Februari 25, 2022

Vaksin Ketiga

Akhirnya setelah berusaha semaksimal mungkin, saya selesai juga melakukan Vaksin Ketiga atau sekarang disebut dengan Booster. Banyak hal yang menghambat proses vaksin ini diantara lain karena saya baru saja sembuh dari Covid. Tanggal 4 Februari saya positif kena Covid dan tanggal 7 Februari antigen sudah negatif, tapi efeknya terasa sampai 2 minggu ke depan. Saya sudah menceritakan pengalaman saat kena Covid di postingan sebelum ini dan sampai harus vaksin ketiga, badan saya belum terlalu fit. Berhubung bulan depan saya harus ke Amerika dan vaksin ketiga merupakan syarat untuk mengurangi waktu karantina, jadilah saya sangat mengusahakan untuk di vaksin.

Semula saya sudah mendaftar vaksin di Tebet dengan jadwal jam 11 siang. Saya datang ke Tebet jam 10.30 dan ternyata vaksin sudah habis. Saya bingung, padahal saya datang lebih awal. Ternyata memang jumlah vaksin terbatas dan hanya akan disuntikkan kepada orang-orang yang sudah mengantri sejak jam 8 pagi. Huff, gimana ini🙄? Tau begitu kan saya nggak bela-belain datang dari Depok ke Tebet. Saya sempat menelepon beberapa rumah sakit atau klinik di Jakarta yang vaksinnya masih tersedia sampai jam makan siang. Ternyata memang semua tempat yang saya telepon sudah habis. Terpaksa harus menjadwalkan ulang. 

Saya putuskan untuk vaksin di Depok saja. Paling nggak masih dekat dari rumah. Ternyata D'mall Depok menyelenggarakan program vaksin dalam jumlah besar mencapai 1000 dosis. Alhamdullilah D'mall dekat dari rumah, jadi saya langsung mendaftar.

Saya datang pukul 9 pagi ke D'mall lantai 4 dan program vaksinasi belum dimulai. Rencana saya setelah vaksin mau ke Natasha Skin Care untuk mengejar promo 50%, eeeh ini masih harus menunggu lagi di D'mall sampai 30 menit. Saya berpikir, ya sudahlah kalau pun nggak bisa facial di Natasha, yang penting vaksin dulu. Saya kemudian mengantri untuk di data. Saya tidak membawa fotokopi KTP dan petugas bersikeras saya harus punya fotokopian-nya. Untuk apa ada KTP elektronik kalau masih harus membawa fotokopi🙄, aneh sekali. Saya bilang saja nanti fotokopian menyusul. Padahal sampai selesai vaksinasi pun saya tidak menyerahkannya. Tidak masalah tuh.
Menunggu antrian screening
Saya di screening sampai saat dokter bertanya apakah saya pernah kena Covid? Saya jawab pernah sebulan yang lalu (saya berbohong). Dokter bilang kalau belum sebulan, mereka nggak mau menyuntikkan vaksin. Saya terpaksa berbohong karena memang saya butuh vaksin untuk keluar negeri. Gara-gara saya berbohong, tensi darah saya tinggi mencapai 156 dan perawat langsung bilang, "Mbak gugup ya? Ini tensinya agak tinggi." Saya jawab, "Iya saya takut disuntik." Duh, saya jadi takut sendiri kalau efeknya bakalan kemana-mana. Bismillah, semoga aman.

Giliran saya tiba untuk disuntik vaksin Astra Zeneca. Jujur aja saya bahkan nggak tau bakalan disuntik jenis vaksin apa, yang penting dosis ketiga. Katanya Pfizer hanya akan disuntikkan kepada lansia. Ya sudah, saya terima apa pun merk vaksinnya. Ketika saya selesai disuntik, langsung kepala ini pusing dan asam lambung saya seolah naik. Saya melihat dunia jadi terombang-ambing dan saya memaksakan diri untuk berdiri. Saya nggak boleh kelihatan lemah, jadi saya duduk sebentar untuk mengatur napas. Setelah rasa kleyengan sedikit mereda, saya turun ke lantai dasar untuk mencari makanan. Padahal tadi saya sudah sarapan, tapi lambung terasa perih.

