Maret 31, 2021

Yapap, Banos, dan Yellu

Melanjutkan postingan tentang Misool, Raja Ampat ini harus benar-benar googling dulu😅. Beberapa kali kami memang tidak mendapatkan informasi yang memuaskan mengenai tempat wisata dari Anak Buah Kapal (ABK), sedangkan kalau mau menuangkannya dalam sebuah tulisan saya ingin sangat lengkap. Karena saya berpikir beberapa tahun lagi mungkin saya akan membaca ulang semua pengalaman perjalanan ini dan saya nggak mau terlewat setiap momen-momen disana. Harap maklum kalau tulisannya kadang lamaaa baru dituliskan. Alhamdulillah belum lupa.

Saya akan lanjutkan kembali beberapa tempat wisata yang kami eksplorasi di hari pertama ngetrip (hari kedua di Misool). Mari disimak:

1. Yapap
Setelah dari Goa Telapak Tangan, kapal kemudian memperlambat lajunya karena kita akan melewati perairan dangkal diantara pulau-pulau bebatuan Karst. Warna laut hijau tosca mulai terlihat sejauh mata memandang, dimana warna langit biru sangat cerah. Kombinasi pemandangan yang sangat bagus diabadikan dengan kamera.
Di pintu Laguna Yapap
Sampailah kami disebuah Laguna bernama Yapap (saya sudah googling asal-usul nama Yapap, tapi tidak ditemukan) dengan air dangkal hijau toska muda yang tenang. Di kiri kanan depan belakang berserakan bebatuan karst yang bentuknya unik, mirip kumpulan candi, seolah mengapung dilaut. Kalau kita telusuri kaki bebatuannya, hanya sedikit penahan yang membuatnya bisa berdiri tegak di atas permukaan laut. Di pintu masuk Laguna, ada batu menjulang tinggi berbentuk penis, yang paling sering difoto. Kapal sengaja dihentikan disini untuk memudahkan kita berfoto.
Bebatuan Karst seolah melayang
Kami bergantian berfoto di tempat ini. Bayangkan, kita ada 20 orang dan masing-masing orang ingin difoto Bang Ono (fotografer dan videografer kita) dengan gaya yang banyak. Satu orang bisa 10 gaya foto. Belum lagi kalau ada yang belum puas difoto karena gayanya belum pas, pasti minta diulang. Jadi teringat sewaktu bu Martha meminjam baju Mbak Asri untuk berfoto dan ternyata hasil foto lebih bagus bajunya dipakai bu Martha😆, wah Mbak Asri langsung minta foto ulang. Dia nggak terima kalau foto orang lain yang meminjam bajunya lebih bagus daripada foto dia sendiri yang notabene pemilik baju. Kalau mengingat hal itu, saya cuma bisa tertawa saja😂😂😂.

Saya tidak mau membebani Bang Ono yang sudah pusing memotret teman-teman, jadi saya paling minta tolong Rezki mengambil foto saya, dengan kamera saya sendiri. Saya akui memang lensa kamera Fujifilm untuk landscaping photo ini hasilnya bukan main-main. Menakjubkan! Semua warna pemandangan bisa ter-representasi dengan baik di dalam foto tanpa harus di-edit.

Sebenarnya kita bisa berenang disini. Hanya saja, kita lebih tertarik berfoto-foto, daripada berenang. Saya jadi teringat Ko Jo bilang, "Kenapa sih kalian senang banget fotoan sama batu-batu doang?" Saya langsung ngakak🤣. Iya juga sih, cuma bebatuan doang, tapi ya disitu indahnya.

2. Pulau Banos
Sebagai kabupaten dengan kepulauan yang terkenal, salah satu kegiatan yang paling cocok di Raja Ampat adalah menjelajahi berbagai pulau (island hopping) mulai dari pulau yang besar hingga pulau yang kecil. Salah satu Pulau yang menarik untuk dikunjungi adalah Banos. Meski berukuran kecil, pulau ini memiliki keindahan berupa pantai pasir putih melengkung. Tak heran, pulau ini selalu masuk dalam paket wisata penjelajahan pulau. 
Pulau Banos
Pulau Banos memiliki ukuran yang kecil kalau dilihat dari drone. Warna air laut yang jernih dan tenang dengan gradasi hijau tosca sampai biru, sangat indah dan memanjakan mata. Ditambah lagi langit sangat biru dan sinar matahari tercermin indah di atas air. Disini kami nggak snorkeling, hanya bermain di pantai dan mengambil beberapa video dari drone. Gaya yang diarahkan oleh Bang Ono pun macam-macam. Ada gaya tiduran di pinggir pantai, gaya berputar melingkar, sampai harus berlari-lari ke laut agar videonya bagus. Kami sebagai aktor pasrah saja menuruti arahan sutradara. Tapi capek juga kalau harus beberapa kali pengmabilan gambarnya.
Gradasi warna air laut yang indah
Bermain lingkaran
Kita nggak terlalu lama di Pulau Banos karena hari sudah mulai sore. Kata Bang Udin, kita harus mampir ke kampung (kota) untuk belanja kebutuhan perjalanan besok. 

