April 16, 2021

Malam Ramadhan di Padang

Sesampainya di Pangeran Beach hotel, kita balik ke kamar masing-masing tapi bukan untuk istirahat. Kita hanya diberikan waktu sejam untuk bersiap-siap sebelum acara buka puasa bareng. Saya mandi duluan, baru setelah itu Baitil. Kami kemudian dandan seperti layaknya akan gala dinner dalam waktu hanya beberapa menit saja. Kalau sudah terbiasa dandan sih, pasti cepat selesai dan makeupnya bagus.

Teman-teman sudah berkumpul di lobi. Saya lihat kok ada beberapa orang yang saya belum kenal. Akhirnya Iyus memperkenalkan Ghulam (pengusaha ayam) dan Deki kepada saya. Mana pada saat itu Deki habis jatuh dari motor😨. Untung dia baik-baik saja. Kami mengobrol sejenak seraya menunggu Ci Ling, Mbak Asri, dan Shinta selesai berkemas. Mereka agak sedikit lama selesai karena harus gantian mandi bertiga. Kita baru berangkat beberapa menit sebelum adzan dan jadinya malah harus berbuka puasa di mobil. Kasian juga teman-teman yang berpuasa, nggak bisa dapat pahala 'menyegerakan berbuka'. Oh iya, saya baru sadar ternyata kita semua full seat di mobil. Teman-teman di Padang semuanya memarkirkan kendaraan di hotel, lalu ikut mobil Hi-Ace kita bisa bisa seru-seruan nanti di mobil dan nggak harus berpencar-pencar.
Rumah makan rameee
Sesampai di Rumah Makan Lamun Ombak, kami dituntun ke sebuah ruangan ber-AC yang terlah dibooking tadi. Rumah makan saat itu sangat penuh dan semuanya sedang menyantap makanan. Duh, perut saya semakin keroncongan, apalagi tadi siang belum makan. Alhamdulillah makanan sudah tersedia di meja dan kita langsung minum terlebih dahulu, baru berfoto selagi makanan masih lengkap. Jumlah kita semua ada 11 orang dan ini pertama kalinya saya berbuka puasa di kota Padang.
Makanan sudah tersedia
Sesi foto bareng
Setelah berfoto, waktunya menyerbu makanan. Saya awalnya menaruh nasi sedikit saja, karena berencana mau makan lauk yang banyak. Saya pesan ayam pop, makan dendeng balado, kerupuk kulit, sayur ubi tumbuk, dan sebagainya. Rasa masakan enak banget, ntah karena lapar, bahkan akhirnya sampe nambah nasi lagi😆. Lagian kita juga makan sambil mengobrol, jadi lebih seru. Tidak lupa setelah makan, kami menikmati hidangan penutup seperti ketan sarikaya.
Ketan Sarikaya
Setelah makan, Ghulam membayar semua makanan seharga Rp. 700rban. Saya sudah menahannya untuk membayar tapi katanya nggak apa-apa sekali-kalinya kita ke Padang juga. Duh, jadi nggak enak. Kami kemudian kembali naik ke mobil Hi-Ace untuk menuju destinasi selanjutnya yaitu Mesjid Raya Sumatra Barat. Saya sudah bilang ke Rezki kalau kita harus memasukkan Masjid karya bapak Rizal Muslimin yang satu ini sebagai tujuan wajib ketika mengunjungi Padang. Akhirnya kami pun kesana yang berjarak hanya 15 menit dari rumah makan.
Masjid nan megah
Sesampai di mesjid, saya takjub dengan arsitektur gonjong (tanduk kerbau) seperti rumah gadang yang besar dan megah, berwarna ungu. Masya Allah indah sekaliiii😱! Kami turun di pinggir jalan karena mau berfoto di tulisan Masjid Raya Sumatera Barat, sedangkan supir memarkir kendaraan di parkiran mesjid. Saya mengambil foto dengan menggunakan lensa wide sehingga dari ujung ke ujung mesjid bisa di dapatkan semua.
Pose dulu
Foto bersama
Setelah bergantian foto, kami masuk ke mesjid untuk shalat. Saya, Ci Ling, dan Shinta semula menunggu di depan mesjid. Tapi sayang sekali kalau saya tidak masuk mesjid dan melihat arsitektur bangunan dari lantai yang berbeda dan interior mesjid. Akhirnya saya masuk juga. Duh, jadi terasa banget Ramadhan di masjid ini karena jamaahnya ramai, terlihat dari begitu banyak sendal orang-orang. Saya naik ke lantai dua untuk mencari Baitil dan Mbak Asri tapi ntah dimana mereka shalat. Malah yang saya lihat teman-teman cowok sedang shalat disana.
Masjid dan menara
Setelah merekam video, saya berjalan berkeliling pelataran masjid sebentar sambil mengambil beberapa foto. Kemudian saya mengabarkan Shinta dan Ci Ling kalau saya berada di tangga dan sedang memotret masjid dari lantai dua. Teman-teman pun selesai shalat, bahkan ada yang sempat shalat taraweh walaupun tidak mengikuti imam.

