Maret 30, 2021

Puncak Harfat Dan Goa

Bangun jam 6 pagi dan terdengar suara berisik dari kamar mandi. Saya masih bolak-balik ke kiri dan kanan di kasur karena malas bangun. Saya mengambil hp dan melihat sudah banyak Whatsapp masuk, tapi tak satupun bisa dibalas. Jadi saya hanya baca saja. 

Bu Martha mengajak saya keluar untuk sarapan. Saya menggeliat sebentar, lalu bangun. Saya cuci muka terlebih dahulu, balik ke kamar, baru ke tempat sarapan. Kami bertemu bu Okati yang katanya baru dari desa sebelah. Saya kira penginapan ini mentok di sebuah pulau terpencil. Ternyata masih ada kampung di belakangnya.
"Di kampung belakang ada sinyal kok, saya baru dari sana setelah shalat Shubuh tadi."
"Wah bu, kan gelap melewati hutan ke kampung belakang?"
"Nggak kok, saya pergi pas sudah terang. Jam 6.30 udah lumayan terang."
Akhirnya saya dan bu Martha merencanakan ke kampung belakang besok setelah shalat Shubuh. Ya walaupun gelap, paling nggak nanti saya ajak Rezki.

Kami sarapan sejenak dengan menu komplit yang menurut saya seperti makan siang😃. Ada nasi, mie, ikan, sayur, dan lainnya. Saya nggak bisa sarapan terlalu heboh, jadi hanya menaruh mie goreng sedikit (mungkin 4 suap) dan ikan saja. Tidak lupa minum teh bendera favorit kita semua. Beberapa teman lebih memilih mandi dulu baru sarapan. Mungkin supaya nanti nggak rebutan kamar mandi.

Selesai sarapan, saya pun mandi. Sayup-sayup saya mendengar suara musik dari kamar mandi sebelah. Niat banget temen yang satu ini bawa hp untuk memutar musik seraya mandi. Kalau saya sih, dengan kamar mandi seadanya begitu, kalau bisa mandinya cuma 5 menit (kalau nggak pup). Setelah saya mandi, saya bersiap-siap memasukkan berbagai keperluan ke ransel, sekaligus membawa baju renang, kamera, dompet, sunblock, dan baju ganti.

Pukul 8 pagi, rata-rata teman-teman sudah selesai mandi. Saya balik ke kamar mandi karena mau pipis dan temen yang menyalakan musik itu belum selesai mandi donggg😮. Padahal saya sudah selesai mandi, beberes ransel, dandan, dan udah pengen pipis lagi, dia belum selesai😮. 
Saya bertemu Rezki dan bertanya, "itu siapa yang mandi lama banget?"
"Tau sih orangnya, tapi lupa namanya. Antara Madi atau Makki."

Setelah semuanya beres, saya, bu Martha, dan Rezki berjalan menuju dermaga untuk memulai trip hari pertama di Misool. Duh, nggak sabaaarrrr!😆

