Semalam sebelum tidur, saya sempat bermain hp sampai jam 12 malam. Tiba-tiba saya mendengar suara sesuatu yang muncul dari dalam lautan. Suaranya sangat dekat, malah saya berpikir kalau suara itu berasal dari bagian lautan di depan penginapan saya. Saya jadi ketakutan sendiri, berpikir kalau jangan-jangan ada Loch Ness (semacam hewan purba sekeluarga dinosaurus) yang muncul dan berenang-renang di sekitar penginapan😨. Misool memang berbatasan langsung dengan Laut Seram, sehingga pergerakan makhluk laut sangat bervariasi. Dan bisa saja kan perkiraan saya benar.
Saya jadi nggak bisa tidur. Satu sisi penasaran mau buka pintu teras tapi takut banget kalau ternyata ada kepala dinosaurus nongol di teras. Ahhhh membayangkannya saja saya jadi seremmmm😱. Tapi sebenarnya seru juga kan kalau bisa di foto. Saya bahkan berpikir untuk sekalian aja buka pintu teras seraya membawa hp, biar bisa di foto sekalian. Tapi tetap nggak berani. Bunyi berenang terseok-seok bahkan semakin dekat, lagi, dan lagi. Lalu sepertinya berjalan ke pesisir, dan menghilang. Untung saya sedang tidak kebelet pipis. Kalau pun kebelet, mungkin saya akan menahannya sampai pagi.
Waktunya shalat Shubuh. Saya mendengar teman-teman sudah pada riuh bergantian berwudhu, baru saya berani keluar. Saya bercerita pada bu Martha kejadian semalam dan beliau tidak mendengarnya sama sekali karena sudah tidur. Saya dan Bu Martha kemudian keluar kamar dan berencana untuk mencari sinyal ke HarJay. Di perjalanan, saya bertemu Pak Haji dan bercerita kejadian semalam. Katanya itu gurita dan memang gedeeee banget. Udah biasa malam-malam lewat situ. Apaaa? Sudah biasaaaa?😱😱😱
"Bukan dinosaurus kan, Pak?" Pak Haji tertawa😂. "Selama saya tinggal disini, belum pernah datang dinosaurus."
Saya dan Bu Martha kemudian berjalan menuju HarJay. Tidak lama kemudian Rezki menyusul. Kami sudah mulai menghafal jalan menuju dermaga tanpa Umar. Pemandangan kampung di pagi hari dimana anak-anak bersiap sekolah, ibu-ibu menyapu, suara orang mandi di sumur, sungguh dirindukan. Serasa ingin pulang kampung di Aceh. Oh iya, disini tidak ada orang yang pakai masker, jadi saya merasa seolah-olah Corona tidak ada di Misool.
Jembatan jodoh |
Kami duduk lagi di pondokan pinggir dermaga, sambil mencari sinyal dan menikmati cahaya matahari pagi yang baru saja naik. Masya Allah, suasana seperti ini sangat indah dan menenangkan. Ntah kenapa, saya jadi nggak terlalu bersemangat lagi melihat hp. Hanya ngecek apakah ada email yang menyeramkan tentang duit ditahan atau apa pun itu yang berhubungan dengan perusahaan, ngecek Whatsapp juga hanya untuk memastikan keluarga dan karyawan di kantor baik-baik saja. Selebihnya, saya rasa sudah tidak ada yang terlalu penting lagi. Saya merasa sudah bisa hidup tanpa Instagram, Facebook, atau media sosial lainnya.
Sekolah Umar |
Sekitar jam 7 pagi, kami kembali ke penginapan. Di jalan sempat berpapasan dengan teman-teman yang mau nyari sinyal. Saya bilang kepada mereka, "nanti telat nge-trip lho". Mereka jawab hanya ingin 'nyari sinyal 30 menitan. Lagian mereka semua udah pada sarapan, malah saya yang belum. Di perjalanan pulang, kami sempat bertemu si Abu yang sedang membereskan peralatan selam. Katanya, kemarin ada beberapa orang menyelam di Misool, jadi dia baru selesai membilas baju selam dan menjemurnya. Kalau dilihat dari bola pemberat yang sampai berjamur, sudah lama sekali tidak ada wisatawan yang datang untuk menyelam. Makanya kemarin akhirnya ada juga orang yang diving. Jangan suruh saya menyelam, snorkeling aja masih takut-takut kalau harus lepas pelampung.
