Februari 22, 2022

Kena Omicron

Sempat bingung ketika saya bersama dua orang teman melakukan tes swab antigen sebagai persyaratan penerbangan dan hanya saya sendiri yang positif. Tempat swab memang berada di luar (outdoor) dengan hutan di sekelilingnya, tapi saya tetap takut kalau teman saya nanti malah tertular. Kita jadi mengobrol menjauh. Dari awalnya kita ke tempat swab dengan menggunakan satu mobil, sekarang harus berpisah. Agak aneh rasanya mengetahui saya tidak bisa kembali ke Jakarta naik pesawat hanya karena kena Corona😰. Hmm, pasti ada hikmahnya.

Saya jadi ingin menuliskan pengalaman saya dari hari demi hari selama terinfeksi virus ini. Sempat kaget juga dan takut diomelin Mama, tapi masa' sih diomelin? Kan saya sedang sakit😅. Ya omelan itu karena Mama khawatir, saya tau persis itu. 

Hari Pertama:
Saya tuliskan sebagai hari pertama sejak antigen saya positif, walaupun sehari sebelumnya tenggorokan memang sudah nggak enak. Saya kira karena kebanyakan makan es krim, eh nggak taunya malah kena corona. Saya meminta resep obat dari adik saya (dokter paling mantap se-galaksi), lalu memesannya menggunakan Halodoc. Alhamdulillah berkat teknologi, saya tidak kesulitan mendapatkan obat. Beberapa kali saya bersin dan meler, sampai sakit kepala. Duh rasanya memang lebih parah dari flu biasa.

Setelah minum antibiotik, saya tidur siang. Bangun tidur lalu merasakan badan panas, tapi saya tidak terlalu menghiraukannya. Masih mengira ini panas biasa. Setelah makan malam, saya minum obat, lalu pergi ke klinik lainnya untuk swab antigen ulang dan hasilnya memang positif. Badan mulai sangat meriang, dan saya memutuskan untuk tidur cepat.

Kira-kira jam 1 malam, saya terbangun dengan kondisi badan sangat panas. Karena tidak ada termometer, saya tidak bisa mengukur suhu tubuh yang sudah sepanas ini. Mungkin ini yang dinamakan panas sampai ke ubun-ubun bahkan saya 'nyaris menggigil. Saya mencari paracetamol diantara tumpukan obat dan meminumnya, lalu tidur kembali.
Obat-obatan
Hari Kedua:
Bangun shalat Shubuh sudah tidak demam, tapi saya masih meriang. Saya kemudian tidur lagi, dan bangun untuk sarapan roti. Setelah sarapan, saya minum obat dan keluar untuk berjemur. Keringat bercucuran hebat dan saya harus mandi keramas setelahnya. Saya kemudian makan siang dengan porsi yang sangat banyak, minum obat lagi, dan tidur. Kali ini tidur berjam-jam sampai hampir magrib.

Saya bangun dan merasakan badan mulai meriang lagi. Setelah makan malam, saya minum obat dan kembali tidur sampai besok pagi. Kali ini malam-malam kebangun hanya untuk ke toilet, bukan karena demam. Saya sudah menyiapkan paracetamol 600mg sebagai persediaan kalau demam seperti malam kemarin kambuh lagi. Alhamdulillah tidak demam.

Hari Ketiga:
Pilek udah sembuh, demam sudah tidak ada, tapi bangun tidur jam 8 pagi (telat). Saya minum obat, lalu berjemur lagi. Setelah itu balik ke kamar dan mandi keramas. Kombinasi cuaca terik dan setelah minum obat membuat saya keringatan hebat. Semoga dengan begini bisa cepat sembuh.

Waktu yang saya habiskan di kamar lumayan membosankan. Paling beli cemilan saja atau main laptop. Saya mencoba untuk bekerja atau miting, tapi memang nggak bisa karena kepala agak pusing. Nggak enak banget kalau melihat laptop lama-lama dalam kondisi seperti ini. Saya mulai batuk berdahak, tapi dahaknya cuma sesekali saja, tidak sampai sesak napas.
Cemilan di kamar
Saya percaya diri untuk swab antigen besok dan hasilnya negatif karena memang sudah lebih fit dari hari ke hari. Malamnya, saya minum susu beruang dan air kelapa agar (katanya) virus bisa cepat menghilang. Tidak ada salahnya mencoba.

Hari Keempat:
Saya swab antigen dan alhamdulillah negatif. Akhirnya bisa pulang ke Jakarta. Dari segi badan juga lebih fit tapi masih sering mengantuk. Mungkin karena pengaruh obat. Sebenarnya kalau ngomong masih ngos-ngosan dan dada juga masih berat. Tapi saya tetap meminum obat sesuai prosedur sampai tuntas.

