Bangun pagi kembali di kota Bukittinggi. Pemandangan dari jendela kamar hotel sangatlah indah. Tampak 2 buah gunung yang puncaknya ditutupi awan, berpadu dengan warna langit biru cerah. Hari ini kami akan melanjutkan perjalanan berkeliling kota Bukittingi dengan menggunakan mobil Innova (beberapa hari yang lalu pakai HiAce karena orangnya ramai). Udah nggak sabar dan tetap semangat walaupun sedang berpuasa💪!
Pemandangan dari kamar hotel |
1. Janjang Koto Gadang, Replika Tembok Raksasa Cina
Dunia mengenal Tembok Raksasa Cina sebagai salah satu Situs Warisan Dunia. Eh, tunggu dulu. Kali ini kita nggak perlu jauh-jauh ke Cina buat melihat tembok raksasa. Apalagi sejak pandemi seperti ini agak susah 'kan keluar negeri😅. Provinsi Sumatera Barat juga memiliki wisata serupa yang nggak kalah megahnya bernama Janjang Koto Gadang. Dari Hotel Grand Rocky (tempat kami menginap), jaraknya hanya kurang dari 20 menit dengan mengendarai mobil.
Tempat ini merupakan saran dari bapak supir karena saya dan teman-teman sebenarnya nggak tau kalau di Bukittinggi ada tembok Cina. Setiba kami disini, saya berpikir untuk tidak turun sampai ke ujung karena lagi puasa, nanti kehausan🥵. Tapi semakin menuruni anak tangga, semakin penasaran. Apalagi melihat Iyus dan Rezki dengan semangat menuruni tangga, saya jadi ikut-ikutan. Ci Ling dan Baitil hanya turun sampai setengah jalan saja karena kaki Ci Ling sakit.
Mulai menuruni tangga |
Masih banyakkk tangga |
Panjang tembok ini mencapai 780 meter. Butuh waktu 15-30 menit berjalan kaki menyusuri tangga di tembok selebar 2 meter tersebut sampai ke ujung. Alhamdulillah akhirnya bisa sampai ke bawah dan melihat keindahan sungai diantara pepohonan rindang dan langit sangat biru. Ada sebuah jembatan diujung tangga yang katanya bisa tembus sampai ke Goa Jepang. Saya harus tarik napas terlebih dahulu sekitar 10 menit sambil berfoto dan menikmati pemandangan, baru memutuskan untuk naik lagi. Sepi sekali dibawah karena memang selama Ramadhan orang-orang lebih suka berdiam di rumah ketika siang hari. Duh, rasanya haus sekali🥵 tapi mau bagaimana lagi.
Pemandangan dari atas jembatan |
Yang paling berat adalah naik tangga🥵. Karena saya memiliki asma, napas jadi terlalu cepat ngos-ngosan dan pendek. Saya harus mengatur napas sedemikian rupa agar tidak pitam. Sudah mulai keliyengan dan nggak bisa menyamai cowok-cowok yang langkahnya cepat banget. Dengan penuh perjuangan, sampai juga akhirnya keatas🥵. Ya Allah, ingin rasanya minum aqua satu galon tapi tetap bersabar. Keringat bercucuran, napas berat, tapi kami langsung masuk ke mobil untuk melanjutkan perjalanan.
2. Pandai Sikek Nagari Wisata
Mama sempat menelepon dan bertanya apakah saya sudah beli mukenah? Awalnya mau jalan-jalan dulu dan terakhir baru ke Pandai Sikek, tempat kerajinan mukenah terbaik di Bukittinggi. Tapi karena Mama sudah menagih, kami terpaksa harus belanja dulu. Perjalanan ke Pandai Sikek sekitar 40 menit dari tembok China. Setelah sampai dan parkir, saya masuk ke sebuah toko dan bingung kok barang yang dijual tidak seperti keinginan saya. Hanya ada baju dan kerudung saja yang dijual. Akhirnya saya hanya kesini mampir untuk shalat dan kembali melanjutkan perjalanan.
Plang depan |
Saya diam saja di mobil karena berpikir 'gimana ini nanti nggak ada mukenah untuk Mama😐. Teman-teman kemudian bilang kalau tadi kita melewati ruko-ruko yang berjajar sebelum mampir shalat. Kok saya nggak ngeh ya? Bisa jadi disana tempat berjualan mukenah. Saya sebenarnya tetap ingin kesana tapi agak nggak enak juga sama teman-teman. Untung mereka paham kegundahan hati saya dan akhirnya kita balik ke ruko-ruko tersebut.
Dipilih-dipilih |
Ternyata kali ini benar, semua toko menjual mukenah dan kami mampir di toko kedua. Saya memilih mukenah, membongkar plastiknya, video call dengan Mama dan adik untuk memilih mukenah, bergantian dengan Rezki dan Baitil. Harga mukenah disini lumayan mahal, bahkan sampai 1,7juta. Kalau kalian beli banyak, bisa ditawar sampai 1,4juta perbarang. Tidak terasa kami menghabiskan waktu 2 jam di toko ini hanya untuk memilih mukenah. Ci Ling dan Iyus sampai menyusul kita secara bergantian untuk memastikan kita udah selesai apa belum. Walaupun akhirnya selesai juga belanjanya.
Oh iya, sebelum melanjutkan ke destinasi berikutnya, kami mampir ke toko keripik Ummi Aufa Hakim karena ternyata Mama berpesan untuk membeli keripik lebih banyak untuk dibagi-bagi ke saudara. Sebagai anak yang baik, saya menurut saja. Berbeda dengan keripik Christine Hakim, Ummi Aufa ini lebih banyak cemilan lainnya selain keripik pedas. Jadi saya borong aja semua.