![]() |
Ketemu Abu yang selalu pakai baju merah |
Ketika tiba di area Yalapale, saya langsung sarapan dan mandi. Mumpung kamar mandi lagi sepi. Palingan ada si Madi yang curi start duluan untuk mandi, dan selesainya pasti paling lama😆. Selesai mandi dan beberes barang yang mau dibawa trip, saya berjalan ke dermaga untuk naik ke kapal. Anak Buah Kapal (ABK) bilang kalau sepertinya cuaca kurang bagus, jadi kita akan mampir ke Yellu sebentar sampai cuaca lebih baik. Saya sih setuju banget kalau mau ke Yellu, karena ada sinyal di kampung itu. Setelah semua teman-teman naik, kapal pun melaju Kampung Yellu yang jaraknya hanya 10 menit dari dermaga Yalapale. Ketika kapal merapat, kami mengambil tempat di pondok, sampai akhirnya gerimis pun turun.
![]() |
Berfoto bersama anak-anak Kampung Yellu |
Main hp memang mulai terasa hambar. Bingung juga mau melihat apalagi di hp karena tadi pagi kan udah ngecek yang penting. Akhirnya saya jadi melihat anak-anak yang mau berangkat sekolah dengan wajah penuh bedak (tanda sudah mandi)😄. Gemes banget ngeliat mereka apalagi dengan sendal jepit baru dan warna-warni. Saya panggil mereka untuk berfoto bersama, sampai beberapa teman-teman pun ikut-ikutan berfoto bersama. Wajah polos mereka sangat fotogenik dan lucu.
1. Balbullol
Gerimis pun reda, maka kami melanjutkan perjalanan ke sebuah tempat diantara kumpulan tebing-tebing karst bernama Danau Laut Balbullol. Udah danau, laut juga ya hahaha😂😂😂. Mungkin karena ada lingkaran dalam berwarna biru dongker seperti palung diantara lautan berwarna hijau tosca. Kalau kita lihat dari foto yang diambil dengan menggunakan drone, tebing-tebing karst membentuk gugusan yang sangat indah. Maasyaa Allah😍. Betapa kecilnya kapal kita diantara tebing-tebing yang menjulang tinggi dari permukaan laut.
Tebing-tebing batu karst |
Kapal kami |
Kami tiba disebuah laguna diantara bebatuan karst untuk mengambil foto. Masih ada kapal dari grup sebelah yang sedang berfoto di spot itu sehingga kami harus mengantri dulu. Saya keluar dari dalam kapal, lalu memperhatikan terumbu karang di perairan dangkal yang terlihat ke permukaan. Masya Allah indahnya😍. Pantai Balbulol ini berasal dari kata Balbul yaitu sejenis gurita sedangkan lol yaitu berlimpah, yang konon katanya dahulu “Pantai Balbulol” ini terdapat banyak gurita. Jangan-jangan salah satu guritanya main ke penginapan Yalapale😨.
![]() |
Pose diantara terumbu karang dan tebing batu karst |
Saya bilang pada Tiyo, kalau tiba giliran kapal kita untuk berfoto, kita harus jadi yang pertama berfoto ya. Kalau nggak, nanti pasti mengantri lama banget sampai semua teman-teman selesai berfoto. Kapal grup sebelah kemudian pergi, dan kapal kami merapat. Cewek-cewek di grup saya sudah heboh duluan melihat kapalnya Iyus dan Kevin, seolah-olah seperti ada artis lewat deh😅. Selagi mereka nyorakin cowok-cowok itu, saya dan Tiyo langsung mengambil kesempatan untuk berfoto duluan. Kami jalan ke belakang, naik ke atap, lalu mengambil foto secara bergantian. Saya juga menyuruh Rezki naik, tapi saat itu dia males-malesan mau berfoto. Bang Ono merekam video saya untuk keperluan dokumentasi, lalu akhirnya saya balik masuk kapal.
Terumbu karang indah |
Selagi menunggu yang lain pada berfoto, saya melihat teman-teman di grup sebelah sudah turun ke laut untuk snorkeling. Kami nggak ada agenda snorkeling di Balbulol, jadi saya ngobrol aja sama ABK di belakang yang selalu berganti-ganti namanya. Hari pertama, saya tanya namanya Jacky. Hari kedua namnya Abu (juga), hari ketiga lain lagi namanya jadi Yelu, udah kayak nama kampung yang sering kami datangi untuk mencari sinyal😓😓😓.