3. Kampung Yellu
Tempat ini adalah kampung nelayan pertama di Misool yang saya datangi. Kapal kami merapat ke dermaga dan kita pun turun.  Saya sempat melihat sangat banyak ikan di bawah dermaga dimana anak-anak dengan santainya melompat ke laut, lalu naik lagi, lompat lagi. Yang paling penting disini adalah, ada sinyal📡. Akhirnya, saya bisa membaca Whatsapp yang masuk setelah dari kemarin nggak tau berita apa pun. Tapi jangan harap untuk membuka instagram dengan lancar karena untuk download image itu berat banget. Saya duduk di depan rumah orang, sambil terus memainkan hp. Sampai saya lelah sendiri dengan koneksi yang lemot.
Kampung Yellu
Saya kemudian mampir ke sebuah warung karena disana ada Budet. Saya pinjem duit Budet karena mau beli roti bundar yang harganya hanya Rp. 1000 karena dompet saya ada di kapal. Saya beli dua karena lapar, lalu kembali duduk di depan rumah orang seraya berkumpul bersama teman-teman. Ternyata enak banget rotinya. Saya jadi promosikan ke semua teman-teman kalau kue ini enak. 
"Beli deh ini donat bulat, enak banget."
"Ada isinya ya?"
Saya melihat ada isian berwarna coklat, "Iya ada warna coklat, tapi apa ya? Kelapa kayaknya, tapi kok coklat?"
Tiba-tiba seorang ABK nyeletuk, "Itu isinya keju Kaka,"
Saya mengernyit, "Keju kok coklat?"
"Di Papua keju yang putih pun jadi coklat kayak saya, Kaka."
"Oh gitu?" Saya udah serius dengerin penjelasannya, tapi ujung-ujungnya malah dikerjain🤣.

Sambil terus mengobrol dengan yang lain, saya melihat Iyus dengan teman-temannya dari grup sebelah melewati kita. Saya cuma senyum dan melambai tangan saja. Cewek-cewek di grup saya mulai heboh, seolah-olah artis lewat. Kata Rezki, salah satu cowok di grup Iyus namanya Kevin, yang awalnya sempat Whatsapp-an sama Rezki untuk meng-arrange trip ke Raja Ampat. Beberapa dari teman-teman kita mencoba mengobrol dengan Kevin, tapi saya hanya memperhatikan mereka saja seraya mengunyah donat bulat yang lebih menarik.
Makan malam
Saya melihat para ABK dan Bang Ono sedang berfoto bersama ikan tenggiri gedeeee banget😱. "Untuk makan malam, Kaka..." Wah, bisa makan malam lezat malam ini. Mereka membeli ikan segede ini dari Pemancing untuk kita semua. Akhirnya waktu kami sudah habis di Kampung Yellu dan ABK menyeru kita untuk naik kapal. Saya kemudian berjalan ke dermaga dan masuk ke dalam kapal mengikuti arahan ABK.

4. Kembali ke Yalapale
Matahari belum sepenuhnya tenggelam ketika kami sampai ke penginapan. Semula saya ingin mengambil foto sunset, tapi sepertinya bermain kano menarik juga. Saya titipkan kamera kepada Tiyo, lalu saya berjalan menuju pesisir. Akhirnya saya mendapatkan kano duluan bersama Rezki, sedangkan yang lainnya masih rebutan karena kanonya hanya empat. Sebenarnya ada 5 sih, tapi yang satu lagi bocor. Ternyata stik pendayung kano pun terbatas yang membuat satu kano tidak bisa didayung 2 orang.
Bersiap bermain kano
Saya menyerahkan stik kano ke Rezki dan dia mulai mendayung ke segala arah. Saya jadi bingung sendiri kenapa dia mendayungnya aneh banget. Kalau matahari mulai semakin gelap, saya bisa merinding sendiri melihat kondisi laut yang berwarna biru dongker dan dalam. Saya heran kenapa ini teman-teman pada mau mendayung kano sampai ke penginapan sebelah. Saya takut melihat air laut begitu gelap, jadi mulai berpikir macam-macam. Ada hiu-lah, gurita-lah, atau apa pun yang membuat saya nggak nyaman.
Mari bermain kano
Saya akhirnya berusaha untuk tidak panik dan diam saja sambil melihat Rezki terus mendayung. Mbak Yuliza sudah sampai duluan ke penginapan sebelah. Dia sengaja mau pamer ke Iyus kalau penginapan kita punya kano hahaha🤣, kemudian balik lagi. Saya ngakak sih, oh jadi ini niat terselubung teman-teman makanya mau mendayung kano sejauh itu cuma buat pamer aja🤣🤣🤣. Setelah pamer, kami pulang ke penginapan lagi. Kali ini saya bergantian yang mendayung kano, biar cepat. Dulu sewaktu di Ha Long Bay, saya lumayan jago mendayung, karena tau perairannya nggak sedalam ini. Alhamdulillah kami tiba di penginapan dengan selamat. Saya langsung mandi mumpung ada kamar mandi yang kosong.