Saya beli Burger King, lalu naik gojek menuju Natasha demi promo 50% dan Alhamdulillah dapat. Saya makan burger di Natasha dan minum sebanyak mungkin. Karena jadwal facial saya diatas jam 12 dan saya mendadak sangat mengantuk, saya tidur di sofa ruang tunggu dengan sangat nyenyak sampai giliran saya tiba untuk perawatan. Setelah bangun memang kondisi saya kembali seperti semula. Tidak pusing, tidak perih lambung, dan lengan juga tidak 'ngilu. Baiklah, saya sudah sembuh.

Dua hari berikutnya, saya merasa badan saya sangat pegal linu. Ntah karena efek vaksin yang berkombinasi dengan pegal-pegal setelah yoga membuat saya kurang enak badan. Alhamdulillah nggak sampai demam. Saya jadi istirahat saja dan mengurangi kegiatan diluar rumah karena saya nggak mau kalau antigen tiba-tiba negatif apalagi hari-hari terakhir menjelang keberangkatan ke Amerika.

Alhamdulillah setelah seminggu, badan saya sangat fit dan saya siap melakukan perjalanan jauh ke Amerika. Nanti saya akan bercerita lagi. Sampai jumpa!

Februari 22, 2022

Kena Omicron

Sempat bingung ketika saya bersama dua orang teman melakukan tes swab antigen sebagai persyaratan penerbangan dan hanya saya sendiri yang positif. Tempat swab memang berada di luar (outdoor) dengan hutan di sekelilingnya, tapi saya tetap takut kalau teman saya nanti malah tertular. Kita jadi mengobrol menjauh. Dari awalnya kita ke tempat swab dengan menggunakan satu mobil, sekarang harus berpisah. Agak aneh rasanya mengetahui saya tidak bisa kembali ke Jakarta naik pesawat hanya karena kena Corona😰. Hmm, pasti ada hikmahnya.

Saya jadi ingin menuliskan pengalaman saya dari hari demi hari selama terinfeksi virus ini. Sempat kaget juga dan takut diomelin Mama, tapi masa' sih diomelin? Kan saya sedang sakit😅. Ya omelan itu karena Mama khawatir, saya tau persis itu. 

Hari Pertama:
Saya tuliskan sebagai hari pertama sejak antigen saya positif, walaupun sehari sebelumnya tenggorokan memang sudah nggak enak. Saya kira karena kebanyakan makan es krim, eh nggak taunya malah kena corona. Saya meminta resep obat dari adik saya (dokter paling mantap se-galaksi), lalu memesannya menggunakan Halodoc. Alhamdulillah berkat teknologi, saya tidak kesulitan mendapatkan obat. Beberapa kali saya bersin dan meler, sampai sakit kepala. Duh rasanya memang lebih parah dari flu biasa.

Setelah minum antibiotik, saya tidur siang. Bangun tidur lalu merasakan badan panas, tapi saya tidak terlalu menghiraukannya. Masih mengira ini panas biasa. Setelah makan malam, saya minum obat, lalu pergi ke klinik lainnya untuk swab antigen ulang dan hasilnya memang positif. Badan mulai sangat meriang, dan saya memutuskan untuk tidur cepat.

Kira-kira jam 1 malam, saya terbangun dengan kondisi badan sangat panas. Karena tidak ada termometer, saya tidak bisa mengukur suhu tubuh yang sudah sepanas ini. Mungkin ini yang dinamakan panas sampai ke ubun-ubun bahkan saya 'nyaris menggigil. Saya mencari paracetamol diantara tumpukan obat dan meminumnya, lalu tidur kembali.
Obat-obatan
Hari Kedua:
Bangun shalat Shubuh sudah tidak demam, tapi saya masih meriang. Saya kemudian tidur lagi, dan bangun untuk sarapan roti. Setelah sarapan, saya minum obat dan keluar untuk berjemur. Keringat bercucuran hebat dan saya harus mandi keramas setelahnya. Saya kemudian makan siang dengan porsi yang sangat banyak, minum obat lagi, dan tidur. Kali ini tidur berjam-jam sampai hampir magrib.