Sampai-sampai saya gemesss, "Kenapa sih nama lo berubah setiap hari sih?"
"Kaka, nama hari aja berubah setiap hari, apalagi nama orang."
"Oh jadi senin, selasa, rabu, kamis, dan lain-lain itu nama lo berubah juga ya?"
"Benar kaka."
Ingin saya jitakkkkk! Tapi lucu juga sih, ngeliat muka polos yang nggak merasa bersalah itu. Disuruh gaya untuk berfoto pun mau.
Jadi nama dia siapa sebenarnya? |
Setelah semua teman-teman selesai berfoto dengan puluhan gaya, kami pun melanjutkan perjalanan kembali.
2. Pantai Namlol
Kapal kemudian merapat di Pantai Namlol. Nama-nama tempat disini tuh unik-unik banget. Saya bertanya pada si (sebut saja) Yelu, kenapa banyak nama tempat di Misool berakhiran “lol”? Dapunlol, Balbulol, Namlol. Ternyata “Lol” itu artinya “ikan”. Sedangkan Namlol artinya "perut ikan". Wah, kenapa pantai ini dikasi nama perut ikan? Karena saat air sedang surut, karang-karang di perairan pantai ini nampak seperti perut ikan. Pada bulan-bulan tertentu, air laut pantai ini memang bisa suruh banget sampai dasar laut terlihat.
Karena saat tiba dipantai ini sudah masuk waktu makan siang maka kami memutuskan untuk makan dulu di tepi pantai Namlol. Tidak ada penjual makanan atau warung tenda sama sekali disini, sehingga kita wajib membawa makanan sendiri. Menu kali ini lumayan membuat selera makan, yaitu ikan kuah kuning. Biasanya saya tidak pernah menghabiskan makan siang, kecuali hari itu. Kemarin-kemarin saya agak bosen dengan menu ikan balado terus. Kalau ada makanan sisa, kami lemparkan ke laut untuk dimakan ikan-ikan. Jadi ikan makan ikan deh, hahaha😂.
![]() |
Makan dulu |
Tak jauh dari bibir pantai ada sebentuk kolam luas yang cukup dalam karena berwarna biru dongker, dan seolah-olah dikelilingi oleh pasir putih. Makanya ada yang menyebut tempat ini sebagai ‘kolam di tengah laut’. Selesai makan, saya mengambil foto dulu di sisi kolam itu. Bang Ono kemudian menyuruh kita berjalan sampai ke gugusan karang-karang laut yang tajam dan menjulang tinggi kepermukaan, seolah seperi kapal layar. Duh, saya belum pakai baju renang, nanti malah susah.
Kolam di tengah laut tampak dari atas |
![]() |
Foto di sisi kolam |
Teman-teman sudah mulai berganti baju renang. Saya lalu mengajak Mbak Feira untuk berganti baju di kapal, karena kami nggak bawa baju renang kesitu. Kami minta ditemani oleh ABK yang nantinya bertugas untuk menutup jendela kapal, supaya kami tidak terlihat dari luar. Sewaktu kita kembali ke kapal, eh malah kapal dari grup sebelah merapat. Wah, bakalan susah nih ganti baju kalau ramai orang dari kapal sebelah. Akhirnya saya dan Mbak Feira bergantian menjaga pintu, sedangkan beberapa ABK menutupi jendela dengan sarung. Agak khawatir juga sih takut kelihatan, tapi untungnya proses ganti baju berjalan lancar.
Batu karang menjulang keatas |
Main dulu |
Saya dan Mbak Feira lalu berjalan di pinggir laut untuk menyusul teman-teman yang sudah berpose dan bermain di tengah laut. Agak susah berjalan dengan menggunakan sendal di laut karena banyak pecahan karang. Mau berenang pun susah. Akhirnya tangan saya ditarik Madi biar cepat berjalan ke tengah laut, lalu saya juga menarik Mbak Feira, sampai akhirnya kami bisa bergabung dengan teman-teman. Kami pun berpose sesuai arahan sutradara (Bang Ono). Kami membentuk lingkaran, love, setelah itu main ular naga. Iyus sempat bergabung dengan kita sewaktu main ular naga, sampai setelah itu dia snorkeling bersama teman-temannya dari grup sebelah di laguna yang berwarna biru dongker. Kita nggak ada yang snorkeling. Kalau dipikir-pikir, kok di grup kita agenda snorkelingnya agak sedikit ya?