Sewaktu membayar keripik, saya bilang ke kasir kalau saya mau dipacking menggunakan kardus besar karena mau memasukkan oleh-oleh lainnya (mukenah). Mereka oke-oke saja dan memilihkan kardus untuk saya yang cukup untuk memasukkan semua oleh-oleh. Bapak supir sekalian membantu saya dan teman-teman untuk mengatur posisi barang di belakang yang sudah penuh.
3. Taruko Cafe & Resto
Sudah capek dari Tembok Cina dan belanja, saya tertidur di mobil sampai tiba di tujuan berikutnya yaitu sebuah Cafe yang pernah masuk di National Geography ketika Gordon Ramsay memasak rendang. Sebenarnya saya nggak tau tempat apa ini, tapi teman-teman pada tau. Mungkin Cafe ini terkenal karena pemandangannya yang sangat indah. Sore-sore begini sih nggak bisa makan disini karena masih dalam suasana puasa.
Saung rumah gadang |
Kami berjalan ke bawah untuk berfoto di bawah saung yang berbentuk rumah gadang. Teman-teman pada turun ke aliran anak sungai, sedangkan saya agak malas turun karena lumayan susah menjejakkan kaki diantara batu-batu berhubung kaki saya kan nggak terlalu bisa pakem (ada bekas operasi). Apalagi saya pakai sepatu dan malas banget kalau sepatu sampai basah. Mana ada anjing pulak diatas yang mulai mendekat. Saya jadi panik sendiri😨.
Teman-teman bermain di sungai |
Selesai bermain di bawah, kami berjalan menuju parkiran seraya masih berfoto di beberapa tempat. Baju saya dipenuhi bunga duri sampai harus dicabut satu-persatu sambil menunggu Ci Ling. Duh, jadi menambah kerjaan juga nih bunga duri. Sepanjang jalan menuju destinasi berikutnya pekerjaan saya hanya mencabut bunga duri saja. Lelah...
4. Taman Panorama dan Lobang Jepang
Destinasi terakhir hari itu. Jaraknya hanya 15 menit dari Taruko Cafe dan tempat ini salah satu yang paling populer di kota Bukittingi. Supir mengantar kita ke gerbang masuk utama untuk membeli tiket seharga Rp. 15 ribu/orang dewasa. Kita kemudian masuk melewati gerbang dan mendapati sebuah taman yang berukuran cukup luas. Jalan sedikit ke tengah, tampak jelas panorama Ngarai Sianok dari kejauhan.
Taman |
Karena kami ingin masuk ke Lobang Jepang juga untuk mengetahui bagaimana kondisi di dalam dan sejarahnya, maka kita harus menggunakan jasa guide dengan harga Rp. 100,000 (setelah tawar-menawar). Lubang Jepang ini dibangun sebagai tempat penyimpanan perbekalan dan peralatan perang tentara Jepang, dengan panjang terowongan yang mencapai 1400 meter dan berkelok-kelok serta memiliki lebar sekitar 2 meter. Sejumlah ruangan khusus terdapat di dalam terowongan ini, di antaranya adalah ruang pengintaian, ruang penyergapan, penjara, dan gudang senjata.
Pintu masuk goa |
Selain lokasinya yang strategis di kota yang dahulunya merupakan pusat pemerintahan Sumatra Tengah, tanah yang menjadi dinding terowongan ini merupakan jenis tanah yang jika bercampur air akan semakin kokoh. Bahkan gempa yang mengguncang Sumatra Barat tahun 2009 lalu tidak banyak merusak struktur terowongan. Agak susah berjalan menyusuri lorong apalagi kalau punya tumbuh tinggi karena harus agak membungkuk. Kalau nggak, nanti malah kejedot atap goa.
Lorong goa |
Diperkirakan puluhan sampai ratusan ribu tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan untuk menggali terowongan ini. Pemilihan tenaga kerja dari luar daerah merupakan strategi kolonial Jepang untuk menjaga kerahasiaan megaproyek ini. Tenaga kerja dari Bukittinggi sendiri dikerahkan di antaranya untuk mengerjakan terowongan pertahanan di Bandung dan Pulau Biak. Seram sih sejarahnya, tapi insya Allah nggak ada hantu kok di dalam😄. Oh ya, pintu goa ini ada di banyak tempat di Bukittinggi dan sudah digembok permanen. Ntah siapa yang memegang kunci gemboknya.
Ngarai Sianok |
Setelah puas berkeliling menyusuri lorong-lorong goa, kami keluar dan berfoto di pinggir Ngarai Sianok dari atas. Pemandangannya Masya Allah indahnya dimana lembah bersisian dengan gunung dan langit berwarna biru. Ditambah pohon-pohon hijau yang mengelilingi, cukup memanjakan mata. Pengen nerbangin drone sih tapi takut jatuh😆. Maklum baru beli drone jadinya belum pintar menggunakannya.
Pose dulu |
Setelah puas berfoto dan sudah pukul 5:30 sore, kami kembali ke mobil. Takut tidak keburu membeli makanan untuk berbuka puasa. Untung saja selama kami berkeliling tempat ini, bapak supir berinisiatif membooking rumah makan untuk kita buka puasa. Jadi nggak perlu khawatir tidak mendapatkan tempat makan.
Baiklah, postingan berikutnya akan saya ulas makanan untuk buka puasa di Bukittinggi. Sampai jumpa!
https://www.pegipegi.com/travel/janjang-koto-gadang-tembok-raksasa-cina-di-bukittinggi/
https://travel.detik.com/domestic-destination/d-3706246/taman-dengan-panorama-terbaik-di-bukittinggi
0 comments:
Posting Komentar