Mei 18, 2021

Family Trip to Takengon

Akhirnya setelah puluhan purnama, keluarga kami punya rencana juga untuk ngetrip bareng. Biasanya Mama yang susah banget diajak, sedangkan anak-anaknya dan cucu-cucunya semua bersemangat sekali. Ngetrip sekeluarga itu merupakan quality time yang bikin kita semua semakin akrab. Apalagi saya jarang pulang ke Aceh.

Setelah membujuk Mama berkali-kali, akhirnya kami jadi pergi juga ke Takengon, Aceh Tengah. Karena memang kota ini yang paling dekat dengan rumah Mama. Hanya sekitar 2 jam saja. Perjalanan juga sangat menyenangkan karena pemandangan di sisi kiri dan kanan sangat indah. Ditambah pegunungan yang berbaris-baris dan bunga yang bermekaran seperti sedang berada di luar negeri.
Pemandangan indah
Karena sudah siang, kami kemudian makan di Rumah Makan Sahabat Baru yang terkenal dengan kelezatan ikan depik yang dipancing langsung dari Danau Laut Tawar. Rumah Makan ini ada lebih dari satu dan berlokasi di Pasar. Kalian bisa memilih RM mana saja untuk menikmati ikan depik yang digoreng garing dan disajikan dengan sambal kecap, so yummy! 🤤 Harganya juga murah, tapi saya lupa berapa.
Ikan depik
Setelah makan siang, kami check in dulu ke Hotel Parkside Gayo Petro. Saat itu, hanya hotel bintang 4 ini yang menghadap langsung ke Danau Laut Tawar. Semula kami ingin menginap di sebuah resort seperti saung, tapi katanya sarapan malah dikasih nasi padang😅. Itu sarapan apa makan siang? Belum lagi resort tersebut selalu penuh. Saya memilih hotel ini karena ingin sekalian menerbangkan drone untuk mengambil foto dari atas di rooftop-nya. Maklumlah, baru beli dronee, jadi semuanya ingin difoto😆.
Lobi Parkside Hotel
Setelah check in untuk menaruh barang, saya dan keluarga naik ke lantai paling atas hotel untuk main drone. Ternyata bukan hanya saya saja yang main drone disini, tapi memang ada beberapa orang membawa drone DJI dengan berbagai macam tipe. Saya mulai menerbangkan drone dengan jarak tempuh hanya 2 km. Saking besar dan luasnya danau ini, drone saya tidak bisa mencakup seluruh danau.
Foto dari Rooftop
Masya Allah
Perumahan
Saya merekam dan mengambil gambar dari atas sampai sore hari. Angin semakin besar dan jilbab saya sampai terbang. Akhirnya kami menyudahi bermain drone dan berencana untuk berfoto menggunakan kamera Fujifilm di pinggir danau. Saya dan keluarga berpindah ke pinggir danau yang berjarak sekitar 20 menit dengan mengendarai mobil. Langit mendung dan mulai turun hujan rintik-rintik membuat suasana jadi lebih romantis. Saya meminta tolong adik untuk memotret saya dengan latar belakang danau dan pondok nelayan ditengahnya. Masya Allah, pemandangan yang sangat menentramkan hati.
Foto dengan latar pemandangan danau laut tawar
Danau
Kami kurang leluasa mengambil foto dipinggir danau karena mengakibatkan kemacetan panjang. Jadilah agak buru-buru. Setelah berfoto, saya dan keluarga berpikir untuk berkeliling mengitari danau dan sebenarnya ini adalah rencana yang kurang bagus. Dengan hujan yang semakin deras, macet, membuat waktu berkeliling menjadi 2 jam. Lama sekali! Bahkan keponakan saya sampai bosan dan berkali-kali bertanya kapan sampai kota? Ditambah lagi hujan sangat deras membuat kita tidak bisa menikmati pemandangan. Saya bahkan sampai melihat Google Maps berkali-kali, berapa jauh lagi sampai ke kota lagi?

Sesampai kembali di kota, kami sekeluarga sudah lapar. Berhubung sudah agak malam, banyak resto yang sudah tutup sehingga kita harus mampir di beberapa resto. Akhirnya kami mampir ke Gegarang Resto untuk makan berbagai makanan laut seperti ikan bakar, cumi, dan udang. Saya tidak sempat mengambil foto karena sudah sangat kelaparan.

Setelah makan, kami kembali ke hotel untuk beristirahat.

Besok paginya, udara di Takengon sangat dingin bahkan sampai 15 derajat. Saya keluar kamar menuju restoran hotel tanpa menggunakan jaket, sengaja ingin menikmati udara yang sejuk. Rasanya seru banget sarapan di resto bersama keluarga karena hal ini sangat jarang saya lakukan. Biasanya selalu bersama teman-teman.
Restoran hotel
Sekitar jam 11 siang, kami pun pulang ke Bireun. Tidak lupa mampir ke pasar untuk belanja buah seperti alpukat dan nanas untuk dibawa pulang. Buah-buahan di dataran tinggi memang berukuran besar, manis, dan murah. Jadi bisa memborong banyak untuk dibawa pulang ke rumah Mama.
Alpukat
Nanas
Di perjalanan pulang, kami sempat mampir ke sebuah Cafe yang sedang hits dikalangan anak muda bernama Seladang. Kita bisa menikmati sensasi minum kopi langsung di kebun kopi. Saya sangat antusias datang kesini, tapi ternyata hanya sedikit saung yang disediakan untuk minum kopi. Mungkin karena tempat ini sebenarnya memang fokus pada lahan perkebunan kopu, jadi saung-saungnya juga terbatas. Bahkan ada rumah warga didalam cafe.
Cafe
Saung
Menu makanan dan minuman kebanyakan hanya berupa cemilan dan bukan makanan berat. Kami hanya memesan pisang goreng, singkong goreng, dan berbagai jenis sajian kopi. Uniknya, sambal untuk mencocol gorengan juga dicampurkan kopi (sambal kopi). Untuk orang yang tidak doyan kopi seperti saya, sambal kopi itu sangat aneh rasanya😵. Tapi mungkin banyak juga orang yang suka.
Gorengan dan sambal kopi
Berfoto di ladang kopi
Hujan turun dengan deras di kebun kopi Seladang, membuat sajian gorengan dan kopi panas jadi lebih nikmat. Setelah reda, kami pun pulang ke Kabupaten Bireun. Family trip kali ini sangat berkesan, walaupun hanya dua hari satu malam. Yang penting bisa memupuk kebersamaan kita semua.

Mungkin postingan saya tentang Aceh Tengah agak singkat, karena memang kabupaten ini pernah saya tuliskan secara detail di https://www.meutiadiary.com/2017/02/dataran-tinggi-gayo.html beberapa tahun yang lalu. Semoga bisa membuat kalian tergerak untuk berkunjung ke Aceh ya. Sampai jumpa!

0 comments:

Follow me

My Trip