3. Puncak Love Dafalen
Setelah lelah bermain di pantai, kali ini kami akan menaiki anak tangga menuju puncak (lagi). Seharusnya ini destinasi pertama sebelum nyebur, tapi karena tadi pagi hujan dan langit nggak bagus kalau difoto, maka jadwalnya diubah ke siang hari. Mas Ikhsan bilang, "Yang muda-muda naik aja. Yang sudah 'berumur' sebaiknya tinggal dibawah karena jalannya rusak banget." Nah, jadi ketauan nih siapa yang tua dan yang muda sewaktu naik ke atas, hahahaha😂😂😂.
![]() |
"Misi, Om..." |
Saya memang nggak naik bareng dengan rombongan, karena mau shalat dulu. Teman-teman awalnya mengira saya nggak sanggup naik juga, hahaha😂. Masa' udah sampai sini, nggak naik? Mana ini pengalaman pertama saya. Tapi memang banyak teman yang nggak naik, mungkin sudah kecapekan karena ini hari terakhir nge-trip. Selesai shalat, saya naik perlahan-lahan dengan medan yang sangat berbatu dan tangga yang rusak. Mau naik satu anak tangga aja harus 'manjat dulu. Agak berat sih, tapi kalau menurut saya jalurnya pendek. Saya kira bakalan lama banget perjalanannya, takut kehabisan nafas. Ternyata 'cuma' segitu aja, hahaha🤣 sombong.
![]() |
Jarak anak tangga yang rusak |
![]() |
Jalur yang rusak dan berbatu |
Saat itu, hanya sisa saya dan Rezki yang sedang mendaki. Ketika tiba di puncak, saya takjub dengan pemandangan yang Masya Allahhhh😍😍😍. Ada laguna berbentuk love di tepi sebuah tebing batu karst seperti di pantai Kelingking Nusa Penida, Bali. Duh, indah sekaliiii ya Allah. Ditambah gradasi warna biru dongker, hijau tosca, biru laut, dan biru langit, dan gugusan pulau-pulau batu karst, sungguh memanjakan mata.
![]() |
Laguna Love |
Kalau dilihat lagi, ukuran laguna Love-nya lebih kecil dari yang di Karawapop. Tapi pemandangannya berbeda karena love disini dikelilingi tebing-tebing batu Karst. Sungguh indah😍. Setelah mengambil foto di sekitar laguna berbentuk love, saya mencari spot foto dari sudut lainnya. Harus hati-hati di sekitar sini karena banyak karang yang tajam. Sebenarnya paling baik kalau kalian memakai sepatu. Hanya saja karena kita baru berenang dan main air di pantai Namlol, memang nggak enak pakai sepatu karena nanti basah.
![]() |
Pemandangan dari sudut yang berbeda |
Tugas saya sebagai fotografer disini selesai setelah memotret semua teman. Kalau saya yang jadi fotografer, masing-masing orang hanya boleh bergaya maksimal 4 gaya saja karena saya kadang udah bete sendiri kalau mereka kebanyakan gaya. Hahahaha maaf ya😆. Jadinya mereka harus sudah tau mau bergaya seperti apa dulu, baru bisa saya foto biar nggak kelamaan berpikir mau bergaya bagaimana. Tugas dokumentasi kemudian dilanjutkan oleh Bang Ono yang menerbangkan drone mengelilingi puncak. Terlihat jelas tebing bebatuan yang tersebar di lautan, ditambah dengan gradasi warna lautan yang indah. Raja Ampat memang surganya snorkeling dan diving karena banyak sekali laguna/palung dimana terumbu karang dan ikan-ikan sangat variatif.
Foto dari drone |
Setelah puas mengambil foto dan video dengan berbagai macam gaya, kami pun turun. Sepertinya badan saya udah 'berotot' karena setiap hari berenang dan naik ke puncak gunung. Tapi seru banget sih, bisa mendapatkan pengalaman yang berbeda.
Baiklah, postingan saya ini sudah terlalu panjang. Ditunggu postingan berikutnya ya. Terima Kasih!
0 comments:
Posting Komentar