Sesampai di rumah malah harus ngepel dulu karena atap bocor. Duh, mana masih capek karena perjalanan, tapi nggak sanggup juga melihat rumah jadi berantakan. Mana bisa tidur kalau rumah kotor begini. Setelah bersihin rumah, saya mandi dan tidur malam.

Hari Kelima - Hari Ketujuh:
Masih menghabiskan antibiotik dan obat-obatan semula. Pernah suatu kali badan sangat pegal karena PMS. Biasanya saya hanya pegal ringan saja, ini bisa super duper sangat pegal. Sampai encok, sakit pinggang, dada, bahu, lengan, semua sakit😖.

Hari Kedelapan:
Masih batuk dan masih berdahak, ditambah mens yang banyak membuat saya lemas dan agak pucat. Padahal antibiotik sudah habis, tapi dahak belum hilang. Mood untuk bekerja dan lihat laptop mulai ada, tapi belum bisa terlalu fokus. Mungkin karena sakit pinggang karena mens, jadi saya kurang bisa fokus. Kalau sudah malam, hidung jadi mampet dan ujung jidat jadi sakit. Kata adik, gejala ini sudah seperti orang sinusitis.

Hari Kesembilan:
Seluruh kondisi tubuh yang belum sembuh 100% kembali saya ceritakan ke adik dan dia meresepkan obat antibiotik dan obat batuk yang lebih kuat. Adik takut kalau kuman-kuman dari batuk berdahak menggerogoti paru-paru saya, jadi dia bertindak cepat dengan memberikan obat yang baru.

Saya pesan semua obat di Halodoc. Sekarang jaman semakin mudah ya. Obat-obatan patent yang terkadang tidak ada di apotek terdekat bisa dibeli secara online dan datang dalam waktu 45 menit saja.

Hari Kesepuluh:
Tubuh jauh lebih fit, mungkin karena obat-obatan yang mantap. Saya bahkan sudah bisa melakukan yoga, walaupun hanya untuk pernapasan. Sudah bisa lebih sering beres-beres rumah dan fokus bekerja.

Hari Kesebelas
Tamu sudah saya ijinkan datang ke rumah, karena saya sudah 10 hari isolasi mandiri. Tubuh juga sudah bisa saja, tidak ada lagi batuk dan demam.

Hari Ketiga belas
Saya swab antigen di klinik gigi dan hasilnya alhamdulillah masih negatif. Tapi saya masih merasa ngos-ngosan kalau ngomong. Apakah kondisi paru-paru masih belum sembuh sepenuhnya ya? Mungkin beginilah efek orang-orang yang memiliki komorbid asma, sembuhnya jadi lebih lama.

Hari Keenam belas
Saya mengubek-ubek resep Professor Paru yang pernah ada di hp saya. Saya konsultasi dengan adik untuk meminta diresepkan obat asma yang bisa diminum. Bukan obat pengencer dahak, ataupun obat batuk. Adik langsung meng-iya-kan dan saya beli obatnya.

Setelah obat datang, saya langsung minum dan ya Allah, lega sekali rasanya paru-paru ini. Rasanya udara bisa masuk ke paru-paru saya lebih banyak dua kali lipat. Saya otomatis nggak ngos-ngosan lagi. Tubuh jadi lebih berenergi dan mood jadi membaik.

Saya minum obat asma hanya dua hari dan di Hari Kedelapan belas, saya baru sembuh total. Bayangkan! Butuh waktu hampir 3 minggu untuk benar-benar sembuh dari Omicron yang menyerang paru-paru ini. Saya rasa, flunya memang lebih berat dari yang biasa, efeknya juga lebih lama. Kepala pun lebih sering pusing. Sudah lama saya tidak merasakan efek setelah flu berat seperti ini. Alhamdulillah semua bisa diatasi dan saya nggak harus masuk rumah sakit.

Untuk kalian yang masih isolasi mandiri, tenang saja ya. Nggak usah terlalu stres dan dibawa santai saja. Satu hal yang membuat saya cemas ketika kena Omicron adalah nanti harus menunda vaksin booster yang saya butuhkan untuk berkunjung ke Amerika agar bisa mengurangi waktu karantina ketika pulang ke Indonesia. Mana jadwal saya ke Amerika sudah mepet dan masih banyak hal yang harus saya persiapkan. Doakan ya semoga segala urusan saya lancar sampai berangkat. Aamiin🤲.

Semoga kita selalu sehat ya teman-teman. Sampai jumpa!

0 comments:

Follow me

My Trip