Perjalanan dari Teluk Kabui dilanjutkan ke destinasi utama trip kali ini yaitu Piaynemo. I was so excited🤩🤩🤩! Sudah beberapa bulan terakhir hanya melihat foto-fotonya di instagram temen-temen yang duluan kesini bulan Desember 2020 dan Januari 2021. Saya hanya bisa berdoa, Ya Allah, semoga bisa kesini segera🤲, dan Allah ﷻ mengabulkan doa saya. Alhamdulillah!
Ada yang unik ketika kita akan segera sampai ke Piaynemo, dimana kapal memperlambat lajunya mematikan satu mesin agar baling-balingnya tidak merusak terumbu karang karena memasuki perairan dangkal. Kata Mas Ikhsan, "Kita bakalan melewati perairan sempit. Di kiri-kanannya seperti ada pulau-pulau kecil. Kalau dilihat dari atap kapal, bagus banget deh🤩." Wah, saya tidak mau melewatkannya. Ko Hen pertama naik ke atas, lalu saya menyusul dan duduk di sebelahnya. Rezki dan teman-teman lain pun menyusul. Memang nggak bisa terlalu banyak orang yang duduk di atap kapal, tapi untuk menikmati pemandangan indah ini saya harus duluan.
![]() |
Teriak dulu, "PIAYNEMOOOO!" |
![]() |
Perjalanan dari Waiwo ke Piaynemo |
Rasanya berlayar jauh dari Waiwo Dive Resort ke Piaynemo terbayar sudah. Pemandangan memang sangat memukau, Masya Allah😍😍😍! Air laut sangat bening berwarna hijau tua, cuaca yang tidak terlalu terik, kapal melaju perlahan serasa naik perahu, sehingga kita bisa menikmati pemandangan dengan puas. Di kiri dan kanan terdapat pulau dari batu-batu karst yang pendek dan kami berlayar diantaranya, sehingga membuat kapal berbelok-belok. Agak serem juga duduk di atas kapal, karena goyangannya lebih terasa. Kata Anak Buah Kapal (ABK), kalau kapal melaju kencang justru lebih nggak terasa goyangannya kalau duduk diatas. Bahkan kita bisa berdiri di haluan. Wah, kayaknya saya belum berani deh berdiri di haluan dengan kapal yang melaju kencang. Mana kapal kayak gini kan pagar tepinya pendek. Takut jatuh ke laut.
Saya kemudian minta tolong untuk difotoin bersama teman-teman.
"Abang baju kuning, fotoin dong!"
"Baju ijo ini," kata bang Udin seraya ngakak😂.
Saya pun ngakak😂, lalu memberikan hp ke bang Udin dan kami pun berpose.
![]() |
Abang baju ijo ke kuning-kuningan (Udin) |
![]() |
Akhirnya merapat |
Dari jauh mulai terlihat tulisan Geosite Piaynemo🤩. Horeee akhirnya sampeee🥳! Kapal mulai menyalakan mesin dan saya turun lagi ke bawah. Agak serem duduk di atas kalau kapal melaju kencang. Saya duduk di belakang supaya masih bisa melihat pemandangan selagi kapal merapat. Kalian tau, sejak November 2017, kawasan Raja Ampat telah ditetapkan sebagai National Geopark oleh Kementerian Kemaritiman Indonesia. Nah, di dalam Geopark itu ada beberapa Geosite termasuk Kabui dan Piaynemo. Menurut UNESCO, ada tiga unsur utama dalam Geopark, yaitu geodiversity, biodiversity, dan culturaldiversity. Selain itu, pengelolaannya juga harus memacu pembangunan ekonomi, salah satunya dengan membuat geosite ini menjadi tujuan wisata (geotourism) yang berkelanjutan. Saat ini, Geosite Piaynemo menjadi salah satu lokasi proyek Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dalam program Coral Reef Rehabilitation and Management-Coral Triangle Inivitiave (COREMAP-CTI).