1. Puncak Harfat
Destinasi pertama kita adalah puncak Harfat Jaya atau biasa dikenal dengan nama Dapunlol, yang terletak di Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat. Saat menyusuri lautan berwarna hijau tosca yang tenang menuju tempat ini, dari kejauhan sudah tampak bukit-bukit karang dengan bentuknya yang beraneka rupa. Keberadaan puncak Harfat tak begitu sulit ditemukan, ntah karena kita didampingin oleh guide juga. Nama Harfat Jaya diambil dari tokoh masyarakat yang terkenal di salah satu kampung Misool Selatan, yaitu Pak Harun Sapua dan Bu Fatma. Keduanya adalah pemilik homestay Harfat Jaya yang merupakan homestay pertama yang berdiri di Kampung Harapan Jaya (yang baru saya tau kalau ternyata ini kampung yang nantinya bakalan sering kami datangi untuk nyari sinyal😆). 
Dari puncak Harfat
Namanya juga puncak, berarti kita harus mendaki menapaki anak tangga untuk kesana. Tangga akses ke puncak sudah bagus dan sedikit yang rusak. Katanya, puncak Harfat ini jauh lebih indah dari Piaynemo. Saya langsung antusias dan nggak sabar untuk terus mendaki. Kata Tiyo, mendaki ke puncak itu memakan waktu 5 jam😮. Ah masa sih? Tiyo nakut-nakutin aja deh. Pada kenyataannya, kita hanya memerlukan waktu kurang lebih 20 menit saja untuk sampai ke puncak, walaupun dengan keringat bercucuran.  
Puncak Harfat yang sangat indah
Sesampai di atas puncak, saya langsung dibuat kagum dan tercengang. Masya Allah pemandangannya😱😱😱!! Kita bisa melihat Kepualauan Misool secara keseluruhan, termasuk laguna, karst, pohon rimbun, terumbu karang, dan lainnya, sejauh mata memandang sampai ke garis horizon. Kalau kalian sudah pernah melihat Piaynemo, maka puncak Harfat memiliki pulau-pulau batu karst yang lebih luas dan melebar. Gradasi warna lautnya juga lebih cantik seperti biru, biru muda, biru dongker, hijau, hijau tosca, hijau muda, dan lainnya. Sungguh indah, agak sulit diungkapkan dengan tulisan di blog😍😍😍. Kalian harus lihat sendiri keindahannya.
Dari sisi berbeda
Saya menunggu teman-teman mengantri mengambil foto. Kami memang membawa Mas Ono yang bertugas menjadi fotografer, videografer, dan pilot drone. Tapi kalau untuk mengambil foto, saya lebih suka dengan kamera sendiri karena tidak perlu mengantri lama. Terkadang teman-teman berfoto dengan seribu gaya, sedangkan yang mengantri masih rame, mana cuaca panas banget lagi🥵. Menunggu antrian membuat dehidrasi juga🥵.  Bayangkan kalau kita berada di posisi bang Ono yang harus setia melayani teman-teman yang mau berfoto🥵🥵🥵. Kalau sudah begitu, saya biasanya mencari spot lain yang tidak kalah cantik bersama beberapa teman untuk berfoto. Biasanya tempatnya curam dan diantara tebing-tebing batu karst. Jadilah saya kesana harus dibantuin karena takut terpeleset.
Foto dari drone
Selesai berfoto, kami lanjut shooting untuk video drone. Ini hal paling gampang menurut saya karena tinggal dadah-dadah aja mengikuti arah drone. Shooting berlangsung sekitar 30 menit dari berbagai angle, setelah itu kami pun turun. Udah keringetan parah banget. Ingin cepat-cepat melepas outer rasanya.
Tepar kepanasan apa gaya-gayaan doang?
Setelah tiba di dermaga, kami lanjut shooting drone lagi sejenak. Duh, ngeliat bang Ono pintar sekali mengendalikan drone, jadi pengen punya deh suatu hari. Selesai mengambil video drone, akhirnya kami semua masuk ke kapal. Bayangkan dengan kapal yang terjemur di tengah laut, dan kita yang keringatan parah banget, masuk semua ke dalam kapal itu rasanya, OMG🥵🥵🥵! Tapi ya mau 'gimana lagi. Disitulah serunya. Saya minum air mineral yang sangat banyak sambil mendinginkan badan di dalam kapal. Perjalanan akhirnya dilanjutkan ke destinasi kedua yaitu goa.

2. Goa Keramat
Di Misool, ada sebuah goa yang dulunya merupakan tempat persembunyian orang Muslim dari Maluku yang datang ke Papua yang bernama Goa Keramat dan berada di Teluk Tomolol. Menurut cerita penduduk Misool, mereka bersembunyi disini dan juga menyembunyikan ustadz yang mereka culik dari Aceh untuk mengislamkan (mengkhitan) penduduk. Lucu juga ustadznya diculik dari Aceh dong😂😂😂. Katanya, jika ustadz tersebut gagal mengkhitankan penduduk, yang berakibat kematian, ustadz itu akan dibunuh. Tapi untungnya, seluruh proses berjalan baik dan mereka itu yang jadi cikal bakal penduduk Muslim di Misool, Raja Ampat. Mendengar cerita itu saya senyum-senyum sendiri. Jangan bayangkan yang tidak-tidak ya.
Goa Keramat
Di dalam goa terdapat bebatuan stalagtit dan stalagmit dari atas dan bawah yang mengelilinginya, serta perairan dangkal yang sering digunakan untuk berenang. Tempatnya teduh dan adem banget. Berbeda dengan Puncak Harfat yang panas sekaliiii🥵. Mas Ikhsan bilang, di tempat ini asik banget untuk berenang. Hanya saja saya melihat lautnya yang biru dongker dan goa yang gelap, agak deg-degan juga mau berenang. Tapi sepertinya saya memang mau nyebur karena udah keringetan banget.
Mas Ikhsan bilang, "Mut, ganti baju, trus loncat sini!" Hah? Loncat? Oh tidak.😱

Saya kembali ke kapal dan mengambil baju renang. Kebetulan ada kamar mandi kecil di dermaga, jadi bisa ganti baju. Setelah itu saya menuruni tangga kayu untuk berenang. Awal-awalnya sih nggak dalam ya. Ternyata semakin kesana, semakin dalam. Saya jadi merasa insecure, mana Mbak Asri sempat nebeng berenang di bahu saya dan membuat agak susah berenang. Mana saya lupa ambil pelampung. Ya udah deh, saya naik aja. Yang penting udah sempat 'nyemplung sebentar membersihkan keringat.