Saya bangun dan merasakan badan mulai meriang lagi. Setelah makan malam, saya minum obat dan kembali tidur sampai besok pagi. Kali ini malam-malam kebangun hanya untuk ke toilet, bukan karena demam. Saya sudah menyiapkan paracetamol 600mg sebagai persediaan kalau demam seperti malam kemarin kambuh lagi. Alhamdulillah tidak demam.

Hari Ketiga:
Pilek udah sembuh, demam sudah tidak ada, tapi bangun tidur jam 8 pagi (telat). Saya minum obat, lalu berjemur lagi. Setelah itu balik ke kamar dan mandi keramas. Kombinasi cuaca terik dan setelah minum obat membuat saya keringatan hebat. Semoga dengan begini bisa cepat sembuh.

Waktu yang saya habiskan di kamar lumayan membosankan. Paling beli cemilan saja atau main laptop. Saya mencoba untuk bekerja atau miting, tapi memang nggak bisa karena kepala agak pusing. Nggak enak banget kalau melihat laptop lama-lama dalam kondisi seperti ini. Saya mulai batuk berdahak, tapi dahaknya cuma sesekali saja, tidak sampai sesak napas.
Cemilan di kamar
Saya percaya diri untuk swab antigen besok dan hasilnya negatif karena memang sudah lebih fit dari hari ke hari. Malamnya, saya minum susu beruang dan air kelapa agar (katanya) virus bisa cepat menghilang. Tidak ada salahnya mencoba.

Hari Keempat:
Saya swab antigen dan alhamdulillah negatif. Akhirnya bisa pulang ke Jakarta. Dari segi badan juga lebih fit tapi masih sering mengantuk. Mungkin karena pengaruh obat. Sebenarnya kalau ngomong masih ngos-ngosan dan dada juga masih berat. Tapi saya tetap meminum obat sesuai prosedur sampai tuntas.

Sesampai di rumah malah harus ngepel dulu karena atap bocor. Duh, mana masih capek karena perjalanan, tapi nggak sanggup juga melihat rumah jadi berantakan. Mana bisa tidur kalau rumah kotor begini. Setelah bersihin rumah, saya mandi dan tidur malam.

Hari Kelima - Hari Ketujuh:
Masih menghabiskan antibiotik dan obat-obatan semula. Pernah suatu kali badan sangat pegal karena PMS. Biasanya saya hanya pegal ringan saja, ini bisa super duper sangat pegal. Sampai encok, sakit pinggang, dada, bahu, lengan, semua sakit😖.

Hari Kedelapan:
Masih batuk dan masih berdahak, ditambah mens yang banyak membuat saya lemas dan agak pucat. Padahal antibiotik sudah habis, tapi dahak belum hilang. Mood untuk bekerja dan lihat laptop mulai ada, tapi belum bisa terlalu fokus. Mungkin karena sakit pinggang karena mens, jadi saya kurang bisa fokus. Kalau sudah malam, hidung jadi mampet dan ujung jidat jadi sakit. Kata adik, gejala ini sudah seperti orang sinusitis.

Hari Kesembilan:
Seluruh kondisi tubuh yang belum sembuh 100% kembali saya ceritakan ke adik dan dia meresepkan obat antibiotik dan obat batuk yang lebih kuat. Adik takut kalau kuman-kuman dari batuk berdahak menggerogoti paru-paru saya, jadi dia bertindak cepat dengan memberikan obat yang baru.

Saya pesan semua obat di Halodoc. Sekarang jaman semakin mudah ya. Obat-obatan patent yang terkadang tidak ada di apotek terdekat bisa dibeli secara online dan datang dalam waktu 45 menit saja.