![]() |
Kapal merapat |
Hari itu Piaynemo sangat ramai pengunjung, terlihat dari parkiran kapal dan perahu yang berjejer. Banyak juga masyarakat asli Papua yang datang dengan menggunakan pakaian adat khas mereka. Mungkin baru ada acara diatas, dan banyak anak-anak berjalan turun dari puncak Piaynemo. Sebelum turun kapal, saya touch up makeup sedikit dengan lipstik💄 berwarna merah cabe. Udah lama nggak pake lipstik warna ini karena terlalu cetarrr😝, jadi saya pakai aja mumpung disini 'gitu. Ternyata pake lipstik warna cetar membuat banyak komentar.
"Uwow, itu bibir merah membahana." Saya ngakak🤣.
"Eh, udah dandan aja dia. " Saya jawab, "Iya dong, kapan lagi kan?"
"Nggak apa-apa cantik kok," Nah ini, bikin saya what?😗, lalu kabur.
![]() |
Umang-umang raksasa |
Sebelum saya menaiki tangga ke puncak Piaynemo, saya melihat ada umang-umang versi raksasa di dalam jaring untuk dijual. Kata bapaknya sih ini namanya kepiting kenari. Satu ekornya seharga Rp. 300,000 dan saya heran, wow mahal sekali😲. Tapi memang ukurannya gede banget sih, bisa dimakan untuk 3 orang kayaknya. Kepiting kenarinya pada masih hidup dan berada di dalam jaring-jaring nelayan. Saya lihat di meja ada yang sudah di masak tanpa bumbu, sehingga terhidang di piring dengan warna oren. Di makannya juga cuma 'gitu aja polosan nggak pakai sambal atau kecap. Emang enak ya? Kalau saya yang masak mungkin udah ditambah bumbu saus padang😆. Jadilah kepiting kenari saus padang.
![]() |
Sudah matang |
Sebenarnya saya ingin sekali minum air kelapa karena cuaca super duper panas terik🥵. Tapi saya kebelet pipis juga. Saya mencari toilet umum tapi kondisinya mengerikan😵 dan saya nggak bisa pipis di tempat seperti itu. Kata Bang Udin, setelah ini kita bakalan berenang, jadi mau pipis di laut aja rencananya. Hahaha, duh masa' cewek disuruh pipis di laut😅. Tapi ternyata jadwal berenang itu masih berjam-jam kemudian dan saya masih mencoba bertahan.
![]() |
Anak-anak Papua |
![]() |
"Dek, foto dulu yuk sama kakak." |
Saya berjalan melalui gapura bertuliskan Piaynemo untuk mendaki menuju puncak. Sebelumnya, karena melihat anak-anak Papua dengan pakaian adat dan wajah di lukis, saya langsung mencegat mereka untuk meminta berfoto bareng. Kapan lagi 'kan bisa berfoto bersama mereka dengan kostum lengkap seperti itu. Karena melihat saya berfoto-foto, teman-teman trip juga jadi pada ikutan minta berfoto bersama mereka, sampai bapak-bapak yang menunggu anak-anak itu di parkiran kapal pada sudah teriak menyuruh mereka cepetaaann, atau ditinggal nanti. Anak-anak kemudian pada lari dan meninggalkan teman-teman yang mau berfoto. Untung tadi saya sempat mengambil beberapa foto.
![]() |
Anak tangga |
Saya mulai menaiki anak tangga satu demi satu menuju puncak. Tangga ini dibuat tanpa menebang pohon sama sekali. Kalau kita lihat, di sela-sela anak tangga terdapat batang pohon dan membuat suasana sangat teduh walaupun matahari bersinar sangat terik. Saya menyuruh Rezki duluan saja naik ke puncak bukit karena saya mau merekam banyak video dulu, mana ngos-ngosan lagi😮💨.