Karena waktu kita yang begitu singkat, kami melanjutkan perjalanan untuk berwisata kuliner di Simpang Kinol. Saya nggak tau sih tempat ini sebelumnya, tapi Shinta, Ghulam, dan Deki sebagai orang lokal yang mengajak kami cari cemilan disini. Jarak dari mesjid ke Simpang Kinol hanya 15 menit dan teman-teman pada bernyanyi riang gembira. Baitil jadi ikut-ikutan bernyanyi dan ini pertama kalinya saya melihat Baitil seru-seruan dengan teman-teman😂. Saya lebih banyak diam karena sedang kurang mood. Lagian biasanya saya di malam Ramadhan seperti ini lebih sering di rumah aja sambil mengaji, jadi agak merasa aneh dengan bernyanyi-nyari seru-seruan bersama teman-teman.

Sesampai di tujuan, kami turun dari mobil dan berjalan kaki ke daerah pedagang kaki lima yang berjualan banyak makanan. Ini rencananya mau ngemil, malah makan sate. Cemilan yang berat sekaliiii🤣. Kami memesan sate kerang, sate lidah, sate paru, dan beberapa sate unik lainnya untuk ngemil sambil ngobrol. Karena kita ber-10, jadi memang dibagi jadi dua meja. Saya mulai mengobrol dengan Shinta yang katanya minggu depan mau ke Aceh. Duh, ke Aceh bulan Ramadhan agak mirip seperti di Padang. Susah banget pasti nyari makan siang, apalagi Aceh panassss🥵.
Sate organ
Obrolan seru ini terus berlangsung. Saya dan Baitil menceritakan beberapa destinasi wisata di Aceh untuk referensi Shinta nantinya.  Tidak terasa sudah hampir tengah malam dan kota Padang semakin malam semakin ramai. Kirain masih jam 8an, makanya agak kaget waktu melihat jam di tangan udah pukul 11. Kami kemudian menyudahi kulineran malam ini agar kita bisa balik ke hotel sebelum jam 12. Saya pun memang sudah mengantuk, apalagi tadi kan kami terlalu pagi ke bandara.

Kami kembali masuk mobil Hi-Ace menuju hotel Pangeran Beach. Sesampai di hotel, saya dan Baitil mengambil duit di ATM dulu karena sudah kehabisan cash, sedangkan teman-teman kembali ke kamar. Di luar ATM saya merasa ada bapak-bapak yang terus memperhatikan kami. Mana rambutnya panjang. Serem banget malam-malam begini. Baitil kemudian menghampir bapak tersebut dan menyapanya. Ya ampunnn, ternyata bapak itu adalah dokter spesialis tulang (Ortopedi) yang memang sudah janjian dengan Baitil. Kenapa janjiannya malam banget😴.
Warung Malabar
Saya kemudian menemani Baitil makan di Malabar Arham bareng dokter itu. Baru aja kenyang banget ngemil sate, sekarang disuruh ngemil martabak isi daging porsi jumbo dan teh tarik. OMG😱! Bapak dokter terus mempromosikan kalau martabak disini enak banget, tapi 'gimana ini perut udah terlalu kenyang. Bayangkan abis makan nasi padang, sate padang, ditambah martabak lagi....😱! Mana kita pergi tanpa sepengatahuan teman-teman yang lain.
Selamat makan, phew~😮‍💨
Semakin memasukkan makanan ke mulut, maka perut saya sudah akan meledak💥, saking kenyangnya. Makan juga mulai nggak mood. Padahal rasa martabaknya enak banget, mana pakai kuah kari. Duh, betapa lezatnya. Tapi memang perut saya sudah mencapai batasnya. Kalau dipaksa makan takut malah muntah. Saya sudah berusaha mendengarkan Baitil dan dokter ortopedi ngobrol, walaupun saya tidak paham pembahasan mereka, sambil mengunyah sedikit demi sedikit. Sampai akhirnya saya minta martabaknya di bungkus saja saking sudah nggak kuat mengunyah. Lumayan 'kan bisa dimakan besok atau untuk sahur.

Pukul setengah 1 malam, akhirnya kami pulang. Itupun karena tempat makannya sudah beres-beres dan memberikan kami bill (diusir cara halus). Saya sudah menguap terus🥱, sedangkan Baitil dan bapak dokter masih sangat semangat berbincang-bincang. Akhirnya kami pun pulang, alhamdulillah. Sesampai di hotel, saya membersihkan muka dari makeup, sikat gigi, lalu tanpa ba-bi-bu lagi, langsung tidur😴. Untung saya tidak pernah punya masalah tidur, apalagi sudah begitu capek dan mengantuk.

Baiklah, selanjutnya saya akan bercerita tentang perjalanan kami ke Bukittingi. Sampai jumpa!

0 comments:

Follow me

My Trip