Anak Buah Kapal (ABK) bilang, kalau mau, kita bisa berenang menyusuri gua. Tetapi disarankan jangan terlalu masuk karena semakin dalam semakin gelap. Iihhh kalau saya sih udah pasti nggak berani itu. Air di dalam goa sangatlah bening dan memancarkan warna hijau tosca dan biru dongker (di tempat yang dalam). Kedalaman air bisa mencapai empat meter, namun menyesuaikan dengan kondisi laut yang pasang surut. Di sekitar goa terdapat banyak sudut yang artistik termasuk batu karst yang menyembul ke permukaan sehingga cocok dijadikan tempat untuk mengambil foto. Kalian bisa berfoto ala-ala putri duyung disini😂.
Ngerusuh dulu
Di dalam gua juga terdapat batu besar yang menyembul dari balik air dan sering disebut sebagai singgasana raja atau tempat bertapa. Di depan batu terdapat jalur untuk menuju Kamar Putri yang tingginya kira-kira tiga meter. Bagi kalian yang penasaran ingin naik dan melihat kamar tersebut harus berhati-hati karena jalan licin serta tidak ada penerangan. Tapi teman-teman saya malah loncat dari atas batu untuk direkam. Seru banget deh melihat mereka. Saya jadi co-fotografer saja menemani bang Ono😆. 

Setelah sibuk berenang, main air, dan berlompatan, akhirnya teman-teman naik ke dermaga. Kami makan siang disini sebelum melanjutkan perjalanan ke tujuan wisata berikutnya. Beberapa teman ada yang shalat di dekat kuburan keramat karena tempatnya bersih, bukan karena meng-keramatkan kuburannya ya. Sambil menyantap makan siang, saya mengobrol dengan Mas Ikhsan dan Alex kalau kata mereka pulau Kei di Ambon bisa dibandingkan dengan Misool indahnya. Mas Ikhsan malah sudah punya tiket ke Ambon. Duh, saya ingin ikut, tapi saya nggak bisa kalau beli tiket sekarang tapi untuk berangkat berbulan-bulan lagi.
Perjalanan di mulai

3. Goa Telapak Tangan
Perjalanan pun dilanjutkan ke sebuah Goa (lagi) di Pulau Sunmalele Atsa, Misool. Kali ini kita nggak turun dari kapal, jadi ABK memperlambat laju kapal agar kita bisa menikmati goa tersebut. Ciri khas goa ini adalah terdapat lukisan telapak tangan yang unik dan sayang untuk dilewatkan. Lukisan tersebut bisa dilihat di dinding tebing karst, maka dari itu goa ini disebut Goa Telapak Tangan. Tempat ini bisa dicapai sekitar 15 menit dengan speedboat dari Goa Keramat.
Ada gambar apa sajakah di dinding goa?
Lukisan telapak tangannya ternyata banyak juga. Berhubung saya bukan ahli geologi, saya jadi tidak paham ntah apa artinya itu. Tempat wisata purba ini memang tidak dilengkapi dengan informasi memadai. Tapi menurut penduduk setempat, lukisan itu sudah ada sejak zaman prasejarah dan dibuat oleh manusia purba. Jika dilihat sekilas pun, lukisan telapak tangannya memang mirip dengan yang ada di situs purbakala Gua Leang-leang, di Maros, Sulawesi Selatan. Hayoo, siapa yang sudah ke Maros?
Keliatan kan telapak tangannya?
Tidak hanya gambar telapak tangan, ada juga gambar perahu dan hewan laut berupa ikan, serta bentuk-bentuk lain yang begitu unik. Gambar-gambar itu masih banyak yang tampak dalam keadaan bagus. Tapi tak sedikit juga yang mulai rusak, yang kemungkinan karena seringkali diterpa air laut. Ada bagian yang dindingnya terkelupas, ada pula yang tertutupi kapur. Walaupun begitu, melihat langsung lukisan telapak tangan purbakala tersebut tetaplah menyenangkan. Wisata sejarah ini pun bisa menjadi pelengkap perjalanan kita di kawasan Misool.
Lanjutttt
Laut yang bergradasi warnanya
Postingan ini tampaknya sudah terlalu panjang. Nanti saya akan melanjutkan lagi cerita menuju destinasi berikutnya. Oh ya, karena cuaca yang sungguh sangat panas, banyak teman-teman duduk di atap kapal agar kena angin, tapi juga terjemur matahari. Jadi jangan heran kalau orang Papua berkulit hitam legam, karena kalau kita memiliki kulit putih pun, pasti terbakar. Tapi seru sih. Warna kulit bisa dikembalikan walaupun dalam waktu agak lama, tapi pengalaman dan kesempatan tidak datang dua kali. Iya kan?😉Sampai jumpa di postingan berikutnya ya. Masih di seputaran Misool. Dadah!👋🏻

0 comments:

Follow me

My Trip