![]() |
Anak tangga diantara batang-batang pohon |
Akhirnya saya tiba di puncak dan Masya Allah pemandangannyaaaa😍😍😍😍😍. Pulau-pulau bebatuan kapur terlihat berserakan di lautan biru dengan gradasi hijau tosca, dan langit biru. Di sela-sela pulau terlihat kapal-kapal berlayar bermanuver menambah indah pemandangan😍. Saya berjalan mendekat pagar pembatas, mengambil foto berkali-kali, dan merekam video. Saya sudah tidak peduli betapa teriknya matahari bersinar pada saat itu, saking takjubnya😍. Cuaca sepanas ini justru memberikan warna paling bagus untuk langit dan laut. Bahkan garis horizon jadi terlihat samar-samar ditengah.
![]() |
MASYA ALLAH😍 |
Pada saat itu puncak Piaynemo sangat ramai. Kita mengantri berfoto ntah berapa lama. Baru pose sebentar, udah diomelin orang-orang. Ntah berapa kali saya disuruh pergi karena mengganggu mereka yang mau mengambil foto. Kenapa sih frame kameranya nggak disesuaikan gitu biar orang-orang di kiri dan kanan nggak keliatan 'gitu? Awalnya saya masih mau mengalah kalau disuruh pergi. Lama-lama jadi bete sendiri karena belum satu pun foto saya ada disini. Akhirnya saya pura-pura nggak mau denger aja kalau disuruh awas sama orang-orang. Bodo amat laaahh😛!
![]() |
Teman mengantri foto (sambil ngerusuhin orang yang lagi fotoan) |
Saya menyuruh teman-teman turun ke satu lantai di bawah kalau mau saya ambilkan foto terbaik, sedangkan fotografer (saya) tetap berada di atas. Saya mempersilahkan teman-teman untuk berfoto duluan, mumpung saya yang sedang pegang kamera, tapi jangan lama-lama karena panasssss🥵. Setelah itu saya menyuruh Rezki naik dan bergantian dengan untuk memotret saya. Saya melihat Mbak Lia membawa kain tenun panjang seperti sewaktu saya ke Tana Toraja dan saya bilang, "Mbak, pinjem dong kainnya😜." Berpose dengan kain daerah itu membuat hasil foto lebih estetik dan indah.
![]() |
Foto terbaik di Piaynemo |
Saya lalu meminta teman-teman untuk berkumpul berfoto bareng. Padahal kami udah disindir-sindir pengunjung lain untuk udahan berfoto. Ya 'gimana 'kan belum selesai😒. Hati-hati nanti terjadi kericuhan hanya karena rebutan spot foto, hahaha😂. Saya menyuruh Rezki memberikan kamera ke Bang Udin dan saya teriak (biar kedengaran) bilang, "Bang, jepret aja terus yaa! Nanti kita tinggal pose aja dibawah. Jangan pencet tombol lain sama sekali karena settingnya udah bener." Bang Udin oke-oke aja dan mulailah kita berpose secara random karena suara klik dari kamera nggak kedengaran dan bang Udin pun enggak bilang satu, dua, tiga. Jadilah hasil foto random juga🤣.
![]() |
Masih rapi |
![]() |
Sudah random |
Piaynemo memang salah satu Geosite yang paling dekat dari Waisai dan yang paling populer di Raja Ampat. Tak heran tempat ini memang sangat ramai pengunjung dan para presiden RI pun pernah berkunjung kesini seperti Presiden Joko Widodo yang berkunjung pada 2015 dan awal 2016. Beliau juga kembali mengunjungi kawasan ini pada 2017. Sebelumnya, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah menjejakkan kaki ke kawasan ini untuk meresmikan Sail Raja Ampat pada 2014 (acara ini pasti super duper keren dulu). Hal ini menunjukkan kepopuleran Piaynemo sebagai salah satu geosite berharga yang jadi kekayaan Indonesia.
![]() |
Semoga suatu hari nanti bisa kembali lagi kesini, aamiinn...🤲 |
Setelah puas berfoto, pengunjung semakin ramai. Karena sudah lelah dan haus banget, saya akhirnya turun. Saya baru sadar kalau sedang menuruni tangga sendirian karena di depan dan di belakang nggak ada orang. Loh pada kemana mereka? Tadinya temen-temen bilang mau turun juga, tapi ntah dimana mereka. Mungkin masih menunggu yang lain di atas, atau mungkin juga malah udah sampai duluan ke dermaga. Agak serem juga turun sendirian apalagi suara burung, kumbang, jangkrik, semua bersatu-padu bernyanyi bersama. Tapi kalau perjalanan turun kan bisa lebih cepet dari pada naik, jadi tidak lama kemudian saya sudah sampai di bawah.
