergantian. Saya melihat teman-teman lain juga sibuk berfoto-foto sendiri, mengabadikan momen dan suasana yang begitu indah.
Air hijau tosca
Saya dan Rezki jadi sibuk mengagumi hasil jepretan kita yang bagus. Beberapa teman yang lihat hasil fotonya jadi minta difotoin juga dengan kamera saya. Saya nggak masalah sih asal cepat bergayanya dan langsung bergantian. Disitu saya baru mengenal Mbak Asri karena dia pakai rok tutu berwarna pelangi dan sendal wedges (sol tebal). OMG🙀!
Saya bertanya, "Mbak Asri, seriusan itu pake rok tutu sama sendal 'gitu? Nanti 'kan kita bakalan mendaki di Piaynemo."
"Nggak apa-apa. Nanti pas mendaki, aku pakai sendal gunung. Baru ganti wedges kalau udah sampai di atas."
"Nanti roknya nyangkut dan sobek gimana?" tanya saya khawatir. Karena saya juga punya rok tutu dan sangat hati-hati kalau mau pakai. Palingan ke acara-acara didalam ruangan. Ini mau naik gunung, sungguh menakjubkan😆.
"Nggak apa-apa, aku naiknya pelan-pelan."
"Baiklah..." Seharusnya dia sudah memperhitungkan semua hal itu.

Saya memotret teman-teman secara bergantian sekalian mengkoreksi gaya mereka. "Eh, jangan 'gitu gayanya. Jangan hadap sana! Jangan hadap sini!" Maaf ya saya agak bawel, tapi tenang aja, semua hasil foto bagus kok, hihihi😋. Sampai akhirnya waktu kita di Kabui sudah habis, karena kita akan melanjutkan perjalanan ke Piaynemo.

Sebelum naik kapal, saya mau kita semua berfoto bareng. Hmmm, saya bingung juga mau minta tolong siapa untuk fotoin kita semua. Ada beberapa Anak Buah Kapal (ABK) sih, tapi masa' nyuruh mereka🤔? Saya kemudian bertanya kepada Mas Ikhsan.
"Itu minta sama yang baju kuning noh,"
Saya langsung panggil, "Abang baju kuning! ABAAANG BAAJUU KUUNIINGG!!" Singkatan ABK juga ini🤣.
"UDIN!" kata Mas Ikhsan ngakak🤣.
"Udin? Apanya yang udin?"
"Itu namanya Bang Udin." Mas Ikhsan ketawa. "UuuuDiiinn."
Saya kira Udin itu pelesetan dari "udah"🤣🤣🤣. Ternyata namanya Udin beneran. Ampun, Bang! Saya menyerahkan kamera saya ke Bang Udin, mengajarkannya sebentar, lalu memanggil semua teman-teman untuk berpose. "Ayookk semua fotoan!"
Foto bareng dulu
Dengan angle yang berbeda
Selesai berfoto, kami kembali naik ke kapal. Saya melihat tiba-tiba ada perahu melewati tempat kita dan parkir sebentar. Ternyata perahu itu adalah "juru parkir" yang menarik ongkos parkir kapal/perahu di Teluk Kabui sebesar Rp 300,000. Udah seperti juru parkir di depan AlfaMaret yang pas kita datang dia nggak ada, tapi pas kita pulang tiba-tiba doi muncul ntah dari mana😐. Mahal juga ya tarif parkirnya🙄. Untungnya kita sharing cost.
Perahu untuk narik ongkos
Perjalanan pun dilanjutkan ke Piaynemo yang merupakan tujuan utama trip kali ini. Saya akan menuliskan di postingan setelah ini tentang Piaynemo dan Telaga Manta. Oh iya, akhirnya saya kenal sama semua teman-teman trip. Sewaktu di Sorong sempat nggak ingat wajah Ko Johanes suami Cici Ling karena pakai masker terus, tapi sekarang sudah inget. Apalagi Ko Hen (semula saya panggil Mas Hendry) sering mengabsen nama teman-teman di kapal, "Gw udah kenal semua orang," katanya, "Mbak Daisy, Bu Okati, Om Ikhsan, Tiyo, Budet, Yuliza, Bu Martha, Asri, Rezki, Iyus, Ci Ling, Ko Jo, Meutia, dan Lia." Okei, saya sekalian mengulang lagi hafalan nama teman-teman semua😆.

Oh iya, resolusi foto-foto saya kurangi, apalagi dari kamera, agar file yang diupload nggak terlalu besar. Ada kemungkinan pecah sih, tapi masih enak dilihat. Baiklah, ditunggu postingan berikutnya ya. Sampai jumpa!

0 comments:

Follow me

My Trip