Hari Kesepuluh:
Tubuh jauh lebih fit, mungkin karena obat-obatan yang mantap. Saya bahkan sudah bisa melakukan yoga, walaupun hanya untuk pernapasan. Sudah bisa lebih sering beres-beres rumah dan fokus bekerja.

Hari Kesebelas
Tamu sudah saya ijinkan datang ke rumah, karena saya sudah 10 hari isolasi mandiri. Tubuh juga sudah bisa saja, tidak ada lagi batuk dan demam.

Hari Ketiga belas
Saya swab antigen di klinik gigi dan hasilnya alhamdulillah masih negatif. Tapi saya masih merasa ngos-ngosan kalau ngomong. Apakah kondisi paru-paru masih belum sembuh sepenuhnya ya? Mungkin beginilah efek orang-orang yang memiliki komorbid asma, sembuhnya jadi lebih lama.

Hari Keenam belas
Saya mengubek-ubek resep Professor Paru yang pernah ada di hp saya. Saya konsultasi dengan adik untuk meminta diresepkan obat asma yang bisa diminum. Bukan obat pengencer dahak, ataupun obat batuk. Adik langsung meng-iya-kan dan saya beli obatnya.

Setelah obat datang, saya langsung minum dan ya Allah, lega sekali rasanya paru-paru ini. Rasanya udara bisa masuk ke paru-paru saya lebih banyak dua kali lipat. Saya otomatis nggak ngos-ngosan lagi. Tubuh jadi lebih berenergi dan mood jadi membaik.

Saya minum obat asma hanya dua hari dan di Hari Kedelapan belas, saya baru sembuh total. Bayangkan! Butuh waktu hampir 3 minggu untuk benar-benar sembuh dari Omicron yang menyerang paru-paru ini. Saya rasa, flunya memang lebih berat dari yang biasa, efeknya juga lebih lama. Kepala pun lebih sering pusing. Sudah lama saya tidak merasakan efek setelah flu berat seperti ini. Alhamdulillah semua bisa diatasi dan saya nggak harus masuk rumah sakit.

Untuk kalian yang masih isolasi mandiri, tenang saja ya. Nggak usah terlalu stres dan dibawa santai saja. Satu hal yang membuat saya cemas ketika kena Omicron adalah nanti harus menunda vaksin booster yang saya butuhkan untuk berkunjung ke Amerika agar bisa mengurangi waktu karantina ketika pulang ke Indonesia. Mana jadwal saya ke Amerika sudah mepet dan masih banyak hal yang harus saya persiapkan. Doakan ya semoga segala urusan saya lancar sampai berangkat. Aamiin🤲.

Semoga kita selalu sehat ya teman-teman. Sampai jumpa!

Februari 20, 2022

Finally, Perfect Smile

Akhirnya setelah penantian selama 4,5 tahun, sapphire braces di gigi saya dilepas juga. Fiuh alhamdulillah. Sebenarnya rencana ini tertunda seminggu karena saya kena Covid Omicron, tapi setelah itu kondisi gusi yang baru di operasi juga bagus banget tanpa ada efek samping sama sekali.

Sebelum lepas behel, saya harus swab antigen dulu sebagai prosedur di klinik gigi. Agak takut kalau nanti positif lagi, tapi alhamdulillah udah negatif kok. Saya lalu harus kontrol dengan drg. Riko Sp. Perio untuk memastikan gusi saya sudah sehat. Saya menunggu drg. Riko kayaknya 2 jam deh, lama banget😓 karena ada pasien beliau yang operasi gummy smile. Drg. Riko pernah cerita kalau operasi gummy smile itu pasti bakalan lama banget dan termasuk ke dalam operasi estetika. Tulang gusi harus dipotong dan dijahit dengan jahitan kecil dan rapat-rapat. Duh, kebayang sakitnya pasca bius hilang. Alhamdulillah saya tidak sampai harus begitu.

Drg. Riko bilang kalau gusi saya sehat banget dan boleh segera lepas behel. 
"Udah berapa tahun kamu pakai behel?"
"4,5 tahun dok😭"
"Wah, lama juga. Berarti hari ini harus dirayakan dong?"
Saya tertawa, "Pastinyaaaa🥳!"