![]() |
Turun sendirian |
Sesampai di dermaga, saya memesan kelapa muda seraya menunggu teman-teman yang lain turun. Saya berbagi kelapa dengan bu Okati yang sepertinya sudah ada di warung dari tadi. Kami lalu meminum air kelapanya sampai habis karena haus banget. Duh, padahal masih kebelet pipis, tapi tetep minum banyak. Untuk mengerok daging buah, penjual membentuk kulit kelapa menjadi sendok sehingga gampang banget untuk mengerok daging. Kami menyantap daging kelapa muda yang lembut dengan lahap sampai akhirnya semua teman-teman lengkap di dermaga.
![]() |
Sendok kelapa |
Mas Ikhsan dan Bang Udin lalu samperin kita dan bilang kalau nanti makan siang di Telaga Bintang aja (destinasi berikutnya). Tidak terasa sudah lewat tengah hari, pantesan panas bangeettt🥵 tadi di puncak Piaynemo😮💨😮💨. Kalau sunblock di muka sih aman ya. Nah untuk tangan nih, bisa jadi nggak mempan dan saya sebentar lagi bakalan hitam keling. Ya sudahlah, pasrah aja.
![]() |
Peta Piaynemo ke Telaga Bintang |
Perjalanan dilanjutkan ke Telaga Bintang yang jaraknya mungkin hanya 15 menit dari Piaynemo. Saya mengeluarkan sunblock SPF 100 dan mengolesnya ke punggung tangan. Sebenarnya udah memakai sunblock dengan SPF setinggi ini 'ngaruh nggak ya untuk menangkal sinar matahari? Kok saya kurang yakin😐? Ternyata, dermaga untuk parkir kapal menuju Telaga Bintang sedang di renovasi, sehingga kita nggak bisa mampir. Sayang sekali, padahal kalau lihat di foto teman-teman yang sudah duluan kesini, telaganya sangat cantik😔, berbentuk bintang dan terbentuk secara alami. ABK menyarankan kita ke Telaga Manta, karena tempatnya juga sama-sama bagus. Kami semua hanya 'ngikut saja kemana pun yang dibawa.
Kapal kemudian melanjutkan perjalanan. Sekitar 5 menit kemudian, kami tiba di dermaga Telaga Manta. Cuaca semakin terik🥵 dan kami tetap harus naik tangga ke puncak bukit agar bisa melihat bentuk penuh dari telaganya. Kata Bang Udin, setelah turun nanti kita makan siang bareng-bareng. Beberapa teman sudah tidak mau ikut menaiki tangga ke puncak karena sudah capek dan lapar juga. Kalau saya nanggung udah disini masa' nggak naik sampai puncak. Saran saya kalau ke Raja Ampat wajib bawa kacamata hitam, jadi teriknya matahari bersinar tidak membuat kita terus mengernyit sehingga kepala bisa pusing.
Saya mulai menaiki anak tangga satu demi satu yang jarak anak tangganya dahsyat. Jauh-jauh banget, bikin cepet capek dan ngos-ngosan. Haduh, mana nggak bawa minum lagi. Sesampai di puncak, subhanallah panasnya cuaca🥵. Tempat berteduh hanya sebatang pohon kecil dan area peristirahatan yang memiliki atap kecil mungil. Saya berjalan mendekat ke pagar pembatas, melihat sebuah telaga yang terbentuk secara natural benar-benar seperi ikan pari manta berwarnah hijau tua. Masya Allah ya, bisa begitu persis bentuknya.