Selesai mandi, saya melihat beberapa potong ikan tenggiri yang sudah dibakar di ruang makan. Wanginya menggugah selera banget, apalagi seharian ini saya lumayan capek karena harus mendaki Puncak Harfat dan berlari-lari di pantai untuk keperluan video drone. Saya mengambil potongan ikan sangat besar, sedangkan nasi hanya sedikit. Saya langsung melahapnya, bahkan sampai nambah. Ikan tenggiri kalau segar memang enak banget dagingnya walaupun hanya dibakar biasa tanpa bumbu macam-macam.
Ikan tenggiri bakar
Saya sengaja duduk di dalam ruang makan agar bisa menambah makanan, sekalian ngobrol dengan Makki dan Budet. Karena besok mau snorkeling di tempat yang paling indah, jadi obrolan kita seputar menyelam dan snorkeling. Makki ternyata Free Diver, dan saya jadi membahas kalau dulu ketika snorkeling di Pulau Menjangan Bali, saya melihat ada mata gedeee banget. Ntah mata makhluk apa, alhamdulillah saya nggak panik dan keram. Kalau nggak, 'kan bisa tenggelam. Untung selama nyelam, Makki belum pernah melihat mata seperti itu. Makki selesai makan duluan, lalu saya tinggal berdua bersama Budet. Kita berdua jadi ngobrol seru juga. Saya tidak lupa mengajak Budet main ke Aceh.

Selesai makan, kita berkumpul di meja kayu untuk briefing besok mau kemana saja. Saya agak kebingungan dengan nama tempatnya yang begitu asing di telinga. Yang penting, trip ini pasti dimulai tanpa harus basah-basahan dulu, jadi bisa pakai dress, baru setelah itu kita snorkeling dan berenang.

Selesai makan dan briefing, saya dan Bu Martha lalu berjalan ke dermaga. Seperti rencana saya sebelumnya, mau mencari milky way. Sayangnya malam itu cahaya bulan bersinar terlalu terang sehingga bintang-bintang nggak terlalu terlihat. Bapak nahkoda bilang, "Kalau mau, bangun jam 3 dini hari, disitu puncaknya banyak bintang." Duh, males banget bangun jam segitu. Pasti lagi tidur nyenyak banget.

Malam itu saya kurang mood untuk duduk di dermaga dan mengobrol bersama teman-teman. Saya mengajak bu Martha balik ke kamar saja karena saya mau mencoba mengambil foto dari teras kamar. Cahaya bulan memang sangat terang, bahkan pantulannya ke laut membuat suasana agak seram karena jadi terkesan laut begitu dalam. Walaupun sebenarnya sangat indah. 

Saya melihat Mbak Asri di kamar sebelah dan bilang, "Mbak, langitnya bagus banget. Lo nggak mau difoto?"
"Duh mauuu, bentar gw cari Umar (anak pemilik penginapan) untuk nyetirin kano ke depan kamar lo." Mbak Asri lalu pergi mencari Umar. Tidak lama kemudian mereka sudah berada di permukaan laut depan kamar saya untuk berpose. Sayangnya goyang terus karena riak-riak ombak kecil, jadi tetap agak susah mengambil foto pakai kamera.
Mbak Asri bersama Umar
Selesai mengambil foto, saya dan Bu Martha jadi mengobrol. Malam itu saya jadi banyak mendengar cerita dari beliau yang ternyata suka travelling dan naik gunung seperti bu Okati. Mungkin kalau bukan karena sekamar bareng, saya nggak begitu kenal dengan bu Martha. Setelah sekamar, kita jadi lebih dekat. Apalagi kita cuma sekamar berdua, jemuran kita yang paling nggak ada isinya karena kita nitip cucian ke anak pemilik penginapan. Saya jadi curhat beberapa permasalahan pribadi juga seolah-olah seperti ibu dan anak. Jadi kangen momen-momen itu.

Besok saya akan tuliskan lagi cerita lanjutan perjalanan kita yang masih di Misool. Sampai jumpa!

0 comments:

Follow me

My Trip