Setelah dari drg. Riko, saya pindah ke ruangan drg. Chandra (Orthodentist) yang dengan sabar merawat gigi saya selama 4,5 tahun. Saya bilang ke drg. Chandra kalau gusi saya dalam kondisi sangat baik. 
"Jadi kita lepas behel dok?"
"Oke, kalau dr. Riko bilang gusinya sehat, mari kita lepas behel."
"YEAAAYYY!" Saya senang sekali🥳.

Ternyata proses lepas behel itu sakit juga lho😖. Behel dihancurkan dan dilepaskan di seluruh gigi. Bunyinya krak kruk, bikin stres juga. Setelah itu dokter melakukan scalling gigi sampai ke gusi, sehingga kadang sampai berdarah. Saya cuma bisa bertahan tanpa berkomentar apa pun, walaupun sebenarnya air mata mulai menetes karena sakit😢. Mungkin kotoran gigi selama memakai behel banyak yang sulit dibersihkan. Maklumlah, sudah 4,5 tahun.
 
Terakhir dokter mempolish gigi saya, lalu mengambil adonan cetakan gigi untuk retainer dan memasukkan ke mulut saya. Perasaan saya seperti mau muntah ketika adonan masuk mulut karena masuknya lumayan dalam sampai hampir ke kerongkongan🤢. Mana harus dua kali adonan masuk, yaitu sekali untuk gigi atas, lalu sekali lagi untuk gigi bawah.

Selesai proses cetak gigi selesai, saya berkumur, lalu berkaca. Wah, gigi saya putih dan gede-gede seperti gigi model di iklan lipstik😆. Saya baru tau kalau operasi pembukaan gusi itu sangat berpengaruh pada estetika gigi. Saya bertanya apakah saya perlu untuk memutihkan gigi? Drg. Chandra bilang nggak usah karena memang pada dasarnya gigi saya sudah putih. Saya berterima kasih kepada drg. Chandra yang selama ini merawat gigi saya. Kita sekarang tidak akan ketemu sebulan sekali lagi deh dok, sedih😢.
Finally, Perfect Smile
Selesai pembayaran di kasir, saya tidak berhenti berkaca dan selfi. Saya sangat puas dengan gigi saya sekarang karena benar-benar bagus dan tersusun rapi. Saya sampai buka-buka lagi foto sebelum pasang kawat gigi dimana rahang saya miring, gigi nggak rata, duh jelek banget deh. Mana dulu muka saya masih banyak flek karena belum rajin di laser, jadi aneh banget banyak noda hitam di wajah. Ditambah gigi yang amburadul😅. Makanya dulu saya suka pakai makeup tebal untuk menutupi flek di wajah.
Foto muka pake beauty camera, jadi nggak ada flek. Tapi rahang dan gigi amburadul.
Muka banyak flek, gigi amburadul😱
Buat teman-teman yang masih ragu untuk pakai behel, saya sarankan untuk segera pakai. Karena hal yang paling pertama dilihat orang ketika bertemu dengan kita adalah senyuman. Walaupun pakai masker, tapi kan nanti kalau lanjut makan, pasti buka masker. Pakai behel juga bisa memperbaiki struktur wajah menjadi lebih baik, karena rahang kita akan berubah seiring lamanya memakai behel, ke arah yang lebih baik. Nggak usah takut kalau usia sudah bukan remaja lagi karena dulu saya juga selalu berpikir begitu. Tapi ternyata, waktu 4,5 tahun tidak terasa waktu berlalu dan voilaaa lihatlah senyuman saya sekarang😁.

Service charge pasien lama Rp. 40,000
New Normal Protocol Rp. 95,000
Lepas backet RA RB Rp. 500,000
Deposit DP 100% Retainer Transparan RA RB - SP Rp. 1,940,000

Buat kalian yang ingin lihat-lihat dan baca-baca proses gigi saya dari awal pakai behel bisa di :

Semoga bermanfaat ya. Finally, Perfect Smile!

Follow me

My Trip