![]() |
Telaga Manta |
![]() |
Pose dulu |
Karena cuaca sungguh panas terik🥵, saya meminjam topi dari Mbak Lia (dia selalu membawa properti foto dengan lengkap), sekalian untuk saya berfoto juga. Saya lalu pergi ke sisi seberangnya untuk mengambil foto kepulauan batu-batu karst dari sudut pandang yang berbeda. Segini banyak foto, tapi yang dimasukkan ke dalam sosial media paling satu saja😄. Saya kemudian mengajak teman-teman untuk segera berfoto bareng supaya cepet turun karena cuaca terlalu terik ini lama-lama bikin dehidrasi.
![]() |
Berfoto dengan properti Mbak Lia😆😆 |
![]() |
Kiri ke kanan : Ibu Okati, saya, Tiyo, Mbak Lia, Mbak Asri, Budet, Rezki, Iyus, Ibu Martha, Cici Ling |
Untung kita pakai baju berwarna-warni kecuali cowok-cowok yang kalau nggak pakai hitam ya putih. Duh, warna di dunia ini banyak, kenapa pake hitam putih yaaa😅. Salah seorang ABK menunjukkan Telaga Bintang dari kejauhan kepada saya dan saya mengambil fotonya dengan melakukan zoom berkali-kali. Sayang sekali kita tidak kesana ya🥲. Seandainya ada drone, saya bisa mengambil foto dari ketinggian, sehingga bentuk bintangnya bisa sempurna. Kami baru akan memakai jasa dokumentasi yang ada drone nanti ketika berada di Misool.
![]() |
Telaga Bintang |
Kami pun turun setelah terjemur beberapa saat untuk berfoto. Mas Ikhsan menyuruh kita makan dulu sebelum melanjutkan perjalanan. Saya mengambil nasi kotak dan minuman, lalu duduk di kursi kayu untuk makan. Menunya makan siang kali ini adalah tuna balado. Memang ikan tuna di Raja Ampat ini sangat segar, murah, dan ukurannya besar-besar, sama seperti di Aceh.
Selagi makan, Ko Hen memamerkan hasil jepretannya pada saya, "Lu liat deh foto ini,"
Saya mendekat dan tertawa ngakak🤣🤣🤣.
"Mereka minta difotoin dengan gaya ini itu, harus ini-lah, harus itu-lah, tapi gw merasa ini hasil foto gw yang paling keren."
Saya masih ngakak🤣🤣🤣 sampai hampir nggak bisa ngunyah makan siang.
![]() |
Foto terkeren versi Ko Hen |
Setelah makan, kami kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan ke Arborek. Seperti biasa tiba-tiba ada perahu yang muncul bagaikan ninja untuk menarik ongkos parkir kapal. Huff🙄! Saya duduk di kursi belakang agar kena angin karena sudah sangat kepanasan🥵🥵🥵. Ini baju saya udah basah karena keringat. Kapal pun melaju ke destinasi berikutnya. Saya kemudian memindahkan foto-foto dari kamera ke hp, lalu baru sadar kalau teman-teman seolah-olah tersihir sehingga mereka hampir semua tertidur. Ntah sejak kapan mereka tidur😧, tapi saya malah nggak ngantuk. Capek sih, apalagi kita baru selesai mendaki dua puncak, tapi saya lebih bersemangat untuk memindahkan foto daripada tidur. Agak susah juga tidur kalau nggak bersandar.
![]() |
Teman-teman tersihir dan tertidur |
![]() |
Menuju Arborek |
Perjalanan dari Piaynemo menuju Arborek ditempuh dalam waktu 45 menit sampai sejam tergantung arus dan gelombang laut. Kalau di peta sih lumayan agak jauh juga tempatnya. Sejauh ini, lautan sangat tenang ketika kami berlayar. Selama perjalanan, saya mempersiapkan kamera GoPro dan menyimpan kamera SLR juga membungkusnya dengan rapi agar tidak terkena air laut nanti.
Baiklah, di postingan selanjutnya saya akan menulis tentang Arborek dan Pasir Timbul, yang merupakan destinasi berenang dan snorkeling terindah, sebelum saya melihat yang di Misool. Duh, udah nggak sabar. Stay tuned!
Sumber:
0 comments:
Posting Komentar